Pagi yang cerah. Komplek Gang Merpati masih sepi. Deretan rumah yang berjajar dengan bentuk yang berbeda- beda. Awalnya rumah-rumah di situ bentuknya seragam mengikuti desain developer perumahan. Tetapi seiring waktu berjalan penghuninya melakukan perubahan di sana sini. Saat ini tiap rumah sudah tampak berbeda dengan ciri khasnya masing-masing.
Satu-satunya kesamaan penghuni Gang Merpati adalah makanan mereka tiap hari yang tersedia di meja makan; bahan mentahnya dibeli di gerobak sayur Bang Udin. Gerobak kayu berwarna kuning dengan atap dari resin bening. Keempat tiangnya dihubungkan oleh sebilah kayu yang dipenuhi gantungan plastik berisi macam- macam bahan masakan. Mulai dari teri kering sampai bawang merah.
Kelompok bahan basah sejenis ayam dan ikan mentah diletakkan di dalam kotak styrofoam yang berisi kepingan es batu untuk menjaga kesegarannya.
Setiap hari gerobak kuning ini selalu berkeliling ditarik oleh sepeda motor empat tak yang sudah bertahun- tahun setia menemani Bang udin berjualan.
"Bang ini kacang panjangnya berapa seikat?" Bu Johan memilih-milih ikatan kacang panjang di jajaran gerobak Bang Udin. Dipilihnya yang paling besar.
"Enam ribu Bu Johan," jawab Bang Udin sambil menata ulang kangkung yang berpindah tempat dan tidak jadi dibeli oleh pelanggannya di Gang Elang tadi.
Bu Johan mengerucutkan bibirnya, "Mahal amat.. Empat ribu aja ya"
"Jangan lah Bu, saya belinya lebih dari empat ribu loh Bu, he he he" Bang Udin terkekeh walau sebenarnya ia agak jengkel. Bu Johan memang paling tega kalau menawar harga. Tidak sesuai dengan rumahnya yang besar bertingkat dua dengan dua mobil di garasinya.
"Bang, saya paket sayur sop_yang sedang aja" Mita seornag wanita yang masih muda dengan suami yang bekerja sabagai PNS tidak suka repot menanyakan harga tiap jenis sayur. Ia lebih memilih cara gampang.
Bang Udin tersenyum. ia segera mengambil plastik lalu mulai memasukkan bahan- bahan sayur sop. Dua buah wortel, seperempat kubis, dua buah kentang, satu batang daun bawang dan seledri.
"Tanpa daging Jeng Mita" tanya Tante Bella; istri seorang manager perusahaan telekomunikasi dengan mimik serius. Mita tersenyum. Ia sudah hapal dengan tabiat Tante Bella yang suka mengritik tanpa diminta.
"Sepertinya kurang sedap loh kalau cuma sayuran, tidak menggugah selera." Tante Bella menambahkan dengan semangat yang terlalu berapi-api. Tante Bella memang tak pernah melewatkan kesempatan mengkritik Mita di depan orang.
Karena sebenarnya ia sedikit iri dengan Mita yang punya pembawaan kalem yang ditunjang pula dengan wajah manisnya. Berbeda dengan dirinya yang sering disebut judes. Bahkan suaminya pun pernah mengatakan padanya untuk mengurangi kejudesannya.
"Iya, kalau masakan di rumah tidak bikin selera, ntar suami bisa makan di luar terus" Bu Johan mengatakan itu sambil melirik Karin. Yang dilirik pura- pura tidak mendengar. Karin sudah paham apa maksud Bu Johan.
Ia tahu Bu Johan sering mensponsori pergibahan di bawah pohon Ketepeng di samping pos kamling. Ia juga tahu kalau perkumpulan pohon ketepeng itu sering menggosipkan suaminya yang sering pulang terlalu malam.
"Biasanya sih suami yang mulai bosan akan sering pulang telat" kata Tante Bella.
