Sejarah Hari Puisi Nasional dan Kematian Chairil Anwar

Hernawan | Fachry Fadillah
Sejarah Hari Puisi Nasional dan Kematian Chairil Anwar
Grafiti Chairil Anwar. [Net]

Bagi kalian yang menggemari karya sastra, khususnya puisi, tentu sudah tahu mengenai sebuah perayaan yang amat bersejarah bagi dunia perpuisian Indonesia. Ya, perayaan itu kemudian dijadikan sebagai momentum bersejarah bagi dunia perpuisian Indonesia, yang dirayakan setiap tanggal 28 April. Lalu ada apa dengan tanggal 28 April dan apa kaitannya dengan peringatan perayaan tersebut?

Setiap tanggal 28 April diperingati sebagai Hari Puisi Nasional, adapun asal-usul mengapa tanggal 28 April dijadikan sebagai Hari Puisi Nasional ialah karena bertepatan dengan hari kematian penyair legendaris Indonesia, yakni Chairil Anwar pada 28 April 1949.

Sedikit mengenai Chairil Anwar, ia merupakan seorang penyair yang menjadi pelopor Angkatan '45, sebuah angkatan baru bagi kesusastraan Indonesia. Chairil Anwar dilahirkan di Medan pada 22 Juli 1922, dan kemudian merantau ke Jakarta karena kondisi sosial ekonomi.

Di Jakarta itulah Chairil Anwar hampir setiap saat bergaul dengan para seniman dan cendekiawan, seperti pelukis Affandi, Sudjojono, HB Jassin (kritikus sastra), Rivai Apin, Asrul Sani, dan seorang intelektual bernama Sutan Sjahrir yang merupakan pamannya. Bisa dibilang, intelektualitas serta pandangan Chairil terhadap seni puisi berkembang dan terasah dengan sangat cepatnya ketika beliau tinggal di Jakarta, hal itu dibuktikan dengan lahirnya 70 karya puisi semasa hidupnya. 

Chairil Anwar kemudian dijadikan sebagai sebuah 'ikon' dalam kesusastraan Indonesia. Hal itu dikarenakan hampir keseluruhan puisi-puisinya mengangkat realitas yang ada dengan menggunakan seni bahasa Indonesia yang melampaui zaman, mengingat pada zaman itu bahasa Indonesia belumlah semaju yang sekarang ini. 

Chairil Anwar semasa hidupnya banyak mempengaruhi kesusastraan Indonesia, karena kiprahnya yang banyak bergelut dengan kesusastraan Indonesia. Chairil Anwar pernah berkata, "tentu mereka akan mengakuiku sebagai seorang penyair besar tatkala aku sudah mati". Hal itu terbukti benar adanya, karena saat ini bisa dibilang tidak ada yang mengenali Chairil Anwar, meskipun pada zamannya namanyq selalu mendapat kritikan karena puisinya yang tak sesuai standar. Akan tetapi kali ini, siapa yang tak mengenal sosok Chairil Anwar? Setiap kali namanya disebut, pasti yang muncul dalam benak kita ialah seorang penyair besar dengan sebutan legendarisnya yakni Si Binatang Jalang. 

Pada 28 April 1949, Chairil Anwar menghembuskan nafas terakhirnya di Rumah Sakit CBZ (sekarang RS Cipto Mangunkusumo) dan dimakamkan di TPU Karet Bivak Jakarta Pusat. Chairil Anwar meninggal di usia 27 tahun, akibat penyakit TBC dan Lever. Sesaat sebelum kematiannya, Chairil Anwar sempat menulis sebuah sajak yang berjudul "Yang Terempas dan Yang Putus", di mana pada larik keempat bait pertama ia mengatakan bahwa sewaktu dirinya meninggal, ia ingin dikuburkan di TPU Karet Bivak. 

Itu tadi merupakan sedikit ulasan mengenai sejarah hari puisi nasional dan sejarah hidup Chairil Anwar yang menjadi acuan perpuisian Indonesia. Di akhir kalimat saya berharap agar kita semua semakin tertarik untuk mengapresiasi puisi. Sebab, puisi dan umumnya karya sastra merupakan manifestasi dari perkembangan zaman.

Tulisan ini merupakan kiriman dari member Yoursay. Isi dan foto artikel ini sepenuhnya merupakan tanggung jawab pengirim.

Tampilkan lebih banyak