Bijak Menyikapi Kehidupan dalam Buku Kang Sejo Melihat Tuhan

Hernawan | Sam Edy Yuswanto
Bijak Menyikapi Kehidupan dalam Buku Kang Sejo Melihat Tuhan
Buku "Kang Sejo Melihat Tuhan" (Dokumen pribadi/Sam Edy)

Hidup itu membutuhkan kebijaksanaan. Tanpa membekali diri dengan sikap bijaksana, rasanya kita akan sulit diterima oleh masyarakat yang memiliki karakter beragam. Oleh karena itulah, kebijaksanaan di sini menjadi sesuatu yang teramat penting dan tak boleh kita abaikan.

Sikap bijaksana di sini misalnya, ketika menghadapi perbedaan di tengah masyarakat, kita tidak mudah menyalahkan, kita tidak gegabah menghakimi orang lain yang berbeda pandangan atau keyakinan dengan kita. Kebijaksanaan dapat dilihat dari seberapa luas jiwa kita menerima dan menghormati perbedaan-perbedaan orang-orang di sekitar kita.

Setiap orang sangat perlu belajar tentang kebijaksaan hidup. Belajar bisa dari mana saja, misalnya dari berbagai pengalaman hidup orang lain, termasuk pengalaman yang kita alami atau rasakan sendiri.

Membaca beragam buku-buku juga dapat meningkatkan sikap bijaksana. Misalnya, buku berjudul “Kang Sejo Melihat Tuhan” karya Mohamad Sobary ini. Buku ini berisi sekumpulan esai atau opini dengan tema yang beragam dan dapat dijadikan bahan renungan bersama.

Salah satu opini yang menarik dinikmati dan renungi berjudul “Kang Sejo Melihat Tuhan”. Dalam opini tersebut, penulis menguraikan kisah seorang tukang pijit tunatetra bernama Kang Sejo. Kang Sejo memiliki kebiasaan berdoa dengan kalimat pendek. Itu pun dengan bahasa Jawa, karena ia tak tahu bahasa Arab. Doanya seperti ini: Gusti Allah ora sare (Allah tak pernah tidur). 

Meskipun berdoa dengan kata-kata yang sangat pendek, tapi zikir Kang Bejo kuat. Soal ruwet apa pun yang dihadapi, wiridannya satu: “Duh, Gusti, Engkau yang tak pernah tidur”. Mohamad Sobary mengaku tertarik dengan cara hidup Kang Sejo. Ia belajar darinya.

Ketika Kang Sejo ditanya berapa kali mengucap doa “Duh Gusti” dalam sehari, jawaban Kang Sejo singkat saja, “tidak saya hitung”. Penulis buku ini lantas bertanya, “Lho, apa tak ada aturannya? Para santri kan dituntun kiai, baca ini sekian ribu, itu sekian ribu?” Jawaban Kang Sejo ternyata sangat bijaksana, “Monggo mawon (ya, terserah saja), Tuhan memberi kita rezeki tanpa hitungan, kok. Jadi, ibadah pun tanpa hitungan.”

Menurut saya, buku ini menarik dijadikan bahan introspeksi diri. Kita bisa menggali kebijaksanaan hidup lewat tulisan-tulisan Mohamad Sobary yang begitu mengalir dan mudah dicerna. 

Video yang mungkin Anda suka:

Tulisan ini merupakan kiriman dari member Yoursay. Isi dan foto artikel ini sepenuhnya merupakan tanggung jawab pengirim.

Tampilkan lebih banyak