"Untung suamiku selalu pulang tepat waktu dan pekerjaan bisa dilanjutkan di rumah kalau memang masih belum selesai" tambahnya dengan bangga.
Bu Johan tertawa. "Wah , kalau aku sih bakalan kurampas laptopnya kalau Pak Johan masih pegang- pegang pekerjaan di rumah_kerja itu cukup di kantor, di rumah waktu untuk keluarga," ucapnya dengan nada puas.
"Ya namanya juga Manager Bu, jadi Pak Ardi sangat diperlukan sampai tak selalu cukup waktu kerja di kantor" Tante Bella tak mau kalah.
"Ya berarti cuma pindah tempat dong Tante_di rumah masih kerja juga" celetuk Vanya, satu- satunya perempuan langganan gerobak sayur Bang Udin yang belum menikah.
Tante Bella melengos. Ia tidak suka dikritik. Terlebih oleh Vanya. Gadis lajang yang menyewa rumah kontrakan di komplek mereka.
Dan Tante Bella juga hampir selalu tidak menyukai siapapun penghuni rumah kontrakan bercat hijau nomor delapan . Pemiliknya tinggal di kota lain dan segala masalah pengurusan rumah itu diserahkan kepada Pak RT.
“Memangnya kerjaan suaminya seperti apa toh Bu Bella?” Mita pura- pura mau tahu. Ia hanya ingin mengalihkan Bu Bella dari Vanya. Tapi itu malah membuat Bu Bella nampak kesal karrena ia yang suka jika dianggap tahu segalanya sebenarnya tak terlalu paham tugas- tugas Pak Ardi. Yang ia tahu Pak Ardi sering harus bergadang di depan laptopnya.
“Ya pokoknya urusan telekomunikasi lah_catatan- catatan manajemen finansial ” kata Bu Bella mengutip istilah apa pun yang diingatnya dari serial televisi Billions yang ditontonnya.
Wajahnya mengeras. Dalam hati ia bertekad nanti malam akan memeriksa laptop Pak Ardi untuk tahu detail pekerjaannya. Ia tak ingin lagi tampak bodoh di depan orang-orang ini.
Mita menahan senyum dan dilihatnya Karin yang tetap tidak bereaksi terhadap obrolan ibu-ibu ini.
Karin tidak terlalu memperdulikan mereka. Mereka tidak paham bahwa Pras, suaminya memperoleh gaji dengan hitungan jam kerja, Jika banyak pekerjaan yang diambil Pras maka pendapatan mereka juga bertambah. Dengan keadaan ekonomi mereka saat ini. Mereka perlu maengambil semua kesempatan yang ada. Yang penting tidak merugikan siapa-siapa. Itu prinsip yang mereka pegang.
Baginya percuma saja jika terpancing dengan omongan mereka. Bahan pegunjingan mereka tidak bisa dipertanggungjawabkan. Hanya berdasar asumsi saja,
Dan Bu Johan selaku wanita paling senior di komplek Gang Merpati ini sangat menyukai gosip miring. Baginya itu seperti hiburan gratis. Mungkin Bu Johan sudah bosan dengan hiburan sinetron televisi.
Saat Bu Johan bertemu Tante Bella maka ibarat api kecil tersiram minyak tanah, Gosip yang awalnya hanya dugaan berubah menjadi prasangka dan setelah tersebar dari mulut ke mulut maka itu dengan cepat menjadi berita yang dipercaya sebagai fakta.
Dan sudah dua bulan ini fakta yang dipercaya penghuni Gang Merpati adalah bahwa suami Karin punya simpanan. Pras dikabarkan sering pulang malam karena bertemu dengan wanita lain.
Kadang Karin dan Pras tertawa saat membicarakan hal itu.
"Biar saja Rin_mereka kurang hiburan mungkin" Begitu Pras menenangkannya, Lalu mereka akan melupakan hal itu dan beralih pada buku catatan untuk membahas rencana- rencana keuangan mereka.
***
"Sayur...sayur..."
