Dari Imajinasi ke Aksi: Menghidupkan Pesan Kapal Apung Melalui Cerita

Hernawan | Anggraeni Windi Gernia
Dari Imajinasi ke Aksi: Menghidupkan Pesan Kapal Apung Melalui Cerita
Ilustrasi bumi (Unsplash/Carl Wang)

Barangkali masih banyak yang menyangka kandungan oksigen yang ada di Bumi muasal utamanya dari pepohonan hijau, pohon-pohon menyerap karbondioksida dan menghasilkan oksigen yang berguna untuk kelangsungan makhluk hidup.

Padahal, pemasok utama oksigen justru berasal dari lautan, yakni fitoplankton. Lebih dari 50-80% oksigen yang ada di Bumi dihasilkan oleh fitoplankton, sementara pohon hanya sekitar 20% saja. Fitoplankton sendiri adalah tumbuhan air yang ukurannya sangat kecil, yang hidup melayang di permukaan air laut.

Jadi, selain menjaga agar pepohonan tetap hidup lestari, keberlangsungan fitoplankton juga harus diperhatikan. Apabila lautan tercemar oleh limbah yang di dalamnya mengandung bahan kimia berbahaya, hal tersebut akan mempengaruhi ekosistem lautan. Nutrisi air akan tercemar bakteri, gangguan rantai makanan, menurunnya kadar oksigen di lautan, dan masih banyak lagi kerugian yang didapatkan. Semua kondisi itu bisa menyebabkan lautan menjadi mati.

Selain masalah penghasil oksigen dan tercemarnya lautan, permasalahan lain yang dapat menyebabkan rusaknya Bumi adalah menipisnya lapisan ozon. Ozon berperan sebagai payung pelindung Bumi dari sinar ultraviolet yang berlebihan dari matahari.

Saat sinar matahari masuk ke atmosfer, sebagian akan dipantulkan kembali keluar sehingga Bumi akan menerima panas yang cukup. Apabila molekul-molekul ozon—yang terdiri dari tiga atom oksigen—di atmosfer banyak berkurang, Bumi tidak akan memiliki kemampuan memantulkan sinar UV. Sinar berbahaya itu akan langsung mencapai permukaan Bumi dan berdampak buruk bagi kesehatan manusia dan lingkungan.

Penyebab utama menipisnya lapisan ozon adalah terlepasnya zat-zat perusak ozon, seperti klorofluorokarbon (CFC) yang banyak digunakan dalam produk rumah tangga dan industri misalnya alat pendingin (kulkas dan AC). Senyawa kimia CFC ini memecah molekul ozon sehingga membuat lapisan ozon menipis.

Melihat kondisi Bumi yang semakin mengkhawatirkan tersebut, sebagai manusia yang dikaruniai akal dan kecerdasan tentunya kita berkewajiban untuk menjaga satu-satunya planet di Tata Surya yang memiliki kehidupan ini. Mengapa Bumi tampak berwarna biru dan hijau, itu bukan tanpa alasan.

Tak seperti Venus yang permukaannya dipenuhi gunung berapi yang dapat meletus kapan saja dan udara yang beracun, atau seperti Mars yang permukaannya berpasir dan kering dengan oksigen yang sangat tipis, Bumi diberkahi dengan tanah yang subur untuk ditumbuhi pepohonan hijau dan keberadaan air yang melimpah sebagai awal dari munculnya kehidupan, serta keberadaan oksigen yang melimpah.

Kita semua paham ada banyak cara yang bisa dilakukan untuk menjaga Bumi, dari hal sederhana menanam pohon, memilah dan mendaur ulang sampah, tidak mencemari udara, tanah, dan lautan dengan sampah, atau menghemat listrik.

Semua itu dapat dilakukan oleh siapa saja. Seorang pekerja juga dapat beralih menggunakan transportasi umum agar mengurangi polusi udara, para pegiat lingkungan dapat membuat program menanam bibit pohon bersama masyarakat, atau para siswa dapat mengikuti lomba poster ramah lingkungan guna mendorong rasa simpati terhadap Bumi.

Sebagai seorang penulis, saya tentu ingin turut berkontribusi dalam menjaga planet biru ini. Selain apa yang disebutkan di atas, aksi atau upaya yang saya lakukan adalah menyisipkan kampanye peduli Bumi ke dalam cerita fiksi yang saya tulis. Kampanye peduli Bumi tersebut terdapat dalam novel saya yang berjudul “Kisah-Kisah Ajaib Angin dan Debu Kosmik” yang dapat dibaca secara gratis melalui aplikasi Lentera.

Novel tersebut bercerita tentang dua sahabat yakni Angin dan Debu Kosmik yang memiliki dunia yang berbeda. Angin hanya bisa tinggal di Bumi dan Debu Kosmik di luar angkasa. Keduanya menceritakan bagaimana kehidupan masing-masing.

Pada bagian kedua pada novel ini, Debu Kosmik bercerita tentang perjalanan dirinya yang masuk ke Kapal Apung (Bumi) untuk mencari Angin yang tiba-tiba menghilang. Melalui perjalanan panjang itu, Debu Kosmik menemukan fakta yang mengerikan, rupanya keadaan Kapal Apung memang buruk. Debu Kosmik melihat lautan dan udara tercemar, ia juga melihat laut mati saat melewati Teluk Meksiko. Sambil mencari Angin, tekad untuk menyelamatkan planet biru itu juga muncul.

Selain membahas mengenai pemanasan global yang berfokus pada bagian kedua, novel ini juga memiliki tema yang kuat pada bidang astronomi. Meski dibalut unsur fantasi, namun informasi tentang kondisi Bumi dan fakta-fakta astronomi di dalamnya benar adanya. Dengan pendekatan tersebut, saya sangat berharap para pembaca dapat merasa lebih dekat dengan Kapal Apung atau Bumi, memupuk rasa kasih terhadap alam dan lingkungan sekitar dimana kita hidup dan tinggal, serta menyadari betapa kecilnya planet Bumi apabila dilihat dari luar angkasa.

Ke depannya, saya ingin membawa pesan Kapal Apung yang ada di dalam novel Kisah-Kisah Ajaib Angin dan Debu Kosmik ini keluar dari halaman buku, menuju ruang-ruang diskusi yang dekat dengan kehidupan anak muda. Dengan begitu, pesan mengenai pentingnya menjaga lingkungan, menjaga Bumi, dan menjaga alam, tidak berhenti di pembaca novel saja, akan tetapi dapat menjangkau lebih luas.

Bumi tidak memohon agar kita menjadi pahlawan, ia hanya meminta kita untuk menjadi teman yang bersedia merawatnya. Upaya memerdekakan Bumi adalah cara kita memberikan waktu yang lapang untuk ia bernapas dan hidup lebih lama lagi. Ketika manusia berjalan selaras dengan alam, kita tak hanya menyelamatkan Bumi, tetapi juga menyelamatkan diri kita sendiri dan generasi yang akan datang. Mari bersama berjalan beriringan, menjadi teman bermain Bumi yang menyenangkan.

Tulisan ini merupakan kiriman dari member Yoursay. Isi dan foto artikel ini sepenuhnya merupakan tanggung jawab pengirim.

Tampilkan lebih banyak