Pengembangan Organisasi: Siapkah Kemenkes Hadapi Gelombang COVID-19 Nataru?

Ayu Nabila | Gwyneth Fayza Amsianisa
Pengembangan Organisasi: Siapkah Kemenkes Hadapi Gelombang COVID-19 Nataru?
Ilustrasi Vaksin (Pexels/Gustavo)

Perang melawan COVID-19 belum juga berakhir, baik di dunia maupun di Indonesia. Sejak merebaknya COVID-19 pada tahun 2020, Indonesia telah melewati dua gelombang pasang. Gelomabang pertama terjadi pada November 2020 - Januari 2021 akibat libur natal dan tahun baru (Nataru). Kemudian gelombang kedua terjadi pada Mei - Juli 2021 diperkirakan akibat libur lebaran dan mobilitas masyarakat yang tinggi. Kondisi ini tentu membuat Kemenkes (Kementerian Kesehatan) terus membuat berbagai kebijakan penyesuaian guna meminimalisir lonjakan kasus COVID-19.

Hampir dua tahun berlalu, apa saja yang sudah dilakukan Kemenkes terhadap COVID-19?

Setelah menghadapi dua gelombang tersebut Kemenkes (Kementerian Kesehatan) selaku kementerian yang bertanggung jawab atas penyelenggaraan bidang kesehatan masyarakat Indonesia dirasa telah mendapatkan banyak pembelajaran dari kasus yang terjadi sepanjang 2020 hingga 2021. Tanggungjawab atas pengendalian penyebaran COVID-19 memang bukan sepenuhnya dibebankan kepada Kemenkes, melainkan perlu adanya kolaborasi antar sektor dan aktor dalam mengendalikan serta menghentikan laju penyebaran COVID-19.

Pihak swasta, masyarakat, dan pemerintah harus saling berkolaborasi dan berkontribusi aktif agar hal tersebut dapat terwujud. Namun, peran Kemenkes dirasa memiliki dampak yang besar bagi kehidupan masyarakat Indonesia. Kemenkes sendiri telah banyak melakukan pengembangan dalam organisasinya untuk dapat lebih matang dalam menghadapi penyebaran COVID-19, pada awal kemunculan COVID-19 Kemenkes dinilai gagal dan lengah akibat ketidak cakapan dan kurangnya keterbukaan informasi. 

Perubahan dan pengembangan organisasi Transformational Change, sangat sulit diprediksi?

Kegagalan pemerintah dalam merespons dan mencegah masuknya COVID-19 ke dalam negeri menyebabkan penyebaran semakin masif. Untuk memperbaiki kegagalan tersebut, salah satu upaya pemerintah melalui Kemenkes, yang berupaya melakukan perubahan dan pengembangan organisasi untuk dapat menyelamatkan masyarakat dari pandemi COVID-19.

Menurut (Anderson & Anderson, 2010) dalam tulisannya yang berjudul “Organizational Development: The Process of Leading Organizational Change” terdapat tiga tipe perubahan dalam rangka melakukan pengembangan organisasi. Pertama, development change, di mana perubahan kecil dilakukan sesuai dengan perencanaan yang telah dibuat. Kedua, transitional change, di mana perubahan dilakukan untuk memecahkan permasalahan yang terjadi. Ketiga, transformasional change, di mana perubahan bersifat radikal yang disebabkan suatu kondisi mendesak yang membuat organisasi harus berubah dan berkembang untuk dapat bertahan.

Kemenkes sendiri telah melakukan “Transformational Change,” di mana tidak dapat dimungkiri mesti sempat gagal menahan masuknya COVID-19 di Indonesia. Kini, Kemenkes memiliki visi dan misi serta budaya dan prinsip kerja yang terealisasi lebih baik dalam menangani COVID-19. Hal tersebut direpresentasikan melalui pemenuhan pelayanan kesehatan bagi pasien COVID-19, sosialisasi di berbagai platform dan media terkait langkah pengendalian COVID-19 hingga pengencaran pelaksanaan vaksinasi di seluruh wilayah indonesia. 