Teriakan Bang Udin memanggil-manggil. Dan satu persatu pintu rumah penghuni Gang Merpati terbuka. Lalu para wanita penanggungjawab urusan dapur berkumpul di sisi gerobak sayur.
Bang Udin langsung menyadari ada dua pelanggannya yang belum keluar.
"Bu Bella dan Mbak Vanya kok belum keluar ya?" tanyanya.
"Bu Bella pulang kampung Bang" Bu Johan menjawab dengan enggan.
"Oh, begitu lah mbak Vanya kemana ya? kemarin pesan supaya dibelikan brokoli" Bang Udin tampak kecewa.
"Sini aku beli aja Bang Udin brokolinya" kata Karin sambil memasukkan segenggam bawang putih ke dalam timbangan.
"Mbak Vanya tidak bakal kembali di sini. Semalam ia disidang Pak RT karena ketahuan sering chat mesra sama Pak Ardi setiap malam" Karin menjelaskan kejadian tadi malam kepada Bang udin.
“Loh jadi tiap malam Pak Ardi di depan laptop itu lagi chat ya sama mbak Vanya?” Bang Udin memastikan dengan polos.
“Siapa yang memergoki mereka?“
Bu Johan memelototi Bang Udin yang langsung diam.
“Bu Bella tidak sengaja lihat percakapan mereka di chat email_waktu Bu Bella diam-diam buka laptop Pak Ardi” kata Karin mengulangi apa yang didengarnya dari orang- orang yang ikut menyidang Vanya.
“Salahnya Pak Ardi kok tidak di password laptopnya“ gumam Mita.
“Oh ternyata biar dimasakkin enak tiap hari_tetap saja ya bisa tergoda sama perempuan lain” sambung Mita seperti berbicara pada diri sendiri.
“Sebenarnya apa hubungannya masakan dengan godaan ?” Bang udin ikut-ikutan nimbrung.
“Lah kan kata Bu Johan kalau masakan di rumah tidak enak suami bisa cari makan di luar” ujar Karin dan menengok ke arah Bu Johan yang nampak merengut.
“Terus kalau sudah makan di luar terus pasti cari perempuan lain gitu?” Bang Udin masih bingung.
“Lah saya ini makan di luar terus kok karena sampai rumah sudah sore“ tambahnya.
“Tapi tidak ada yang godain ha ha” sahut Mita terkikik.
“Kalau Bang Udin bawa mobil bagus nah baru deh banyak yang godain” canda Karin.
“Masakan itu cuma perumpamaan kok Bang Udin maksudnya kalau suami tidak puas dengan keadaan di rumah, nah bisa cari kepuasan di luar_nah kalau ketemu perempuan yang kurang bener bisa digoda begitu kan Bu Johan?” Karin sengaja mengatakan itu kepada Bu Johan,
Bu Johan cuma mengangguk lalu pura- pura memilih udang. Sebenarnya Bu Johan malu telah mengedarkan gosip tentang suami Karin yang ternyata hoax. Dan justru suami teman dekatnya sesama penyebar gibah yang berbuat.
“Tapi kan katanya Bu Bella, suaminya tidak pernah kemana- mana selain ke kantor dan selalu pulang tepat waktu” Mita masih penasaran.
“Karena sekarang zaman digital mbak_tidak harus ketemu fisik buat flirting“ Jawab Karin.
“Flirting itu apa mbak Karin” Bang Udin bingung,
“Saling goda Bang yang bisa lanjut jadi perselingkuhan !” Kata Mita dengan sabar menjelaskan kepada Bang Udin yang manggut- manggut.
Bu Johan menyerahkan semua belanjaannya untuk dihitung. Lalu langsung membayar dan secepatnya pergi masuk ke rumah dan menutup pintu dengan keras.
“Tumben Bu Johan tidak menawar," katanya sambil tertawa . Mita dan Karin tersenyum.
Semua membayar belanjaannya tanpa banyak kata. Lalu pulang ke rumah masing- masing untuk segera memasak sayur. sayur buat keluarga bukan hanya buat suami.
****