Dikabarkan CNN pada Jumat (20/10/2023), miliaran kepiting salju yang berada di lapas pantai Alaska menghilang dari habitatnya dalam beberapa waktu tahun terakhir. Hilangnya kepiting yang menjadi komoditas perdagangan dalam jumlah yang sangat besar ini membuat para Ilmuwan penasaran untuk mengetahui penyebab dari peristiwa ini.
Kepiting salju yang memiliki nama latin Chionoecetes opilio, merupakan salah satu jenis kepiting yang habitatnya berada di lepas pantai Alaska seperti laut Bering, Beaufort, dan Chukchi. Spesies ini diawasi dan dikelola secara ketat di Laut Bering bagian timur karena nilai komersialnya sebagai makanan laut.
Kepiting yang mampu hidup selama 20 tahun ini, biasanya lebih menyukai hidup di dasar laut yang berpasir lembut atau berlumpur, yaitu perairan dengan kedalaman kurang dari 650 kaki (198 meter). Tempat tersebut dianggap memudahkan kepiting salju menggali untuk tempat berlindung jika merasa terancam oleh predator, dan juga sebagai tempat dari sumber makanan mereka yang hidup di sedimen, seperti dilansir laman Fisheries.noaa.
Penyebab hilangnya miliaran kepiting salju berdasarkan hasil penelitian
Melansir laman Live Science, berdasarkan hasil penelitian terbaru yang diterbitkan Kamis (19/10/2023) dalam jurnal Science, alasan miliaran kepiting salju hilang dari habitatnya adalah karena dampak dari gelombang panas yang terjadi pada 2018 hingga 2019 yang membuat kebutuhan kalori mereka berlipat ganda dan membuat mereka kelaparan. Gelombang panas membuat suhu laut mencapai suhu tertinggi dan mencapai rekor tertingginya dan penurunan es laut.
Para peneliti menduga bahwa hilangnya kepiting salju dalam jumlah yang sangat besar bukan karena tidak kuat menahan suhu yang lebih panas dibanding suhu keseharian di habitatnya.
Para peneliti lebih yakin hilangnya kepiting salju karena faktor kelaparan. Naiknya suhu pada habitat kepiting salju dianggap mempengaruhi metabolisme kepiting dan meningkatkan kebutuhan kalori mereka. Hal ini tercermin dari perubahan ukuran tubuh kepiting salju antara 2017 hingga 2018 saat gelombang panas terjadi, yaitu ukuran tubuh kepiting saju lebih kecil dari ukuran tubuh biasanya.
Pada hasil penelitian sebelumnya yang dilakulan di laboratorium menemukan bahwa kebutuhan energi kepiting salju meningkat dua kali lipat ketika suhu air naik dari 32 derajat 37,4 derajat Farenheit. Kenaikan suhu ini sebanding dengan kenaikan suhu pada habitat kepiting salju pada tahun 2017 hingga 2018.
Hilangnya kepiting salju dalam jumlah yang sangat besar ini baru disadari oleh para Ilmuwan pada tahun 2021. Karena pada tahun 2020 tidak dilakukan survei karena kendala pandemi virus corona. Jumlah kepiting salju di laut Bering berdasarkan survei tahun 2021 merupakan yang paling sedikit jika dibandingkan dengan hasil survei yang dilakukan sejak tahun 1975.