Saya yakin setiap orang tentu pernah mengalami yang namanya sakit. Entah itu sakit yang sifatnya ringan maupun berat. Sakit, memang sesuatu hal yang tak pernah kita inginkan.
Saya sangat yakin, tak ada satu pun manusia di dunia ini yang ingin merasakan sakit. Oleh karena itu, menjaga kesehatan seharusnya menjadi pola hidup kita, sebagai sebuah upaya menjaga diri kita dari beragam gangguan penyakit.
Yang harus diperhatikan ketika sedang terserang penyakit adalah: jangan sembarangan menggunakan obat-obatan. Dalam buku Food Combining itu Gampang #2 karya Erikar Lebang dijelaskan agar proporsional dalam menyikapi pemakaian obat untuk mengatasi penyakit. Jangan mudah menganggap obat sebagai partner pendamping kita dalam menjalani hidup.
Obat sebagai partner mudah sekali berkhianat dan berbalik merusak kesehatan kita. Oleh sebab itu, kita harus bersikap bijak dalam mengonsumsi obat, lakukan dengan cermat dan sesuai kebutuhan, serta patuhi aturan yang berlaku. Satu hal yang harus diluruskan sedari awal adalah, ‘obat bukan substansi yang bisa dipergunakan untuk melanggengkan kesehatan’ (halamana 103).
Erikar Lebang menguraikan, obat dalam bentuk apa pun, konvensional ataupun herbal, bukan untuk mencegah penyakit atau merawat kesehatan. Obat adalah tindakan agresif invasif dalam melawan masalah kesehatan, baik itu disebabkan oleh bakteri, virus, parasit, ataupun penyebab lain.
Sesuatu yang invasif pasti bersifat merusak, tidak mungkin ada perang fisik yang membuat medan perang tak menjadi porak poranda. Setiap konsumsi obat akan menghasilkan kerusakan medan perang, ya tubuh Anda. Ini harus dicamkan baik-baik.
Menurut Erikar Lebang, bisa jadi, sakit di usia awal bisa diatasi dengan obat, tetapi apabila pola sama dijadikan sebagai sebuah kebiasaan yang menggampangkan masalah, lambat laun konsumsi obat akan merusak tubuh Anda secara akumulatif. Akan ada waktunya saat Anda harus membayar mahal kebiasaan ini saat divonis menderita penyakit berat di waktu tertentu.
Karenanya, diperlukan kehati-hatian ketika hendak mengonsumsi obat-obatan agar tidak menyesal di kemudian hari. Namun bersikap kritis terhadap pemakaian obat juga bukan berarti menciptakan sikap radikal untuk “anti-obat”. Memang, ada orang yang bertahun-tahun hidup sehat dan segar bugar, sehingga tak memiliki alasan untuk mengonsumsi obat.
Tapi, kita harus jeli melihat latar belakang orang tersebut. Bisa jadi, dia menjalani pola hidup sehat yang benar secara konsisten dan disiplin; atau, dalam skala lebih langka, tubuh seseorang memiliki cadangan enzim yang melimpah dan bisa digunakan secara ekstra untuk menguatkan daya tahan (halaman 104).
Membaca buku tentang kesehatan memang menarik dan perlu bagi siapa saja, guna menambah wawasan seputar kesehatan. Harapannya, kita akan selalu berusaha menjaga kesehatan dan tak mudah ketergantungan obat-obatan yang bisa menimbulkan efek samping yang merugikan.