Film 'Bukannya Aku Tidak Mau Nikah', Seharusnya Bisa Lebih Emosional

Candra Kartiko | Athar Farha
Film 'Bukannya Aku Tidak Mau Nikah', Seharusnya Bisa Lebih Emosional
Foto Film Bukannya Aku Tidak Mau Nikah (Maxstream)

Film 'Bukannya Aku Tidak Mau Nikah' disutradarai oleh Guntur Soeharjanto, ditulis oleh Evelyn Afnilla. Dibintangi oleh Amanda Rawles, Daffa Wardhana, dan Wulan Guritno, tayang 13 Mei 2023 di bioskop dan kini kalian bisa bebas menontonnya karena telah tersedia di MAXSTREAM.

Filmnya mengisahkan Manda (Amanda Rawles), yang akan menikah dalam 7 hari. Bersama teman-temannya, Aul (Zsa Zsa Utari) dan Dee (Amel Carla), mereka mengadakan bridal shower di Bali. Di sana, Manda bertemu Bossas (Daffa Wardhana), pria yang kontras dengan calon suaminya, Dimas (Roy Sungkono). Dimas formal dan monoton, sementara Bossas suka onar tapi membuat Manda nyaman.

BACA JUGA: Ulasan Novel 'Laki-Laki Ke-42', Kisah Cinta Chiara di Era Tahun 90-an

Dilema pun muncul, Manda harus memilih antara pernikahan yang sudah diatur dengan ibunya atau menjalin hubungan dengan Bossas. Meski cenderung singkat, pertemuan dengan Bossas mengubah perspektif Manda tentang kehidupan dan cinta. Sementara acara pernikahan sudah diatur, keputusan Manda menjadi tantangan yang membingungkan.

Ulasan 'Bukannya Aku Tidak Mau Nikah'

Judul film yang mengundang tanya, “Gini amat, yak!”, ternyata mencerminkan kisah yang memiliki daya tarik tertentu di kalangan penonton. Meskipun jauh dari kesempurnaan dan belum mencapai tingkat kualitas yang diharapkan, film ini cukup mampu menangkap esensi alasan di balik keputusan karakter-karakternya. Hanya sebatas itu, sih. Ide yang mendasari plot yang padahal punya potensi besar, sayangnya eksekusinya dalam bentuk film belum sepenuhnya memenuhi harapan.

Dalam menyusun ceritanya, masih terlihat adanya sentuhan sinetron yang, sebagaimana diakui, mungkin menjadi bagian kekurangan film ini. Kendatipun begitu, beberapa karakter muncul cukup hidup dan mampu menjiwai peran mereka dengan baik. Sebagai contoh, karakter Dimas di awal kisah berhasil mendapatkan simpati penonton, tetapi evolusinya ke arah yang nggak terduga membuka lapisan emosional yang bikin penonton terbelah perspektifnya. Jadi, suka dan nggak, dengan karakter Dimas. 

BACA JUGA: Series 'Induk Gajah', Humor Dalam Menyikapi Umur yang Kadaluarsa

Daffa Wardhana, karakter yang seharusnya menjadi elemen penarik perhatian penonton, terlihat jadi agak terlalu eksageratif dalam penampilannya. Kesulitan penonton untuk memahami artikulasinya cukup merusak kesan karakter tersebut. Seandainya ada peningkatan dalam artikulasi, minimal diarahkan yang benar oleh sang sutradara, kemungkinan dapat mengubah dinamika karakter Bossas.

Sutradara mungkin perlu diberi sorotan khusus dalam hal arahan pemain. Meskipun Wulan Guritno tampil dengan baik, hal ini mungkin mengindikasikan bahwa sutradara nggak memberikan arahan yang konsisten kepada seluruh pemainnya. Namun, sepertinya, penampilan baik dari Wulan Guritno memang berdasarkan jam terbangnya sebagai bintang film selama ini. Oh, iya, aku juga merasakan pacing film terasa terburu-buru, dengan lompatan adegan yang kurang mulus. Ini menjadi aspek yang mempengaruhi penilaian akhir terhadap kualitas film.

Meskipun sutradara sebelumnya telah menciptakan karya-karya yang cukup bagus, film ini tampaknya menjadi pengecualian yang belum mencapai potensi sepenuhnya. Penilaian akhir dariku hanya 4/10. Tentu saja ini subjektif berdasarkan tingkat kepuasan yang kurang dari ekspektasiku sebagai penonton. Mungkin ada ruang untuk pembelajaran dan perbaikan pada karya sang sutradara di waktu berikutnya, sehingga diharapkan dapat memberikan pengalaman yang lebih memuaskan lagi bagi penonton. Meski dapat ditonton, kusarankan untuk nggak membawa ekspektasi yang terlalu tinggi saat menikmati film ini.

Cek berita dan artikel lainnya di GOOGLE NEWS

Tulisan ini merupakan kiriman dari member Yoursay. Isi dan foto artikel ini sepenuhnya merupakan tanggung jawab pengirim.

Tampilkan lebih banyak