Review Film Are You There God? It's Me, Margaret, Refleksi Spiritualitas

Hernawan | Athar Farha
Review Film Are You There God? It's Me, Margaret, Refleksi Spiritualitas
Film Are You There God? It's Me, Margaret (IMDb)

Netflix resmi menayangkan “Film Are You There God? It's Me, Margaret” pada 10 November 2023. Agak berat mengulasnya, makanya baru aku bikin. 

“Film Are You There God? It's Me, Margaret”, merupakan sebuah drama komedi Amerika tahun 2023 yang mengangkat cerita tentang pencarian identitas agama dan persahabatan di kalangan remaja. Film ini diadaptasi dari novel karya Judy Blume yang diterbitkan pada tahun 1970, dengan Kelly Fremon Craig sebagai sutradaranya.

Abby Ryder Fortson, Rachel McAdams, Elle Graham, Benny Safdie, dan Kathy Bates menjadi bintang-bintang yang turut memeriahkan film ini. "Are You There God? It's Me, Margaret".

Margaret Simon, tokoh utama dalam film, menghadapi kebingungan identitas saat keluarganya pindah dari New York City ke pinggiran kota New Jersey. Ayahnya beragama Yahudi, ibunya Kristen, menciptakan kekompleksan dalam menentukan identitas agama Margaret.

Dalam momen-momen pencariannya, Margaret sering merangkul doa pribadinya, "Are You There God? It's Me, Margaret," sebagai ungkapan kebingungannya dalam menentukan jati diri dan agamanya sebagai seorang remaja. 

Ulasan:

Film ini menyoroti pertanyaan-pertanyaan khas pertumbuhan dan identitas tanpa berlebihan, menciptakan narasi yang relevan dan mudah dipahami, juga penuh dengan dialog remaja yang mengalir begitu saja, sehingga membawa penontonnya ke dalam dunia yang penuh warna, kegembiraan, dan ketidakpastian masa gadis remaja.

Namun, yang membuat film ini begitu unik adalah sentuhan spiritualitasnya yang menghadirkan refleksi mengenai hubungan manusia dengan Sang Pencipta. Dialog-dialog yang dihadirkan dengan ringan tetapi penuh makna mengajak penonton merenung tentang eksistensi dan tujuan hidup. Oh, iya, rasa film ini juga terasa ‘perempuan banget’.

Para karakter remaja ini, dengan segala keunikan dan keberagaman karakter mereka, membuat penonton sangat menerima hal-hal sederhana yang dilontarkan oleh para karakter. Setiap karakter juga memiliki ciri khasnya sendiri yang membuat mereka hidup dan relevan dalam alur cerita. Tema tabu terkait keyakinan dan isu-isu perempuan dijelajahi dengan mulus, hingga membangun narasi yang menghadirkan pandangan yang berbeda-beda.

Namun, seperti setiap karya seni, film ini nggak luput dari kekurangan. Meskipun karakter-karakter utama terasa begitu hidup, beberapa karakter pendukung tampak kekurangan latar belakang hidup yang memadai. Ini mungkin membuat beberapa penonton penasaran dan berharap untuk lebih banyak mendalami kehidupan para karakter pendukung ini.

Skor 8/10 dariku. Jelas, ya, bagusnya kualitas film ini. Meskipun ada ruang untuk perbaikan, keunikan cerita, dialog yang khas remaja, dan pemberian wacana terhadap isu-isu sensitif, membuatnya menjadi suatu pengalaman yang berkesan. Dengan keberanian menyentuh ranah spiritualitas, film ini menjadi suatu kontribusi yang segar dalam genre coming of age yang jarang membahas dimensi tersebut. Jangan ragu buat menontonnya, ya! 

Tulisan ini merupakan kiriman dari member Yoursay. Isi dan foto artikel ini sepenuhnya merupakan tanggung jawab pengirim.

Tampilkan lebih banyak