Semua tentu sepakat, bahwa alam Indonesia begitu indah dan kaya raya. Indah panoramanya dan melimpah ruah hasil bumi dan tambangnya. Namun sayangnya manusianya tidak pandai memperlakukan alam dengan semestinya. Mereka lebih suka merusak, mengeksploitasi dan memperkosanya. Akibatnya keindahan dan kekayaan yang seharusnya mendatangkan berkah malah menjadi sumber petaka dan celaka. Bencana alam terjadi silih berganti. Anehnya, bukannya membuat manusia sadar dan buru-buru menginstropeksi diri malah menyalahkan, mengumpat, dan menuduh alam sebagai biang keroknya.
Nah, untuk bisa memperlakukan alam dengan semestinya kita harus mengenal alam dengan baik, minimal alam di mana kita tinggal. Itulah pesan penting Surono ilmuwan Geofisika lulusan S3 sebuah universitas ternama di Prancis yang disampaikan saat diwawancarai oleh Regina Safri, fotografer Kantor Berita Antara. Buku ini merupakan hasil wawancara tersebut.
Bagi Surono atau yang akrab dipanggil Mbah Rono, manusia selayaknya besikap ramah terhadap alam tidak lain karena pada kenyataannya usia bumi itu lebih tua bermilyar-milyar tahun daripada usia manusia. Bumi ada sejak sekitar 4,5 miliar tahun yang lalu, setelah itu tercipta gunung api-gunung api, juga flora fauna. Sementara manusia datang ke bumi dalam hitungan ratusan tahun yang lalu. Berarti manusia hanyalah tamu bagi bumi ini. Layaknya tamu, harus hormat terhadap tuan rumah. Dan salah satu bentuk keramahan manusia adalah dengan berbagi ruang dan waktu dengannya. Oleh karena itu, yang penting bukan kapan akan terjadi bencana, namun bagaimana kita senantiasa berbuat arif dengan tidak berebut ruang dan waktu dengannya (hal. 24).
Keramahan lainnya, menurut Mbah Rono adalah tidak menyahkan alam saat terjadi bencana. Sebab, alam itu jujur-jujur saja. Ia tidak punya sentimen dengan manusia atau kelompok tertentu. Justru manusia yang kurang ajar, keras kepala, dan suka memperkosa alam.
Mbah Rono mencontohkan, saat gunung meletus kita yang harus mengalah, minggir dulu, bukan malah berebut ruang dan waktu dengannya. Ketika gunung meletus sebetulnya sedang memperbaiki dirinya. Persis seperti manusia ketika sakit perut, maka akan “memperbaiki diri” dengan pergi ke toilet atau memakai minyak angin (hal.28).
Jadi, kita harus mengerti terhadap kemauan alam. Dan bagi Mbah Rono itu hukumnya wajib. Masyarakat harus mendapatkan informasi tentang kondisi alam Indonesia, terutama alam yang mereka tinggali. Untuk itu, semestinya ada pendidikan alam sejak dini. Para siswa dipaksa untuk mengetahui alam, setidaknya paham dan mengenal kondisi dan karaker alam tempat mereka tinggal.
Selanjutnya, dalam lembar-lembar lain buku ini, Mbah Rono menjelaskan tentang berbagai fenomena dan bencana alam yang kerap terjadi lengkap dengan teori-teori dalam memperlakukan dan menyikapinya. Menariknya, semua itu disampaikan dengan bahasa yang sangat mudah dipahami oleh semua kalangan. Betul-betul buku yang akan memperkaya pengetahuan kita terhadap bumi dengan segala kemauannya.