Layaknya sebuah kitab suci, buku George Ritzer sukses menjadi rujukan hampir keseluruhan mahasiswa sosiologi di Indonesia khususnya. Entah itu untuk tugas kuliah, hingga pengerjaan skripsi mahasiswa, hampir dapat dipastikan di daftar pustakanya ditemukan nama Ritzer mangkir di sana. Emang boleh ya Ritzer sepopuler itu di Indonesia?
Buku Ritzer yang saya maksud di sini adalah yang berjudul “Teori Sosiologi: dari Sosiologi Klasik sampai Perkembangan Terakhir Postmodern (Edisi ke Delapan 2012).” Ya, buku terjemahan ini sudah mencapai edisi kedelapan. Perkembangan edisi sendiri mengikuti teori-teori sosial yang bermunculan dari berbagai belahan dunia.
Pasti muncul sebuah pertanyaan mengapa buku karya seorang sosiolog Amerika ini begitu terkenal di negeri kita? Salah satu alasannya adalah karena memang buku ini merangkum hampir keseluruhan teori sosiologi yang ada di berbagai belahan dunia, mulai dari pra kemunculan sosiologi hingga perkembangan kontemporer di teori-teori postmodern dan kritis di Franfurt. Enggak mengherankan ketika buku ini mencapai ketebalan 1336 lebih.
Adalah sebuah ketidakmungkinan bagi saya untuk menyebutkan satu persatu teori apa saja yang di bahas, bahkan tokoh siapa saja yang dibahas dalam buku ini, karena emang saking banyaknya yang dibahas. Apalagi tokoh yang dibahas bukan hanya tokoh-tokoh terkenal seperti Comte, Mead, Foucault dan kawan-kawan, melainkan juga tokoh-tokoh yang barangkali masih asing juga dibahas di buku itu, seperti Alexis de Tocqueville, Thorstein Veblen dan lainnya.
Selain itu, buku yang diterbitkan oleh Pustaka Pelajar di Yogyakarta ini cukup mudah untuk dipahami. Pasalnya, penulis yang pernah menjabat sebagai presiden Asosiasi Sosiologi Amerika itu menulis bukunya dengan model kata kunci yang ada di teori. Sehingga langsung to the point, enggak begitu belibet untuk memahaminya.
Enggak hanya itu, buku yang terbagi 18 bab ini ditulis dengan runtut sesuai dengan zaman kemunculan teori dan sesuai dengan masing-masing tema dari suatu teori. Jadi, dari 18 bab itu, terhimpun lagi dalam empat bagian utama, yakni teori sosiologi klasik, teori sosiologi modern, perkembangan-perkembangan terpadu dewasa ini di dalam teori sosiologis dan dari teori sosial modern ke postmodern (dan selebihnya).
Untuk lebih memudahkan lagi, penulis yang pernah menjabat sebagai ketua UNESCO di bidang teori sosial di Akademi Ilmu Rusia ini juga menjabarkan sejarah hidup dari masing-masing tokohnya. Jadi, melalui buku ini pembaca bisa tau bagaimana kok tokoh itu menemukan teori dan bagaimana perjalanan hidupnya bisa menjadi sesorang ilmuwan.
Namun, meskipun si Ritzer ini ibarat bank-nya teori, bukan berarti karyanya tak memiliki kelemahan. Buku Ritzer dalam penulisannya terbatas pada sebuah pendefinisian teori, penjabaran, pemaparan dan mentok hanya pembagian teori. Ia tak jauh untuk bagaimana mengkritisi teori-teori yang bertumpuk itu. Jadi, pembaca akan kesulitan untuk menemukan titik kelemahan dari sebuah teori.
Selain itu, karena teori terbatas oleh sebuah waktu dan keterbatasan manusia, walhasil teori ini masih hampir lengkap, bukan berarti lengkap membahas semua teori sosiologi yang ada di dunia dan seluruh waktu hingga hari ini. Misalnya, dari negeri timur tokoh Edward Said dan Gayatri Spivak, atau tokoh kontemporer seperti Bryan S Turner dari Australia.