Hadratus Syaikh Mbah Hasyim Asy'ari sangat dikenal dan bertempat istimewa di hati masyarakat Indonesia, terutama umat Islam di Jawa Timur. Beliau adalah pengasuh Pondok Pesantren Tebuireng Jombang, sekaligus pencetus organisasi Nahdhatul Ulama.
Kendati beliau telah wafat, nama beliau abadi di hati, juga banyak dijadikan nama jalan di banyak kota di Indonesia. Makam tempat peristirahatan terakhir beliau juga ramai diziarahi umat muslim dari segala penjuru, baik malam maupun siang.
BACA JUGA: Gus Mus: Bulan Ramadan sebagai Momentum untuk Berdialog dengan Diri Sendiri
Berkat jasa-jasa dan prestasi beliau dalam membangun bangsa, beliau diangkat menjadi Pahlawan Nasional, bersama putera beliau juga, KH. Abdul Wahid Hasyim. Kisah perjuangan beliau berdua ditulis dalam buku Riwayat Hidup KH. A. Wahid Hasyim yang terbit tahun 1957.
Sangat banyak karya-karya Hadratus Syaikh Mbah Hasyim Asy'ari. Beberapa kitab karya beliau sebagian besar sudah diterjemahkan ke dalam bahasa Indonesia, namun penyebarannya kurang meluas.
Seperti buku yang berjudul Wejangan Hadratus Syaikh Mbah Hasyim Asy'ari ini, merupakan buku terjemahan dari kitab beliau, yaitu At-Tibyan, yang di dalamnya berisi tentang pemikiran-pemikiran beliau terkait pentingnya menjalin tali silaturrahim antar umat Islam. Juga berisi Qanun Asasi (Undang-Undang) Nahdhatul Ulama, risalah tentang pentingnya berpegang teguh kepada mazhab yang empat, nasihat-nasihat beliau, juga berisi 40 hadis yang menjadi prinsip dasar Nahdhatul Ulama.
Di dalam buku ini, beliau membangun kesadaran kita betapa bahayanya memutus tali persaudaraan, betapa bahaya hubungan antar kerabat dan sahabat yang terjalin buruk. Akibat yang akan diperoleh dari memutus tali silaturrahmi adalah sikap saling membenci, saling iri dengki dan saling tidak bertegur sapa.
Sementara nasihat beliau untuk ulama dan umat Islam di dalam buku ini terdapat pada bagian Muqaddimah Qanun Asasi dan Mawaidz.
Kepada para ulama, beliau bernasihat, "Wahai para ulama dan pemimpin yang bertakwa. Kalian telah memperoleh ilmu dari generasi sebelum kalian. Dan orang sebelum kalian telah memperolehnya dari generasi sebelumnya dengan sanad yang tiada putus. Dan kalian telah menjadi tahu sebab belajarnya kalian kepada guru. Kalian adalah penjaga dan pintu ilmu bagi generasi setelah kalian. Dan jangan sekali-kali mendatangi rumah, kecuali dari pintunya. Barangsiapa yang mendatangi rumah tidak melewati pintu, berarti dia disebut pencuri." (hlm. 59).
Sementara nasihat beliau kepada umat Islam, beliau mengajak untuk bergabung dengan organisasi Nahdhatul Ulama yang menebar damai, kasih sayang, rukun, bersatu jiwa dan raga. Beliau juga menyeru agar umat Islam tetap saling memberi nasihat dan tolong menolong.
BACA JUGA: Fasilitas Kesehatan PPU, Cukupkah Topang Penduduk IKN Nusantara?
Saling tolong menolong adalah inti kestabilan bermasyarakat. Karena andai kata tidak saling tolong menolong, maka cita-cita akan lumpuh. Karenanya, akan timbul rasa tidak mampu untuk bisa menyelesaikan urusan-urusan berat (hlm. 64).
Dari dua nasihat ini dapat disimpulkan, ulama harus menyebarkan ilmunya kepada masyarakat, memberi pemahaman dan nasihat, sebagaimana ilmu-ilmunya yang telah didapat dari para guru. Sedangkan masyarakat, harus tunduk kepada ulama dan saling menolong untuk mencapai harapan bersama.