Ulasan Buku Hidup Bukan Hanya Urusan Perut, Kolom-kolom Pencerah Prie GS

Hayuning Ratri Hapsari | Rozi Rista Aga Zidna
Ulasan Buku Hidup Bukan Hanya Urusan Perut, Kolom-kolom Pencerah Prie GS
Buku Hidup Bukan Hanya Urusan Perut (Dok. Pribadi/Fathorrozi)

Siapa yang tak kenal Humor Sufi yang biasa disiarkan di kanal YouTube Coklat Tv yang dipandu oleh Gus Candra Malik dan Prie GS? Siapa yang tak mendapat banyak hikmah dari acara yang dikemas dengan canda humor ala pesantren itu?

Namun, salah satu dari keduanya, yaitu Supriyanto GS atau dikenal dengan Prie GS telah mengembuskan napas terakhirnya pada Jumat, 12 Februari 2021 lalu. Gus Candra Malik sangat merasa kehilangan dan tak mudah menemukan sosok Prie GS lain sebagai pengganti 'mitra kerja' di Humor Sufi.

Prie GS lahir, menetap dan meninggal dunia di kota kelahirannya, Semarang. Ia adalah seorang wartawan, penulis, kartunis, penyiar, dan pembicara publik dalam soal yang amat diminatinya: sosial dan kebudayaan.

Tak heran jika sebutan budayawan sering disematkan kepadanya. Ia banyak pula diundang berceramah untuk berbagai kalangan, mulai dari mahasiswa, pengusaha, pegawai negeri, komunitas agama, hingga Mabes Angkatan Laut. 

Buku Hidup Bukan Hanya Urusan Perut ini merupakan kumpulan kolom mingguan di tiga media: Tabloid Cempaka, Suara Merdeka Cyber News, dan di laman andriewongso.com. Kumpulan kolom ini semuanya pernah diudarakan di jaringan radio yang tersiar di 11 kota di Indonesia, dan sebagian pernah dimonologkan di televisi Indosiar dengan tajuk Belajar dari Kisah.

Dari 55 kolom yang termuat dalam buku ini, nyaris semuanya memberi bekas pencerahan yang mendalam. Sebut saja salah satu kolom yang bertajuk Manusia dan Burungnya. Tulisan ini memaparkan tentang rencana kebaikan yang justru mendatangkan derita.

Begini kisah lengkapnya: Di rumah Prie GS terdapat burung kepodang yang sangat disukai oleh semua keluarganya. Burung itu ia pelihara sejak masih bayi hingga pandai berkicau. Tak kurang ia dan keluarganya memanjakan burung itu dan merasa kurang sempurna jika ia belum mengganti sangkar tuanya.

Sangkar tua itu adalah sangkar yang lebih menyerupai rumah darurat. Sejak masih bayi rumahnya itu melulu, sebuah sangkar murah yang dianggap sudah tidak sepadan lagi dengan statusnya sebagai burung idola.

Biar tambah keren, burung itu akhirnya ia belikan sangkar baru yang sangat mewah dan mahal. Namun, tiba-tiba burung itu siang dan malam main tabrak sana-sini, menggelayut di jeruji sangkar dan mogok berkicau. Ia seolah menderita lahir dan batin. Burung itu pun menjadi burung linglung.

Dengan gayanya yang nyentrik, buku ini langsung mengena ke hati, menyampaikan kearifan secara arif, layaknya menyusuri sungai kehidupan dan menyadari keindahan yang selama ini terlewatkan. Buku ini sungguh layak dibaca, direnungkan, lalu diamalkan.

Tulisan ini merupakan kiriman dari member Yoursay. Isi dan foto artikel ini sepenuhnya merupakan tanggung jawab pengirim.

Tampilkan lebih banyak