Hak asasi manusia adalah hak kebebasan fundamental bagi semua manusia, tanpa memandang jenis kelamin, suku, kebudayaan, ras, warna kulit, kebangsaan, agama, dan perbedaan lainnya. Hak asasi manusia mencakup hak sipil dan politik, seperti, hak untuk hidup, kebebasan berekspresi dan kebebasan mengemukakan pendapat. Selain itu ada juga hak sosial, budaya, ekonomi, dan hak untuk memeluk agama dan beribadah sesuai dengan keyakinannya, serta masih banyak hak didapatkan oleh setiap orang. Hak asasi manusia dilindungi dan didukung oleh hukum dan perjanjian nasional, maupun internasional.
Di dalam Islam HAM menganut beberapa prinsip dasar mengenai persamaan, kebebasan, dan juga penghormatan kepada sesama manusia. Persamaan dapat diartikan bahwa islam memandang semua manusia yang ada di bumi itu mempunyai kedudukan yang sama, hanya ada satu keunggulan yang dapat dinikmati oleh seorang manusia yaitu hanya dapat ditentukan dari ketakwaannya. Hal ini sudah sesuai dengan salah satu Firman Allah didalam surah Al-Hujurat ayat 13 yang berbunyi :
Artinya : “Wahai manusia! Sungguh, Kami telah menciptakan kamu dari seorang laki-laki dan perempuan, kemudian Kami jadikan kamu berbangsa -bangsa dan bersuku-suku agar kamu saling mengenal. Sungguh, yang paling mulia di antara kamu adalah orang yang paling bertakwa. Sungguh Allah Maha Mengetahui, Maha Teliti.”
Di dalam surah Al-Hujurat ayat 13 ini menegaskan bahwa tidak ada perbedaan nilai kemanusiaan antara laki-laki dan perempuan, ayat ini berjutuan agar sesame manusia saling mengenal dan memberikan manfaat pada satu sama lain.
Namun sayangnya, masih banyak dan sering kita jumpai beberapa orang yang melanggar HAM, contohnya adalah pembunuhan, pemerkosaan, penculikan, pengeroyokan, sampai pelecehan, dan masih banyak pelanggaran HAM yg lainnya.Dan tidak jarang para korban pelanggaran HAM tidak mendapatkan haknya yaitu keadilan. Padahal di Indonesia sendiri perhatian terhadap posisi korban di dalam peradilan pidana semakin nyata dengan diundangkannya Undang-Undang Nomor 13 tahun 2006 tentang Perlindungan Saksi dan Korban. Dalam undang-undang tersebut, terdapat tiga hal yang menjadi muatan pokok yaitu: rumusan hak-hak serta bentuk-bentuk perlindungan yang diberikan kepada saksi dan korban, aspek kelembagaan Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK), dan ketentuan mengenai pemberian perlindungan dan bantuan yang menyangkut aspek mekanisme prosedural bekerjanya LPSK.
Terdapat beberapa hak korban yang harus dijamin dan dilindungi oleh negara, yaitu :
- Hak korban atas tersedianya keadilan dan memperoleh ganti rugi dengan segera (baik berupa kompensasi maupun restitusi).
- Hak atas informassi mengenai hak-haknya dalam mengupayakan ganti rugi dan memperoleh informasi proses kemajuan proses hukum yang sedang berjalan, termasuk mengganti kerugian yg dialami korban.
- Hak untuk mengutarakan apa yang terjadi dan memberikan pendapat.
- Hak atas tersedianya bantuan selama proses hukuman dijalankan.
- Hak perlindungan dari gangguan/intimidasi/Tuntutan balik dari pelaku, perlindungan kebebasan pribadi dan keselamatan baik pribadi maupun keluarganya, dan saksi korban.
- Hak atas proses keadilan yang cepat dan sederhana tidak adanya penundaan dalam proses keadilan.
Peraturan-peraturan mengenai hukum dan pembuktian, sebagai instrumen hukum hak asasi manusia, pokok yang terkait erat pelanggaran hak asasi manusia yang berat adalah memberikan perhatian khusus bagi korban dalam proses berjalannya peradilan. Hal tersebut dianut dalam beberapa pasal yang mengatur tentang hak-hak korban selama proses peradilan berlangsung, di antaranya yaitu:
1. Hak atas perlindungan bagi korban selama proses peradilan berlangsung (pasal 57 yang mengatur perlindungan pada tahap pre trial maupun Pasal 68 yang berisi hak-hak korban selama proses persidangan, seperti partisipasi korban, mekanisme perlindungan dalam tahapan pembuktian untuk memberikan keterangan secara in camera maupun pengajuan bukti dengan sarana elektronika).
2. Hak atas jaminan perlindungan baik dalam konteks finansial maupun fasilitas lainnya bagi korban kejahatan dan keluarganya (Pasal 79 mengatur mengenai pembentukan Trust Fund untuk menjamin hak-hak korban kejahatan dan keluarganya).
Selain dari dua dokumen tersebut dalam ranah hukum hak asasi manusia dikenal pula prinsip-prinsip Van Boven dan Jonet, prinsip-prinsip pemulihan yang dimaksud adalah segala jenis ganti rugi (redress) yang bersifat material maupun non material bagi para korban pelanggaran hak – hak asasi manusia oleh karena itu hak kompensasi, restitusi dan rehabilitasi mencakup aspek – aspek tertentu dari pemulihan. Sedangkan dalam prinsip Joinet, secara garis besar merupakan usaha perlindungan dan pemajuan hak asasi manusia melalui langkah-langkah untuk menghapus impunitas dengan mengadopsi prinsip-prinsip dasar hak asasi manusia universal untuk diterapkan hingga pada upaya-upaya dalam bekerjanya mekanisme hukum domestik.
Dalam studi tersebut, terdapat empat point penting yaitu: hak untuk mengetahui, hak atas keadilan, hak atas reparasi, dan jaminan ketidak berulangan. Salah satu prinsip hak atas keadilan yang cukup penting untuk diangkat adalah ketentuan mengenai prinsip pembatasan yang dibenarkan oleh keinginan untuk memerangi impunitas, mengenai ketentuan amnesti dalam pelanggran hak asasi manusia yang berat. Jelas dalam prinsip tersebut menyatakan bahwa amnesti tidak dapat diberikan kepada pelaku pelanggaran sebelum korban mendapatkan keadilan melalui pengadilan yang efektif. Amnesti tidak boleh memiliki pengaruh hukum apapun terhadap proses peradilan yang diajukan oleh korban terkait dengan reparasi.
Sejak diberlakukannya undang-undang mengenai perlindungan bagi saksi dan korban dan diberlakukannya peraturan perundang-undangan nomor 44 tahun 2008, di dalam pelaksanaaan perlindungan bagi korban mengacu kepada dua peraturan perundang-undangan tersebut. Walaupun tidak bertentangan dengan kedua undang-undang tersebut peraturan pemerintah lainnya masih dapat diberlakukan, di dalam undang-undang tersebut hak-hak korban dan saksi tidak dibedakan secara khusus. Yang berarti undang-undang telah mengakomodasihak atas keadilan yang layak untuk korban karena adanya jaminan tentang perlindungan bagi korban yang telah didapatkan sejak awal proses pengadilan.