Manusia Purba Homo Floresiensis Belum Punah? Ini 6 Fakta Pendapat Para Ahli

Hernawan | Ary Yulianto
Manusia Purba Homo Floresiensis Belum Punah? Ini 6 Fakta Pendapat Para Ahli
Goa Liang Bua, lokasi penemuan manusia hobbit yang selanjutnya diberinama Homo Floresiensis. (Dok Pribadi)

Berdasarkan ilmu pengetahuan atau sains, manusia sudah ada di bumi ini sejak ratusan ribu dan bahkan sejak jutaan tahun yang lalu. Eksistensi manusia pada masa lampau bisa kita pelajari dengan disiplin ilmu arkeologi dan paleoantropologi.

Pasti kita sudah tidak asing dengan nama manusia purba seperti Homo sapiens, Homo erectus, Homo Paleo Javanicus, dan masih banyak lagi nama-nama manusia purba. Namun, tahukah kalian bahwa ada manusia purba yang menurut beberapa para ahli masih bertahan hidup hingga zaman modern. Manusia purba yang dimaksud adalah Homo floresiensis atau juga dikenal dengan hobbit. Homo floresiensis ditemukan di Liang Bua, Flores, Indonesia pada tahun 2003.

Tidak seperti manusia purba lainnya yang sudah dapat dipastikan telah punah, beberapa ilmuwan memiliki teori bahwa Homo floresiensis masih bertahan hidup sampai zaman modern. Merangkum laman Lives Science, berikut adalah enam fakta pendapat para ahli tentang keberadaan Homo floresiensis.

1. Argumen Homo floresiensis masih hidup sampai saat ini

Ada argumen dari seorang antropolog yang menyatakan bahwa Homo floresiensis tidak benar-benar terbukti telah punah, dan bahkan masih bertahan hidup hingga zaman modern. Gregory Forth, seorang antropolog pensiunan dari Universitas Alberta, Kanada menuliskan pendapatnya pada bukunya bahwa temuan “manusia kera” di Flores bisa jadi penampakkan nenek moyang manusia purba yang masih bertahan hingga sekarang. Forth mengatakan kepada Live Science bahwa “Kami benar-benar tidak tahu kapan spesies ini punah atau memang berani saya katakan kami bahkan tidak tahu apakah itu punah, jadi ada kemungkinan dia masih hidup.”

Argumen yang menyatakan bahwa Homo floresiensis masih hidup sampai zaman modern diperkuat oleh pendapat yang disampaikan oleh John Hawks, seorang ahli paleoantropologi dari University of Wisconsin, Madison. Hawks mengatakan kepada Live Science bahwa “Secara realistis, gagasan bahwa ada primata besar yang tidak teramati di pulau ini dan bertahan dalam populasi yang dapat menopang dirinya sendiri hampir mendekati nol.

2. Hasil penelitian lapangan para ahli

Tidak berhenti pada pendapat para ahli, kemungkinan Homo floresiensis masih hidup sampai zaman modern juga didasarkan pada hasil penelitian di lapangan yang dilakukan oleh Gregory Forth yang dimulai sejak tahun 1984. Selama melakukan penelitian di pulau Flores, Forth mendengar banyak cerita lokal dari warga tentang makhluk humanoid kecil berbulu yang hidup di hutan. Forth menuliskan cerita-cerita lokal tersebut dalam penelitiannya sampai tahun 2003, tahun dimana Homo floresiensis ditemukan.

Forth menuliskan dalam bukunya yang berjudul "Between Ape and Human: An Anthropologist on the Trail of a Hidden Hominoid," (Pegasus Books, 2022) bahwa "Saya mendengar tentang makhluk mirip manusia kecil yang serupa di wilayah bernama Lio, yang dikatakan masih hidup, dan orang-orang memberi penjelasan tentang seperti apa rupa mereka."

Dalam salah satu wawancara yang dilakukan Forth pada seorang pria di Flores, menjelaskan bahwa pria tersebut membuang mayat makhluk yang tidak mungkin monyet dan juga bukan manusia, dengan rambut lurus berwarna terang dan hidung yang berbentuk bagus, serta sebuah rintisan ekor. Selama bertahun-tahun melakukan penelitian ini, Forth telah menerima 30 laporan saksi mata tentang makhluk serupa yang sesuai dengan deskripsi Homo floresiensis.

3. Homo floresiensis diperkirakan ada sejak 700.000 tahun yang lalu

Temuan fosil berupa tulang Homo Floresiensi pertama kali ditemukan di gua Liang Bua di Flores pada tahun 2003. Elizabeth Veatch, seorang ahli arkeolog dari Museum Nasional Sejarah Alam Smithsonian mengatakan bahwa bukti termuda  dari fosil yang ditemukan pada gua tersebut berasal dari 50.000 tahun yang lalu. Namun, pada faktanya semenjak 60.000 tahun yang lalu, Homo floresiensis tidak banyak menggunakan situs tersebut, seperti yang dikatakan Veatch kepada Live Science bahwa "Berdasarkan bukti fauna, kemungkinan ada perubahan lingkungan yang terjadi sekitar 60.000 tahun lalu yang mengubah lanskap di sekitar Liang Bua yang menyebabkan Homo floresiensis bermigrasi ke tempat lain di pulau itu untuk mencari makan di habitat yang lebih sesuai."

