Selama ini, kehidupan masyarakat nelayan di pesisir pantai mungkin kurang terekspos oleh publik atau berbagai media massa. Padahal banyak cerita yang perlu diungkap terkait kehidupan para nelayan yang penuh dengan suka dan duka.
Bahkan, nelayan harus bertarung dengan ganasnya lautan. Ibarat kata, demi mendapatkan ikan-ikan, mereka rela mempertaruhkan nyawanya. Semua itu dilakukan untuk mencukupi kehidupan sehari-hari. Terlebih bagi mereka yang memiliki anggota keluarga yang tak sedikit.
Dalam buku “Jaminan Sosial Nelayan” dijelaskan bahwa masyarakat nelayan dan sumber daya kelautan dan perikanan yang menjadi tumpuan hidup mereka, tidak sarat dengan berbagai persoalan krusial yang kompleks, tetapi juga menyimpan potensi dan harapan masa depan yang menjanjikan, jika dikelola dengan baik dan bertanggung jawab.
Oleh karena itu, berbagai pihak harus memberikan kepedulian yang besar terhadap pembangunan masyarakat nelayan dan kawasan pesisir-laut dengan tujuan agar potensi sumber daya manusia dan sumber daya alam yang tersedia dapat didayagunakan untuk menyejahterakan kehidupan masyarakat nelayan secara berkelanjutan.
Kusnadi, penulis buku ini, mengungkapkan, sebagian besar kategori sosial nelayan Indonesia adalah nelayan tradisional dan nelayan buruh. Mereka adalah penyumbang utama kuantitas produksi perikanan tangkap nasional. Walaupun demikian, posisi sosial mereka tetap marginal dalam proses transaksi ekonomi yang timpang dan eksploitatif sehingga sebagai pihak produsen, nelayan tidak memperoleh bagian pendapatan yang besar.
BACA JUGA: 71 Nasihat Jalaluddin Rumi untuk Pendidikan Ruhani dalam Buku Fihi Ma Fihi
Pihak yang paling beruntung adalah para pedagang ikan berskala besar atau pedagang perantara. Para pedagang inilah yang sesungguhnya menjadi “penguasa ekonomi” di desa-desa nelayan. Kondisi demikian terus berlangsung menimpa nelayan tanpa harus mengetahui bagaimana mengakhirinya.
Kondisi kesejahteraan sosial yang memburuk di kalangan nelayan sangat dirasakan di desa-desa pesisir yang perairannya mengalami overfishing (tangkap lebih) sehingga hasil tangkap atau pendapatan yang diperoleh nelayan bersifat fluktuatif, tidak pasti, dan semakin menurun dari waktu ke waktu.
Dalam situasi demikian, rumah tangga nelayan akan senantiasa berhadapan dengan 3 persoalan yang sangat krusial dalam kehidupan mereka, yaitu (1) pergulatan uuntuk memenuhi kehidupan sehari-hari, (2) tersendat-sendatnya pemenuhan kebutuhan pendidikan anak-anaknya, dan (3) terbatasnya akses mereka terhadap jaminan kesehatan (Jaminan Sosial Nelayan, hlm. 2).
Kehadiran buku “Jaminan Sosial Nelayan” karya Kusadi yang diterbitkan oleh LKiS (2007) ini merupakan upaya untuk menggugah kepedulian berbagai pihak, khususnya para perencana dan penentu kebijakan pembangunan, politisi dan pengamat politik, kaum akademisi, pemberdaya masyarakat miskin, aktivis gerakan sosial dan lingkungan, serta praktisi pendidikan masyarakat agar berperan serta dalam memetakan potensi masyarakat nelayan dan kawasan pesisir-laut sebagai basis konseptual dalam merumuskan kebijakan tentang pembangunan bangsa pada masa depan.
Cek berita dan artikel lainnya di GOOGLE NEWS