Dalam perubahan tersebut tentu Kemenkes menghadapi kondisi yang dinamis dan sangat sulit diprediksi, keberhasilan melakukan perubahan terlihat sedikit demi sedikit mulai dari pergantian pemimpin organisasi hingga regulasi yang dikeluarkan. Hal tersebut tentu melalui proses pembelajaran. Menurut Peter M. Senge (1990) dalam buku yang berjudul “The Fifth Discipline: The Art and Practice of The Learning Organization,” pembelajaran dalam organisasi merupakan cara untuk memperbaiki seluruh elemen agar organisasi dapat mengembangkan kapasitas dan menjadi suatu organisasi yang lebih baik.

Perkembangan Kemenkes tidak luput dari pembelajaran yang dilakukan, menurut Cummings & Worley (2009) dalam buku yang berjudul “Organizational Development and Change” terdapat lima prinsip dalam pengembangan organisasi yang telah dilakukan Kemenkes. Pertama yaitu struktur, Kemenkes telah memaksimalkan struktur organisasi dan membentuk unit yang bertanggungjawab menangani COVID-19.

Kedua yaitu sistem informasi, Kemenkes berupaya melakukan pengumpulan informasi pasien COVID-19 serta melakukan publikasi dan pengembangan agar masyarakat dapat mengakses informasi penting mengenai covid-19 yang dapat diakses melalui https://www.kemkes.go.id/. Ketiga yaitu berkaitan dengan SDM, Kemenkes telah berupaya mengembangkan SDM kesehatan dengan membentuk badan pengembangan dan pemberdayaan SDM kesehatan.

Kempat, kemenkes berusaha memperbaiki budaya organisasi yang akan mempengaruhi kinerja, salah satu upaya yaitu dengan memberikan insentif bagi nakes. Kelima yaitu dari segi kepemimpinan, penggantian pemimpin di kemenkes memang telah dilakukan hal tersebut tentu memunculkan harapan baik masyarakat. 

Tahap pengembangan organisasi, diperlukan kolaborasi pihak swasta dan masyarakat

Langkah pengembangan organisasi dapat dicapai melalui tujuh tahapan menurut Cummings & Worley (2009) dalam buku yang berjudul “Organizational Development and Change.” Pada tahapan entering kemenkes mengidentifikasi permasalahan yang menjadi sumber utama penyebaran COVID-19. Kemudian, pada tahap contracting masalah tersebut dibedah serta menemukan cara penyelesaian. Selanjutnya akan dilakukan diagnosa bagaimana organisasi harus melakukan perubahan. Dengan demikian, akan ada gambaran atau desain untuk merancang perubahan.

Motivasi dan dukungan juga dibutuhkan dalam melakukan perubahan, kemudian pada tahap feedback penilaian masyarakat terhadap kinerja Kemenkes akan sangat diperlukan guna mengevaluasi dan menilai dampak dari perubahan. Lebih lanjut pada konsep intervensi pengembangan organisasi atau tindakan yang direncanakan untuk membantu meningkatkan kinerja organisasi (Cummings & Worley, 2009) dalam buku yang berjudul “Organizational Development and Change.”

Terdapat empat jenis intervensi yaitu intervensi proses dengan merubah proses kerja, intervensi teknostruktural dengan memanfaatkan teknologi dalam struktur organisasi yang membuat downsizing organisasi, intervensi manajemen SDM yang berkaitan dengan perubahan sistem manajemen, dan intervensi strategis yang berkaitan dengan strategi organisasi. 

Dalam proses pengembangan organisasi hampir seluruh jenis intervensi telah dilakukan kemenkes, baik dengan merubah proses kerja, mengembangkan sistem informasi sehingga masyarakat dapat mengakses informasi mengenai COVID-19, pengembangan manajemen sumber daya manusia, dan strategi pencegahan penularan COVID-19 dengan sosialisasi melalui berbagai media dan platform.