Sementara itu, para arkeolog menemukan situs lain di Mata Menge, Flores pada tahun 2014 dengan temuan fosil mandibula dan gidi dari hominin yang berusia sekitar 700.000 tahun. Temuan fosil ini diperkirakan berasal dari populasi Homo floresiensis yang jauh lebih tua. Pada situs ini juga ditemukan alat-alat batu.

4. Ada peneliti yang meragukan teori Homo floresiensis belum punah

Temuan-temuan terkait Homo floresiensis di Flores selama ini menunjukkan bahwa Homo floresiensis memiliki sejarah panjang. Namun, para antropolog dan arkeolog tidak melihat indikasi bahwa Homo floresiensis hidup berdampingan dengan manusia modern, yang berarti Homo floresiensis tidak hidup sampai zaman modern.

Thompson, seorang peneliti yang juga mempelajari Homo floresiensis berpendapat bahwa kemungkinan cerita-cerita di wilayah Lio Flores merupakan memori budaya yang sangat mendalam. Thompson mengatakan kepada Live Science bahwa “Apa yang mungkin kita alami adalah situasi di mana Homo floresiensis berpotensi bertahan dalam mitologi untuk waktu yang sangat lama." Namun, Thompson juga skeptis jika ada primata setinggi kurang lebih 1 meter bisa tidak terdeteksi di Flores  hingga zaman modern.

5. Nenek moyang yang misterius

Dari mana spesies ini berasal mungkin adalah pertanyaan terbesar tentang Homo floresiensis. Homo floresiensis memiliki gigi yang sangat mirip dengan spesies Homo lainnya seperti Homo erectus  dan Homo sapiens. Homo floresiensis diperkirakan hadir di Indonesia kurang lebih 700.000 hingga 800.000 tahun yang lalu, jauh mendahului kehadiran Homo sapiens.

Namun, Homo erectus meninggalkan Afrika 1,8 juta tahun yang lalu, dan muncul di pulau Jawa sebelum Homo floresiensis hadir di Flores berdasarkan catatan fosil. Berdasarkan fakta data temuan ini, muncul teori yang menyebutkan bahwa Homo floresiensis adalah keturunan dari Homo erectus yang mungkin berevolusi dengan ukuran tubuh yang kecil sebagai akibat dari kehidupan di pulau tersebut, atau lebih dikenal dengan fenomena dwarfisme pulau.

Kepada Live Science, Thompson mengatakan ada masalah pada hipotesis tersebut. Homo erectus bertahan di pulau-pulau lain di Asia Tenggara pada ukuran tubuh normal sampai sekitar 115.000 tahun yang lalu, sehingga akan aneh jika dwarfisme pulau hanya terjadi di Flores dan tidak terjadi juga di pulau lainnya selama ratusan ribu tahun. Fakta lainnya mengungkapkan bahwa Homo floresiensis memiliki bahu dan pergelangan tangan yang tidak mirip dengan sepupu Homonya  dan lebih mirip nenek moyang manusia sebelumnya seperti Australopithecus. Bukti anatomis ini menunjukkan bahwa Homo floresiensis adalah keturunan nenek moyang manusia yang meninggalkan Afrika sebelum Homo erectus. Namun, para ilmuwan juga belum menemukan bukti arkeologis tentang siapa leluhur Homo floresiensis dan kapan mereka pergi.

6. Pengetahuan Homo Floresiensis akan terus berkembang

Hawks mengatakan bahwa dalam dekade terakhir ini masa keemasan bagi arkeolog Indonesia dan kolaborasi antara ilmuwan lokal dengan ilmuwan dari seluruh penjuru dunia. Hampir dapat dipastikan ada lebih banyak fosil Homo floresiensis baru yang akan ditemukan pada masa yang akan datang. "Fakta bahwa kami hanya memiliki beberapa situs yang mewakili hampir satu juta tahun tempat tinggal dari beberapa tempat ini memberi tahu kami bahwa ada banyak hal yang belum kami temukan," kata Hawks.

Itulah enam fakta tentang eksistensi manusia purba Homo Floresiensis. Kebenaran tentang teori para ahli bahwa spesies ini masih bertahan hidup di zaman modern masih menjadi teka-teki.

Tulisan ini merupakan kiriman dari member Yoursay. Isi dan foto artikel ini sepenuhnya merupakan tanggung jawab pengirim.

Tampilkan lebih banyak