Pergulatan Perempuan dalam Revolusi Kemerdekaan, Ulasan Kejatuhan dan Hati

Hernawan | Thomas Utomo
Pergulatan Perempuan dalam Revolusi Kemerdekaan, Ulasan Kejatuhan dan Hati
Kejatuhan dan Hati (Dokumentasi pribadi/ Thomas Utomo Saputro)

S. Rukiah, atau kadang disebut S. Rukiah Kertapati, adalah salah satu sastrawan terkemuka di awal Indonesia merdeka. Tulisan-tulisannya, baik fiksi maupun nonfiksi, deras berisi protes maupun kritik terhadap ketimpangan perlakuan terhadap perempuan. Ia juga concern dengan isu-isu sosial kemasyarakatan.

Tulisan-tulisannya kerap mendapat sorotan khalayak, lantaran substansinya yang kuat. Tulisan-tulisannya juga cukup sering memperoleh penghargaan. Umpamanya buku kumpulan puisi dan cerita pendek bertajuk Tandus. Karya ini diganjar hadiah sastra dari Badan Musyawarah Kebudayaan Nasional tahun 1952. Penghargaan tersebut sekaligus menempatkannya sebagai perempuan pertama Indonesia yang mendapat hadiah bergengsi di bidang kesusastraan dari lembaga terkemuka.

Namun, karena aktivitas Rukiah dalam kepengurusan Lekra (Lembaga Kebudayaan Rakyat), yang ditengarai turut serta dalam Peristiwa September Tiga Puluh, nama dan karya-karyanya dilenyapkan dari sejarah kesusastraan Indonesia modern.

Penerbit Ultimus Bandung mencoba mengangkat kembali ketokohan S. Rukiah melalui penerbitan karyatamanya, di antaranya Kejatuhan dan Hati ini.

Novel ini mengambil latar belakang saat pecahnya perang revolusi kemerdekaan. Dini, anak sulung dari dua bersaudara, semuanya perempuan, memutuskan kabur dari rumah. Ia memilih bergabung dengan kaum gerilyawan.

Sebabnya, ibu di rumah selalu mengolok-olok fisik dan perangainya yang dinilai tidak cukup perempuan. Tidak tampak feminin dan luwes macam Lina, adiknya. 

Sikap ibu tersebut, membuat Dini bertekad, "Ah, aku tak bercita-cita buat kawin. Siapa yang akan mau kepada perempuan yang sekasar dan seburuk aku ini? Jika Lina mau kawin lebih dulu, kawinlah. Aku cuma mau kawin dengan cita-citaku yang ada di dalam diri." (halaman 7).

Demikianlah. Dini akhirnya hidup bergerilya bersama para pejuang revolusi kemerdekaan. Aneka rupa pengalaman dia dapatkan. Hingga jalinan nasib mencampakkan ia kepada garis yang telah ditentukan laki-laki secara sewenang-wenang: yakni menjadi perempuan "baik-baik" menurut kriteria masyarakat pada umumnya.

Novel ini secara jelas dan tegas menggambarkan perempuan-perempuan keras kepala. Perempuan-perempuan yang tidak ragu menunjukkan pendapat maupun jati dirinya. Namun akhirnya takluk dan terkapar juga di hadapan nilai-nilai patriarkhi.

Novel ini juga merekam pergulatan persoalan antara kaum tua yang mengukuhi nilai-nilai lama dengan golongan muda yang berpikiran terbuka serta progresif.

Tulisan ini merupakan kiriman dari member Yoursay. Isi dan foto artikel ini sepenuhnya merupakan tanggung jawab pengirim.

Tampilkan lebih banyak