Semua manusia pasti pernah dihadapkan pada pilihan sulit. Dilematis. Yang mau tidak mau ia harus memilih satu di antara sekian pilihan yang ada. Harus bersikap dan mengambil keputusan. Situasi dilematis inilah yang menimbulkan kebimbangan yang lazim kita kenal dengan konflik batin.
Soal konflik batin inilah yang menjadi pokok bahasan dalam buku “Mendamaikan Konflik Batin” terbitan Araska ini. Di dalamnya akan dikupas seputar permasalahan-permasalahan tentang konflik batin, mulai dari definisi, tipe orang yang rentang mengalami, faktor-faktor penyebab, hingga tips atau solusi menanggulangi dan berdamai dengan konflik batin.
Konflik batin adalah konflik yang terjadi di dalam diri seseorang. Sisi batin seseoranglah yang saling berperang (berkonflik). Tentu saja konflik ini terjadi karena sisi-sisi batin tersebut memuat keinginan atau gagasan yang saling bertentangan. Masing-masing saling ingin mengusai dan menundukkan. Dampaknya, orang yang mengalami konflik batin dilanda kegelisahan. (hal.14).
Setiap orang berpotensi mengalami situasi batin demikian, tapi menurut buku ini ada dua tipe manusia yang terbilang sangat rentang, yakni kaum pesimistis dan prefeksionis. Kaum pesimistis adalah orang-orang yang punya kebiasaan bersikap pesimis. Orang-orang yang masuk golongan ini rentang mengalami konflik batin, karena mereka senantiasa diliputi keraguan dalam menentukan sebuah pilihan atas sesuatu (hal. 34)
Sementara kerentanan kaum prefeksionis lebih disebabkan oleh sifat mereka yang senantiasa ingin tampil sempurna. Mereka ingin segalanya berjalan dengan sempurna. Alhasil mereka akan terjebak dalam kriteria kesempurnaan yang dibuat sendiri. Maunya menunggu semua detail sempurna. Jika memutuskan sesuatu, tidak mau kalau ada yang kurang, atau menimbulkan dampak buruk. Padahal, mana ada kesempurnaan di dunia ini. Dan kalau menunggu semuanya sempurna, kapan akan mengambil keputusan? Di titik inilah konlik batin akan muncul (hal.36).
Faktor penyebab konflik batin sendiri beraneka ragam. Namun, secara garis besar, penulis membagi menjadi dua. Faktor internal dan eksternal. Dari dalam diri sendiri dan dari luar diri. Dari dalam diri tergantung erat dengan mental dan kondisi kejiwaan seseorang. Orang yang kondisi kejiwaanya stabil, hubungan dengan Tuhan baik, dan mentalnya tangguh, dengan cepat ia akan mampu mengendalikan situasi. Cepat mengambil keputusan, dan tidak mau terus terombang-ambing oleh kebimbangan. Andai pun mengalami konflik batin, tidak berkepanjangan. Sebaliknya orang yang kejiwaanya labil, bermental lemah, akan mudah dilanda konflik batin (hal. 48-53). Sementara faktor internal bisa berasal dari keluarga, tetangga, atau rekan kerja. Faktor ini lebih mudah dikendalikan dibanding faktor pertama. Asal tidak digubris atau tidak didengar, maka faktor ini tidak berpengaruh (hal.56).
Selanjutnya, buku ini mengupas tips dan trik mencegah dan mengatasi koflik batin. Misalnya, untuk mencegah atau meminimalkan potensi timbulnya konflik batin, penulis menyarankan beberapa langkah, di antaranya mengenali dengan baik potensi dan keinginan diri, mengenali keinginan lingkungan atau orang terdekat, berani mengambil sikap, dan tidak menunda-menunda dalam menyelesaikan masalah yang timbul (hal 65-71).
Namun bila sudah terlanjur mengalami konflik batin, untuk mengatasinya penulis menyarankan beberap langkah, di antaranya adalah mencari penyebab utamanya, jujur kepada diri sendiri, berpikir kritis, senantiasa berpikir positif atas beberapa pilihan, serta menjalin dialog logis dengan diri sendiri (79-124).
Konflik batin seberapa pun kadar kerumitannya, dapat tiba-tiba menerpa siapa saja. Dari mana saja, dan lewat peristiwa apa saja. Maka, langkah terbaik bukan menghindar tetapi menghadapi dan sesegera mungkin mendamaikannya. Dan langkah-langkah konkritnya bisa ditemukan dalam buku ini.***
Sejarah buku:
Judul: Mendamaikam Konflik Batin
Penulis: Octavis Pramono
Penerbit: Araska
Cetakan: 1, Desember 2021
Tebal: 232 halaman; 14 x 20.5 cm
Video yang mungkin Anda suka: