Jelajah Jiwa Hapus Stigma: Kisah 2 Pelukis yang Memutuskan Mengakhiri Hidup

Hayuning Ratri Hapsari | Rizky Melinda Sari
Jelajah Jiwa Hapus Stigma: Kisah 2 Pelukis yang Memutuskan Mengakhiri Hidup
Cover buku Jelajah Jiwa Hapus Stigma (Twitter/@MadTeaBookClub)

Perihal bunuh diri, ada satu buku menarik yang ditulis oleh seorang dokter spesialis kejiwaan berjudul Jelajah Jiwa, Hapus Stigma: Autopsi Psikologis Bunuh Diri Dua Pelukis.

Identitas Buku: 

Judul Buku: Jelajah Jiwa, Hapus Stigma

Penulis: Dr. dr. Nova Riyanti Yusuf, SpKJ

Penerbit: Buku Kompas

Jumlah Halaman: 290 Halaman

Cetakan kedua: November 2021

Ulasan Buku:

"Bila penulis yang telah tiada meninggalkan karya tulis yang mudah dibaca karena berupa rangkaian kata, maka pelukis meninggalkan karya berupa lukisan, sketsa, atau coretan lainnya yang sulit dipahami orang lain." –halaman 148.

Berbicara tentang suicide mungkin masih dianggap agak tabu dan tidak seharusnya dibicarakan, terutama bagi keluarga korban. Namun, melalui buku ini, pembaca akan diajak untuk melihat sisi lain dari kejadian suicide

BACA JUGA: Motherhood: Pengungkapan Kasus Bunuh Diri Siswa SMA yang Menguras Psikologi

Kematian dua pelukis yang bisa dibilang sukses di bidangnya masing-masing karena bunuh diri menjadi bukti bahwa apa yang berhasil diraih belum tentu membawa kebahagiaan dan kedamaian dalam hidup seseorang.

Banyak faktor lain yang memengaruhi kehidupan seseorang sehingga akhirnya ia memutuskan untuk mengakhiri hidupnya.

Menyimak perjalanan penulis dalam melakukan autopsi psikologis mengenai kematian dua pelukis yang bunuh diri sedikit banyak cukup menantang, apalagi untuk aku yang lumayan jarang membaca buku-buku bertema serupa.

Seakan diajak untuk menyelam ke kolam yang jarang aku jamah. Namun, di kolam ini justru ada banyak hal baru yang menanti. Mulai dari berbagai istilah penelitian, berbagai tipe kepribadian seseorang, hingga diajak untuk mengenal dunia lukisan.

BACA JUGA: Sinopsis Film Smile: Senyuman yang Berakhir Bunuh Diri Masal

Tentu tidak mudah membaca apa yang dituangkan pelukis dalam sebuah lukisan, apalagi jika pembuatnya sudah tidak ada. Seakan meraba di tempat yang gelap.

Namun, inilah saya tarik buku dan penelitan yang diangkat. Berusaha menyelami berbagai faktor yang melatarbelakangi para pelukis hingga akhirnya mereka memutuskan untuk mengakhiri hidup. 

Ternyata dunia seni sangat dekat dengan risiko kesehatan mental, karena pada prosesnya para seniman memang senang menyendiri demi memenuhi tuntutan imajinasi.

Buku ini membuatku lebih aware terhadap isu-isu kesehatan mental. Bisa jadi bukan keinginan mereka untuk mengakhiri hidup begitu saja, di balik itu semua, besar kemungkinan mereka sebenarnya meminta bantuan tetapi orang di sekitarnya terlalu abai dan menutup mata.

Cek berita dan artikel lainnya di GOOGLE NEWS

Tulisan ini merupakan kiriman dari member Yoursay. Isi dan foto artikel ini sepenuhnya merupakan tanggung jawab pengirim.

Tampilkan lebih banyak