Buku berjudul ‘Fikih Wanita, Panduan Harian Muslimah’ karya Ustazah Herlini Amran, MA (Insan Media Pratama, 2011) ini berisi jawaban atas beragam persoalan yang biasa dialami oleh kaum wanita muslimah.
Salah satu persoalan yang kerap dialami oleh wanita adalah ketika ia menjalin hubungan dengan lelaki yang sudah beristri. Dalam buku ‘Fikih Wanita, Panduan Harian Muslimah’ ada seorang ibu yang berasal dari Jakarta mencurahkan persoalannya. Ibu tersebut adalah seorang janda cerai yang telah memiliki beberapa anak. Belum lama ini, ada seorang pria yang ingin memperistrinya, tapi sayangnya pria tersebut sudah berkeluarga alias memiliki istri.
Si ibu sebenarnya sudah tak ingin menikah lagi dengan alasan secara ekonomi ia sudah bisa membiayai anak-anak, tapi si sisi lain anak-anak membutuhkan figur seorang ayah. “Saya bingung sekali Bu Herlini, sebenarnya bagaimana sih poligami dalam pandangan Islam, apakah benar jika seorang suami akan menikah lagi harus seizin istri yang pertama?”
Ustazah Herlini lantas menjawab secara ringkas tentang poligami. Pada dasarnya Islam membolehkan berpoligami (ta’addud) untuk tujuan kemaslahatan manusia dengan tidak mewajibkannya kepada kaum muslimin. Syariat ta’addud dan pembatasannya terdapat dalam dua ayat firman Allah surat an-Nisa’ ayat 3 dan 129. Dengan diperbolehkannya berpoligami, bukanlah berarti memberikan ‘peluang’ untuk para suami menikah lebih dari satu tanpa disertai kesediaan secukupnya untuk berlaku adil dan mendidik anak istri.
Berpoligami adalah suatu tanggungjawab, bukan peluang untuk memenuhi hawa nafsu. Poligami mesti disertakan dengan komitmen yang tinggi untuk berlaku adil dan mendukung kemaslahatan bagi semua pihak. Faktor keadilan yang dimaksud adalah mencakup keadilan dalam tempat tinggal, makan, minum serta pelakuan lahir batin. Apabila seorang muslim ingin berpoligami sedangkan dia yakin bahwa dirinya tidak mampu menerapkan keadilan di antara istri-istrinya dalam masalah kebutuhan materi, maka itu adalah dosa di sisi Allah.
Menurut Dr. Musfir al-Jahrani, laki-laki yang ingin menikah pertama-tama harus mampu menyediakan biaya untuk menafkahi wanita yang akan dinikahinya, jika ia belum memiliki sumber rezeki untuk menafkahi istri, ia belum dibolehkan kawin dengan berdasarkan pengertian al-ba’ah dalam hadis (ya ma’syara asy-syabaab), begitu juga dengan laki-laki yang sudah punya istri satu namun belum mampu memberikan nafkah yang layak, maka ia tidak boleh berpoligami.
Selain membahas tentang poligami, tema atau persoalan lain yang dibahas dalam buku ‘Fikih Wanita, Panduan Harian Muslimah’ ini antara lain tentang seorang suami yang mudah mengucap kata cerai, apakah sah menceraikan istri padahal ia sedang haid, tentang seputar warisan, dan masih banyak yang lainnya. Semoga jawaban yang disampaikan oleh penulis dalam buku ini dapat menjadi pencerahan atas beragam problematika yang dialami oleh wanita muslimah.