Selanjutnya, untuk mengembangkan organisasi menurut (Armstrong, 2006) dalam buku yang berjudul “Human Resource Management Practice,” manajemen kinerja menjadi hal krusial untuk meningkatkan performa kinerja organisasi. Keterlibatan kinerja pegawai Kemenkes sangat memengaruhi kualitas pelayanan publik yang diberikan kepada masyarakat.

Menurut Cummings dan Worley (2009) setidaknya ada tiga faktor kontekstual yang menentukan bagaimana manajemen kinerja memengaruhi kinerja kerjanya, yaitu strategi, teknologi, dan keterlibatan karyawan. Pada aspek strategi kemenkes telah menetapkan berbagai kebijakan mendukung antisipasi penyebaran COVID-19 yang akan menjadi strategi utama selain memperbaiki kualitas pelayanan publik dan Kemenkes mendukung penuh workspace technology dengan memfasilitasi infrastruktur bidang teknologi untuk pegawai. 

Menurut   Earl, Carden, dan Smutylo (2001) dalam salah satu artikel yang berjudul “Building Learning and Reflection Into Development Program,” salah satu perangkat kunci dalam pengembangan organisasi adalah pemetaan hasil yang didefinisikan sebagai perubahan dalam perilaku, hubungan, kegiatan, atau tindakan dari orang, kelompok, dan organisasi yang bekerja sama secara langsung dengan program.

Hasil dari upaya yang dilakukan kemenkes terlihat pada kenaikan jumlah vaksinasi yang mencapai 146 juta jiwa untuk dosis pertama dan 103 juta jiwa untuk dosis kedua. Kemudian Kemenkes telah berhasil memberikan pelayanan kepada pasien COVID-19 dengan menyediakan 903 rumah sakit rujukan khusus pasien COVID-19. Selain itu, Kemenkes juga berupaya terus secara konsisten untuk menggalakan upaya 3T (testing, tracing, dan treatment) dan menghimbau masyarakat untuk menerapkan 3M (memakai masker, mencuci tangan, dan menjaga jarak). 

Berbagai upaya pengembangan organisasi telah dilakukan agar dapat memberikan pelayanan yang maksimal kepada masyarakat, namun kemenkes harus tetap waspada dan terus berupaya mempertahankan dan maksimalkan kinerja. Menjelang libur nataru pemerintah dikabarkan membatalkan PPKM level 3 yang direncanakan akan dilaksanakan untuk meminimalisir penyebaran COVID-19 pada suasana Nataru. Upaya Kemenkes terancam akan sia-sia apabila masyarakat tidak sadar diri dan mematuhi protokol kesehatan dengan tertib.

Sebab hakikatnya membasmi COVID-19 di Indonesia memang bukan hanya tugas kemenkes melainkan tugas seluruh warga negara Indonesia. Seluruh elemen pemerintah harus saling mendukung dan berkolaborasi dengan baik dan memberikan contoh nyata bagi pihak swasta dan masyarakat sehingga dapat berkontribusi berperang melawan COVID-19 dengan caranya masing-masing.

Dengan demikian, menjelang libur Nataru diharapkan seluruh masyarakat Indonesia tetap tertib menerapkan 3M sebagai bentuk kontribusi nyata melawan COVID-19. Selain itu, masyarakat juga dapat terus mengawal kinerja pemerintah dan secara aktif berdemokrasi dengan memberikan kritik serta saran agar pemerintah dapat terus memperbaiki kinerjanya dalam upaya melawan COVID-19.

Tulisan ini merupakan kiriman dari member Yoursay. Isi dan foto artikel ini sepenuhnya merupakan tanggung jawab pengirim.

Tampilkan lebih banyak