Buku Tuhan Itu 'Maha Santai', Maka Selowlah... ini, memuat banyak tema tentang keislaman. Salah satunya mengenai syariat, hakikat, ketegangan yang kerap terjadi antar umat Islam, cara berdakwah yang efektif, cara berguru yang benar, ilmu balaghah, tasawuf, perempuan salat jemaah di masjid, dan memilih waktu untuk menikah.
Semua pembahasan dalam buku karya Edi AH Iyubenu ini cukup detail, gamblang, disampaikan dengan bahasa lugas, serta bereferensi jelas. Hal tersebut bisa dibuktikan kala penulis memaparkan tentang pernikahan dengan judul Apakah Menikah Memang Wajib Disegerakan?
BACA JUGA: Ulasan Buku 'Abu Nawas', Sosok yang Sangat Dermawan hingga Jatuh Miskin
Penulis membuka uraian dengan pertanyaan seperti pertanyaan-pertanyaan yang biasa ditanyakan oleh orang-orang kampung atau masyarakat desa saat bersalam-salaman di momen lebaran. Apa jawaban kalian ketika mudik kemarin saat ditanya sama kerabat, sahabat, dan tetangga ihwal: mana pasangannya, kapan nikah nih, kok nggak disegerain aja, nunggu apa lagi sih?
Penulis lalu meneruskan kajiannya yang barangkali bisa dijadikan penenang diri menghadapi pertanyaan-pertanyaan sejenis tersebut.
Tersebutlah sahabat terkemuka yang masuk dalam golongan sahabat Nabi Saw yang dijamin masuk surga, yakni Abdurrahman bin Auf. Ketika Nabi Saw hijrah ke Madinah, Abdurrahman bin Auf dipaksa oleh orang kafir Quraisy Makkah untuk meninggalkan semua hartanya. Hanya baju yang melekat di badannya yang boleh dibawa.
Setiba di Madinah, ia disambut oleh para Anshar. Salah satunya adalah saudagar kaya Madinah. Saudagar tersebut menjamu Abdurrahman dengan sangat mewah. Sambil menikmati suguhan, saudagar itu membujuk Abdurrahman untuk segera menikah.
"Saya sungguh ingin menghadiahkan separuh harta saya kepada Anda. Saya juga memiliki sejumlah istri, silakan Anda pilih yang mana yang Anda sukai, saya akan menceraikannya untuk Anda nikahi," ucap saudagar kaya Madinah tersebut.
BACA JUGA: Komik May As Well Die 2: Terjebak Time Leap Tanpa Ujung Bersama Atasan!
Abdurrahman bin Auf hanya menanggapinya dengan senyuman. Ia lalu bertanya lokasi pasar. Dari nol ia merintis usahanya di pasar. Dedikasi, perjuangan, dan komitmen yang dimiliki Abdurrahman dalam berdagang, akhirnya dalam waktu setahun, ia telah menjadi saudagar kaya raya di Madinah.
Suatu saat Sa'ad bin Abi Waqash bertanya kepada Abdurrahman bin Auf mengenai alasan Abdurrahman mengundur waktu menikah. Ia menjawab bahwa masih ingin berdagang.
Sa'ad bin Abi Waqash lalu melanjutkan dengan berkata, "Saya ini punya dua istri. Ambillah istriku yang mana kau sukai, nikahilah!"
Namun, lagi-lagi Abdurrahman hanya senyum-senyum, menggeleng dan menolak secara halus.
Dengan kajian ini, penulis seakan ingin menegaskan bahwa pilihan waktu menikah merupakan hak personal setiap orang. Sebab, memang hanya dia yang paling tahu momen terbaik baginya, paling tahu waktu pas untuk kesiapannya, baik secara lahiriah, mental maupun ekonomi.
Cek berita dan artikel lainnya di GOOGLE NEWS