Meski pemilu baru digelar pada tahun 2024 mendatang, tetapi sejumlah partai sudah mulai ancang-ancang. Mereka sudah mendeklarasikan calon presidennya. Gerindra misalnya mengusung Prabowo Subianto, NasDem mengusung Anies Baswedan, dan PSI mengusung Ganjar Pranowo.
Semua tokoh-tokoh tersebut tentu memiliki peluang sama besar. Namun, semuanya kembali pada rakyat. Rakyatlah yang akan menilai dan memutuskan lewat pemilu, siapa yang akhirnya akan dipercaya dan diberi amanah memimpin Indonesia selama lima tahun ke depan. Yang terpenting sekarang adalah memahami seperti apakah sesungguhnya pemimpin ideal itu? Rakyat harus paham ini, agar nantinya bisa memilih dengan tepat tokoh terbaik dari para tokoh yang diajukan partai.
Untuk menjatuhkan pilihan, tentu bukan hal mudah bagi rakyat. Namun demikian, dalam hal kepemimpinan kita memiliki sosok panutan, yakni Nabi Muhammad Saw. Tidak bisa disangkal, Nabi Muhammad Saw adalah sosok pemimpin paling ideal, baik sebagai pemimpin agama maupun pemimpin bangsa. Keberhasilan beliau dalam memimpin diakui oleh semua orang, lintas agama dan bangsa.
Dalam kepemimpinannya yang relatif singkat, beliau mampu melakukan hal luar biasa. Beliau mampu mengubah tatanan sosial politik masyarakat Arab yang dulunya semrawut dan berada di titik nadir menjadi teratur dan unggul. Beliau pun mampu menyatukan dan mendamaikan suku-suku di sana yang semula selalu bertikai dan berperang. Maka, tepat bila konsep kepemimpinan beliau yang nantinya dijadikan acuan dan referensi rakyat dalam memilih pemimpin atau presiden di pemilu mendatang.
Dalam buku Seni Kepemimpinan ala Nabi terbitan Araska ini akan dibahas konsep kepemimpinan beliau. Ada sejumlah konsep dasar kepemimpinan yang dipraktikkan. Salah satunya, dan merupakan intinya, adalah rasa tanggung jawab. Seorang yang memiliki rasa tanggung jawab maka akan menjalankan kepemimpinannya itu dengan sebaik-baiknya. Sebaliknya, seorang pemimpin yang tidak mempunyai rasa tanggung jawab maka dia akan menjalankan kepemimpinannya dengan sesukannya bahkan cenderung menyelewengkannya (hal.125).
Sementara, untuk menumbuhkan rasa tanggung jawab, seorang pemimpin, bagi Rasulullah Saw. haruslah sadar dan tahu diri kalau dirinya adalah seorang pemimpin. Dengan begitu, seorang pemimpin akan benar-benar bertangungjawab atas apa yang dipimpinnya. Sementara pemimpin yang bertanggungjawab akan menjalankan tugas-tugas dan kewajibannya dengan sungguh-sungguh dan maksimal. (hal.129).
Sementara, di era sekarang kerap kita lihat pemimpin dalam segala tingkatan, banyak yang kurang bahkan tidak sadar diri bahwa dirinya seorang pemimpin. Akibatnya, dalam menjalankan roda kepemimpinannya seenaknya sendiri, tidak punya rasa tanggung jawab pada orang atau rakyat yang dipimpin. Bahkan ketika ada hal atau masalah yang harus ditangani mereka buru-buru cuci tangan, dan melemparnya ke orang lain. Akibatnya banyak tugas atau masalah yang terbengkalai. Ujung-ujungnya rakyatlah sengsara karena banyak hak yang hilang. Maka penting sekali untuk memilih pemimpin masa depan yang memiliki rasa tanggung jawab atas apa yang dipimpinnya.
Konsep lainnya adalah musawarah dan mufakat. Sebagai pemimpin, Nabi Saw. selalu memutuskan perkara yang beliau hadapi melalui musawarah dan mufakat, baik di bidang agama, masyarakat, maupun keluarga. Salah satu manfaat musawarah dan mufakat ini adalah demi meminimalisir dampak negatif dari sebuah kebijakan (hal.134).
Ini mengisyaratkan bahwa sebelum mengeluarkan sebuah keputusan atau kebijakan seorang pempimpin harus mengkaji dan membahasnya terlebih dahulu dengan semua komponen terkaik. Ia harus mau mendengar tanggapan dan suara-suara mereka. Dengan begitu, tidak ada pihak yang dirugikan, dan semua kepentingan bisa terakomodir dengan baik.
Selain konsep di atas, dalam buku ini masih banyak konsep-konsep lain dari gaya kepemimpinan Nabi Muhammad yang dikupas. Semua itu bisa menjadi panduan bagi rakyat di pemilu 2024 untuk menentukan siapa sosok paling ideal untuk memimpin Indonesia lima tahun ke depan.***