Keterampilan Menulis dalam Buku 'Yang tertulis Akan Abadi'

Hernawan | Sam Edy Yuswanto
Keterampilan Menulis dalam Buku 'Yang tertulis Akan Abadi'
Yang Tertulis Akan Abadi (DocPribadi/Samedy)

Menulis sama seperti aktivitas lain yang bisa dilakukan oleh siapa saja. Bahkan orang yang tak mengenyam pendidikan tinggi pun bisa mengawali karier sebagai seorang penulis. Syaratnya dia harus tekun menulis, belajar tanpa henti, dan memperbanyak sumber bacaan. 

Orang bijak berpendapat bahwa menulis itu adalah sebuah keterampilan. Sama halnya seperti keterampilan menjahit, berenang, atau menyetir kendaraan. Artinya, kita hanya perlu berlatih dan terus berlatih sampai menjadi mahir. Seorang sopir yang mahir, terampil dan terlatih misalnya, dia akan dapat menguasai jalan raya dengan baik, entah itu saat berada di jalan raya yang sempit, lebar, beraspal mulus maupun kasar. Demikian juga dengan seorang penulis, seiring latihan yang terus-menerus dilakukannya, tentu kelak dia akan dapat menulis dengan baik, lancar, dan dapat menghalau kendala (misalnya rasa malas) yang datang menerpa. 

Dalam dunia kepenulisan, kita akan mengenal dua jenis tulisan. Yakni, jenis tulisan fiksi dan nonfiksi. Cerita pendek (cerpen), novel, dan puisi adalah termasuk ke dalam jenis tulisan fiksi. Sementara esai, opini, buku-buku pelajaran, pengembangan diri, biografi dan sejenisnya, termasuk ke dalam jenis tulisan nonfiksi.

Buku berjudul ‘Yang Tertulis Akan Abadi; Seni Menulis dan Menerbitkan Buku di Zaman Now’ yang disusun oleh sederet penulis (seperti Artie Ahmad, Esty Dyah Imaniar, Ngadiyo, dan lain-lain) dari beragam latar belakang ini menguraikan jenis-jenis tulisan dengan bahasa yang mudah dicerna oleh pembaca.

Melalui buku terbitan Diomedia (2020) ini, pembaca akan memperoleh banyak wawasan seputar tata cara menulis karya fiksi dan nonfiksi sehingga dapat menjadi semacam penyemangat atau motivasi dalam menekuni dunia kepenulisan.

Esai adalah jenis tulisan nonfiksi yang bisa kita pelajari. Esty Dyah Imaniar menjelaskan, terdapat beberapa pengertian mengenai esai. Dalam KBBI, esai dijelaskan sebagai bahasan yang sepintas dan sifatnya personal. Hal ini sejalan dengan pendapat H.B. Jassin terkait esai, yaitu pikiran fragmentaris seorang penulis mengenai sesuatu hal yang  kebetulan menarik perhatiannya. Sehingga seringkali esai muncul tidak untuk memberikan solusi sebuah permasalahan, melainkan menyodorkan permasalahan tersebut untuk dipersoalkan. 

Meski begitu, menurut Wahyu Wibowo, tidak semua tulisan subjektif (personal) dapat disebut esai. Sebab baginya, esasis yang baik adalah orang-orang yang berpikiran kritis, berwawasan luas, terampil menulis, dan memiliki tingkat kematangan emosi yang terjaga. Sehingga tidak akan mudah kebakaran jenggot jika tulisannya dikritik bahkan dikecam (halaman 39-40).

Ngadiyo, dalam buku ini menguraikan bahwa daya gugah esai mengajak pikiran kita untuk diajak berpikir bersama, mengikuti alur penulisnya. Penulis esai disebut esais. Kadang esais bergegas merespons apa saja yang menjadi kegelisahan dirinya karena tersulut berita yang sedang marak dibicarakan. Ia berusaha memberikan pandangannya disertai narasi dan argumen juga disematkan kutipan-kutipan agar esainya lebih menarik dan kaya informasi.

 Masih banyak bahasan menarik lainnya yang tersaji dalam buku ini. Misalnya tentang perbedaan cerpen dan novel, perihal tahap-tahap menulis novel, kiat-kiat meresensi buku di media massa, cara mencari ide menulis buku-buku populer, dan lain sebagainya. Buku ini layak dijadikan sebagai salah satu sumber rujukan menulis bagi para penulis, khususnya mereka yang baru belajar menulis.

***

*Penulis lepas mukim di Kebumen.

Tulisan ini merupakan kiriman dari member Yoursay. Isi dan foto artikel ini sepenuhnya merupakan tanggung jawab pengirim.

Tampilkan lebih banyak