Ulasan Novel Samantha, Kisah Sedih Hantu Noni Belanda

Hikmawan Firdaus | Rie Kusuma
Ulasan Novel Samantha, Kisah Sedih Hantu Noni Belanda
Cover novel Samantha.[Dok. Ipusnas]

Baru kali ini saya membaca novel karya Risa Saraswati. Jujur, sebelumnya saya belum tertarik membaca novel-novel beliau, karena ngeri-ngeri sedap. Agak sulit bagi saya membayangkan isi sebuah novel, yang diangkat dari kisah nyata manusia yang sudah jadi hantu. Apalagi narasumbernya si hantu itu sendiri. Terbayang seramnya nggak, sih?

Namun, akhirnya saya memberanikan diri dan pilihan saya jatuh pada novel Samantha terbitan dari Bukune (2018). Novel ini mengisahkan tentang gadis kecil bernama Samantha, ‘teman kecil’ dari Risa, penulis, yang sempat terlupakan.

Samantha anak dari pasangan Hannah dan Baron de Witt, berkebangsaan Belanda. Mereka tinggal di daerah perkebunan di Tjiater, karena kedua orangtua Samantha mengelola perkebunan tersebut yang dimiliki orang Belanda lainnya.

Orangtua Samantha kerap mengabaikannya. Mereka lebih fokus pada pekerjaan dan membuat Samantha tumbuh menjadi anak yang kasar, keras kepala, dan senang memaki-maki. Sebenarnya itu cara Samantha meminta perhatian orangtuanya, tapi sayangnya Hannah dan Baron tak pernah peduli.

Samantha memiliki pengasuh bernama Rumi. Rumi juga kerap diperlakukan kasar oleh Samantha. Guru-guru privat yang didatangkan ke rumah juga banyak yang tidak tahan dan memilih berhenti, karena Samantha sering menolak belajar.

Tingkah laku Samantha yang buruk juga kerap membuat orang tuanya malu, sehingga Hannah dan Baron tidak pernah lagi mengajak putri mereka ke pesta-pesta yang diadakan kaum sosialita Belanda pada masa itu.

Sampai suatu hari Samantha mengidap penyakit parah yang awalnya belum bisa didiagnosis dokter. Kedua orangtua Samantha justru semakin menjauhi anak mereka, di saat Samantha membutuhkan perhatian lebih banyak.

Tubuh Samatha semakin kurus, rambutnya rontok, dan suatu hari ia kehilangan kemampuan berbicara. Rumi dan para pekerja di rumah perkebunan merasa sedih, tapi kedua orangtua Samantha tetap mengabaikan gadis itu bahkan memutuskan pergi ke Netherland.

Sebuah ‘kesalahan’ yang dilakukan Samantha di rumah Batavia, sebelum kepindahan keluarga Baron de Witt ke Tjiater, merupakan penyebab dari segala ketidakpedulian mereka. Juga rahasia besar tentang Samantha yang tidak pernah diketahui gadis kecil itu.

Sedih. Itu kesan pertama saya membaca buku ini. Samantha bahkan masih ‘menunggu’ orangtuanya kembali. Novel ini menggunakan dua sudut pandang penceritaan, salah satunya dari sudut pandang Risa Saraswati.

Di PoV Risa, ia menjelaskan saat pertama kali ‘bertemu’ Samantha, caranya menulis dan mencari narasumber lain, selain Samantha, untuk mendapatkan kisah yang utuh tentang Samantha.

Sebagai novel bergenre horor, horor dalam novel ini menyerang pembaca langsung ke psikis. Tidak akan ada jumpscare, adegan jerit-jerit histeris, dan semacamnya. Bulu kuduk pembaca berdiri, justru karena menyimak sesosok hantu mengisahkan dirinya.

Cek berita dan artikel lainnya di GOOGLE NEWS.

Tulisan ini merupakan kiriman dari member Yoursay. Isi dan foto artikel ini sepenuhnya merupakan tanggung jawab pengirim.

Tampilkan lebih banyak