Sejatinya, setiap orang senang bila mendapat pujian. Ya, mendapat pujian, apalagi penghargaan, memang sangat menyenangkan. Misalnya, saat kita melakukan hal yang luar biasa di mata orang lain, biasanya pujian akan datang dari mereka dan biasanya kita akan merasa sangat senang dan bangga karenanya.
Memperoleh pujian dari sesama manusia saja terasa menyenangkan. Apalagi kalau kita mendapatkan pujian dari Allah. M. Husnaini dalam bukunya yang berjudul “Allah Pun “Tertawa” Melihat Kita” menyatakan, “Jika mendapatkan pujian dan sanjungan di hadapan manusia saja begitu menyenangkan, lantas bagaimana rasanya ketika kita dipuji, disanjung, dan dibanggakan Allah di hadapan para malaikat.” Dalam hadits riwayat Thabrani dan Hakim dijelaskan:
Dari Abu Darda bahwa Nabi Saw., bersabda: “Ada tiga golongan yang kelak dicintai Allah dan Allah tertawa kepada mereka sambil memberikan kabar gembira. Yaitu orang yang apabila melihat perang berkecamuk, dia segera turut berperang di belakang orang-orang karena Allah. Dia tidak peduli apakah nanti terbunuh atau diselamatkan Allah. Yang demikian itu cukup baginya, dan Allah berkata kepada para malaikat, “Lihatlah hambaku ini bagaimana dia begitu sabar demi Aku’. Kemudian orang yang memiliki istri cantik dan kasur yang empuk dan bagus, tetapi dia bangun malam hari. Maka Allah berkata, “Dia mengabaikan syahwatnya demi mengingat Aku. Padahal kalau mau, dia bisa saja tidur.” Kemudian orang yang dalam bepergian bersama rombongan, semua orang bangun lalu kembali tidur, maka dia tetap terjaga pada waktu sahur dalam keadaan lelah atau santai.”
Yang perlu ditegaskan di sini, bahwa ‘tawa’ Allah sama sekali tidak mirip dengan tawa manusia. Bahkan, akal kita tidak akan pernah mampu membayangkannya. Yang jelas, jika tawa manusia saja begitu menawan, tawa Allah pastilah maha menawan, dan belum pernah terbetik dalam khayalan sekali pun (halaman 77).
Dan saya yakin, ‘tawa’ Allah tersebut adalah wujud dari perasaan senang dan bangga terhadap hamba-hamba-Nya yang gemar berbuat kebaikan, dan selalu meningkatkan iman dan ketakwaan pada-Nya.
Selanjutnya tentang jihad, ternyata memiliki cakupan arti yang sangat luas. M. Husnaini menjelaskan, jihad tentu bukan hanya perang, melainkan lebih luas dari sekadar itu. Jihad bermakna mengerahkan segala kekuatan fisik, akal, dan hati dalam kebaikan dengan niat tulus karena rida Allah semata.
Sangat menarik membaca buku “Allah Pun “Tertawa” Melihat Kita”, sebuah buku berisi kumpulan tulisan beragam tema karya M. Husnaini yang diterbitkan oleh penerbit Quanta (2016) ini.
Mudah-mudahan terbitnya buku ini dapat dijadikan salah satu buku motivasi dan sumber inspirasi bagi Anda. Selamat membaca.