Hidup di era modern, di mana kebutuhan semakin besar dan persaingan di segala bidang pekerjaan semakin ketat, menjadikan orang terpaku pada keinginannya sendiri. Hidup menjadi cenderung individualistis dan sekadar bagaimana mendapatkan keuntungan dan mencapai kesuksesan pribadi.
Namun, di buku berjudul A Tribute To Others ini, kita akan diajak merenungi pentingnya bisa menciptakan panggung kesuksesan dan kemuliaan bagi orang lain. Jamil Azzaini, seorang trainer sukses ini menyuguhkan ulasan menarik tentang kepemimpinan. Dengan bekal pengalaman menjadi trainer berpengalaman, dipadu referensi dan berbagai hasil penelitian, juga ditambah kisah-kisah nyata dalam kehidupan, trainer yang mendapat julukan “Inspirator SuksesMulia” ini tak sekadar memandu kita dalam merancang jalan dalam menciptakan panggung bagi orang lain.
Dengan dasar spiritualitasnya, kita akan dibawa pada renungan terdalam tentang pentingnya kebermanfaatan diri bagi orang lain. Penulis menegaskan, menciptakan panggung bagi orang lain memiliki energi positif karena akan mendapatkan balasan yang luar biasa besar. Pada dasarnya, secara spiritual, mendorong orang lain untuk berbuat kebaikan akan berbuah pahala yang sangat besar, bahkan terus mengalir sampai kita telah tiada.
Ketika kita membantu dan mendukung orang lain untuk naik kelas, dengan sendirinya kita akan mendapatkan dorongan untuk mengembangkan diri, memperkuat, dan mempercepat tercapainya visi. Sebab, dengan kata lain, pekerjaan-pekerjaan kita sudah diambil alih oleh orang yang hendak kita lahirkan, sehingga kita punya banyak waktu mengembangkan diri.
Penulis membagikan pengalaman hidupnya, di mana ia sudah tak perlu lagi ngantor setiap hari di beberapa perusahaannya. Sebab, sudah ada tim menajemen yang menjalankan. “Saya sudah bisa menjalankan jargon bisnis, ’bisnisnya tetap jalan, sementara yang punya bisa jalan-jalan,” tulisnya (hlm 45-46).
Untuk membangun landasan yang kuat tentang pentingnya menjadi seseorang yang bisa menciptakan panggung kesuksesan orang lain, penulis membuat sebuah konsep menarik tentang “derajat manusia”. Ada empat tingkatan derajat manusia dalam hidup, dari level paling rendah ke yang paling tinggi, yakni: “Aku yang tahu potensiku”, “Aku yang terlatih”, “Kita”, dan “Kita dan Dia”.
Orang di kelompok “aku yang tahu potensiku” sudah sadar bahwa ia punya kekuatan atau potensi, tetapi belum mau atau belum mampu mengoptimalkannya. Sementara orang-orang di kelompok “Aku yang terlatih” adalah orang yang tahu potensinya dan mengoptimalkannya, sehingga menjadi kualitas diri yang maksimal. Namun, ia sukses sendirian.
Kemudian, orang-orang di level “Kita”, memiliki kesadaran tentang pentingnya memikirkan dan membantu orang lain. Kesuksesan yang diraih telah berhasil membuatnya “selesai” dengan dirinya sendiri, sehingga mulai mendedikasikan hidupnya untuk kepentingan banyak orang. Level inilah yang sulit dicapai kebanyakan orang.
Saat sudah mendapatkan apa yang diinginkan, kesuksesan telah diraih, kebanyakan orang akan terus diperbudak keinginan pribadi—yang sudah pasti tak akan pernah habis jika terus dituruti. Bahkan, tak jarang kesenangan yang terus dikejar justru menjerumuskan dalam berbagai pelampiasan lembah hitam; dunia gelap, narkoba, pergaulan bebas, dan lain-lain.
Di titik inilah kemudian, level selanjutnya; “Kita dan Dia” melengkapi level “Kita”. Orang yang sudah sampai di level “Kita dan Dia” berarti telah meniatkan dedikasi pada level “Kita” sebagai amal saleh.
Level “Kita dan Dia” merupakan tempat bagi orang-orang yang bekerja atau mengabdi bagi kepentingan orang banyak dengan didasari ketaqwaan dan keimanan sebagai manusia—yang berkewajiban membantu sesama. “Selain pahala yang berlipat, Anda akan memiliki kekuatan luar biasa karena Anda telah melibatkan Penguasa alam semesta dalam proyek kehidupan Anda,” tulis Jamil (halaman 49-54).
Apa yang dipaparkan buku ini, di samping membentangkan jalan dan memandu menciptakan kesuksesan bagi orang lain, juga menyadarkan kita tentang betapa pentingnya membantu sesama.