Buku 'Kami Tidak Lupa Indonesia', Kisah Orang-Orang yang Hidup di Perantauan

Candra Kartiko | Sam Edy
Buku 'Kami Tidak Lupa Indonesia', Kisah Orang-Orang yang Hidup di Perantauan
Ilustrasi Buku 'Kami Tidak Lupa Indonesia'. (Dok. Pribadi/samedy)

Bagi sebagian orang, merantau ke laur kota bahkan luar negeri menjadi sebuah pilihan hidup. Ada yang memang karena benar-benar ingin merantau, sebagian lagi karena keterpaksaan atau tuntutan keadaan. 

Misalnya bagi mereka yang merasa kesulitan mendapatkan pekerjaan di negeri sendiri, sehingga kemudian memilih untuk mencari pekerjaan di luar negeri. Hal ini tentu tidak mengherankan karena bekerja di luar negeri bisa gajinya tergolong lumayan, meski pekerjaan yang dilakoninya itu terasa berat, seperti menjadi pembantu rumah tangga.

Ada juga yang merantau bukan karena mencari pekerjaan, tetapi bertujuan menimba ilmu. Seperti para orangtua yang menyekolahkan anak-anaknya hingga luar pulau, bahkan luar negeri. Meski tak menutup kemungkinan, mereka yang mencari ilmu hingga ke luar kota bahkan negara lain, kelak juga akan mencari pekerjaan di sana. 

BACA JUGA: Ulasan Buku 'Blues untuk Bonnie': Buku yang Memuat Beragam Jenis Puisi

Para perantau biasa disebut dengan kaum diaspora. Dalam buku ini, Viraysmaut menjelaskan diaspora dalam arti sempit adalah perantau, yaitu orang yang meninggalkan tanah kelahirannya untuk pergi ke daerah atau ke negara lain untuk mencari kehidupan yang lebih baik, ketimbang di daerah atau negaranya sendiri. 

Bila kita membaca kisah kehidupan kaum diaspora tentu saja menarik. Karena banyak hal atau kejadian yang bisa menambah wawasan kita. Juga banyak hikmah atau pelajaran yang bisa kita petik dari kisah perjalanan hidup mereka.

Buku dengan judul ‘Kami Tidak Lupa Indonesia’ yang diterbitkan oleh Bentang Pustaka (2014) mengisahkan para kaum diaspora yang bisa dijadikan sebagai bahan renungan sekaligus menambah wawasan para pembaca.

Para penulis yang mengisahkan perjalanan hidupnya menjadi diaspora dalam buku ini adalah para Kompasianer (sebutan untuk para penulis yang biasa mengisi tulisan di blog Kompasiana). Mereka, melalui tulisannya dalam buku ini, mengenalkan semangat keindonesiaan pada dunia melalui gerakan soft diplomacy. Mereka adalah duta-duta bangsa dalam berbagai perspektif: bekerja, belajar, melakukan penelitian, sampai sengaja mencari kewarganegaraan. 

BACA JUGA: Ulasan Buku 'La Rangku', Kisah Menyedihkan Bocah yang Kehilangan Ibunya

Salah satu kisah yang menarik dibaca ditulis oleh Anazkia, perempuan yang memutuskan menjadi TKW di Malaysia. Bukan perkara mudah baginya ketika akan berangkat ke Malaysia. Sebab ibu merasa berat untuk melepaskan putrinya bekerja di Malaysia, dengan alasan: banyaknya kejadian buruk yang menimpa TKW di Malaysia. Namun, pada akhirnya ia berhasil meyakinkan ibunya. Beruntung, saat di Malaysia, ia mendapatkan majikan yang begitu baik padanya. 

Bagi Anazkia, tinggal di negara orang tak lagi membawa nama orangtua, tak juga mencantumkan nama desa, tak pula nama kota asalnya, tetapi ia membawa nama bangsa, bangsa Indonesia. Di Malaysia, ia berperan sebagai diplomat atas nama anak bangsa, bukan sebagai diplomat wakil negara. “Kalau salah laku saya, kalau tersilap tindak saya, bangsa sayalah yang terkena imbasnya” (hlm. 23).   

Kisah-kisah menarik lainnya dari kaum diaspora bisa disimak lebih lanjut dalam buku ini. Terbitnya buku ‘Kami Tidak Lupa Indonesia’ merupakan kerja sama antara penerbit Bentang Pustaka dan Kompasiana. Selamat membaca. 

Tulisan ini merupakan kiriman dari member Yoursay. Isi dan foto artikel ini sepenuhnya merupakan tanggung jawab pengirim.

Tampilkan lebih banyak