Sudah sekitar lima jenazah yang aku hantarkan sepanjang hari ini. Situasi pandemi seperti sekarang ini benar-benar membuat pekerjaan yang selama ini ku kerjakan dengan santai, berubah total menjadi sangat sibuk. Sejak pukul 5 pagi, aku sudah mengantarkan seorang pasien Covid-19 yang meninggal dunia ke kediamannya di Bantul, Yogyakarta.
Aku sudah bekerja di rumah sakit swasta ini sejak lima tahun yang lalu. Awalnya dulu terpaksa, namun karena himpitan ekonomi, apa mau buat, butuh makan. Ada banyak sekali kejadian-kejadian janggal yang kerap terjadi di jalanan. Namun, tidak begitu kupikirkan, ku anggap semua hal itu hanya gangguan-gangguan jahil.
Waktu menunjukkan pukul 7 malam, ini adalah pasien ke lima yang meninggal dunia karena COVID-19 hari ini. Pasien ini masih cukup muda, kediamannya juga cukup jauh dari Kota Jogja. Selama perjalanan semuanya tampak normal seperti biasa.
Sesampainya di rumah duka, sudah banyak sekali kerabat dan keluarga yang berkumpul menyambut kedatangan jenazah. Karena keadaan yang genting selama pandemi, tidak diperkenankan keluarga untuk mengurus sendiri jenazah. Setelah disholatkan, jenazah langsung dibawa ke pemakaman terdekat.
Meskipun sudah tengah malam, beberapa keluarga tetap menemani proses pemakaman hingga selesai. Semua keluarga yang hadir menangis haru, sembari menyaksikannya dari kejauhan.
Namun, agak jauh dari kerumunan keluarga tampak seorang bapak dan ibu yang juga tengah menyaksikan proses pemakaman tersenyum lebar saat ku lirik. Rambut panjang ibu yang terurai panjang, tampak sangat menawan untuk umur seusianya. Sang bapak dengan kumis tebal tampak tersenyum lebar.
Awalnya tak ku hiraukan, namun setelah beberapa lama, ku perhatikan kembali wajah kedua orang tua itu. Wajahnya sedikit pucat, namun senyuman lebar masih terus menghiasi wajah mereka.
Setelah selesai, kami sempatkan untuk kembali ke kediaman jenazah, sekalian mengurus berkas-berkas. Aneh, bapak dan ibu itu kembali berdiam diri di pojok ruangan ketika semua anggota keluarga lain tengah sibuk mengurus keperluan jenazah.
"Ini kartu keluarganya, mas," seorang anak perempuan menyodorkannya kepadaku.
"Oh, jadi mas almarhum kepala keluarganya?," tanyaku kaget.
"Iya mas, bapak dan ibu sudah lama meninggal," jawabnya.
Mendengar hal tersebut, justru membuat hatiku merasa tidak enak. Ku lirik kembali di pojok ruangan tadi, dan ternyata kedua orang tua itu masih berdiri disana. Seketika sekujur tubuhku merinding dan perasaan menjadi tidak karuan.
Tak berlama-lama, setelah selesai, aku dan kedua temanku segera bergegas meninggalkan rumah duka. Kedua orang tua tadi tidak lagi muncul, menghilang begitu saja, mungkin hanya mampir, pikirku. Hari sudah sangat larut, perjalanan kembali ke Kota memakan waktu sekitar 2 jam. Jalanan gelap dan gerimis kecil membuat suasana jalan menjadi lebih menakutkan. Kedua temanku telah terlelap di belakang.
Gerimis belum juga reda, pepohonan rimbun tertiup angin kencang. Sepanjang perjalanan ku setel lagu kesukaan agar pikiran menjadi lebih tenang. Sesekali ku tengok kaca spion, hanya untuk memastikan bahwa kedua temanku masih dibelakang.
Saat hendak keluar dari jalanan sepi, ku tengok kembali kaca spion di belakang. Tidak hanya temanku, sosok bapak dan ibu tadi juga ikut duduk manis dibelakang. Perasaanku menjadi tidak karuan, sekuat tenaga ku pastikan untuk tidak berteriak. Ku tengok kembali, kaca spion dan mereka masih disana sambil tersenyum.
Beberapa meter lagi jalan besar, dari bagian belakang mobil terdengar ucapan "terimakasih" dari sosok ibu misterius tadi. Tak berani ku lihat, hanya ku balas dengan ucapan "sama-sama".
Jalanan besar masih terlihat ramai. Kedua sosok itu benar-benar menghilang. Sesampainya di rumah sakit, sengaja tidak ku ceritakan hal ini kepada kedua temanku. Mereka pekerja baru, hal seperti ini justru dapat membuat mereka parno.