Review Film Hugo, Meretas Misteri Ajaib di Stasiun Kereta Api Kota Paris

Hikmawan Firdaus | Athar Farha
Review Film Hugo, Meretas Misteri Ajaib di Stasiun Kereta Api Kota Paris
Foto Film Hugo (IMDb)

"Hugo" karya Martin Scorsese, tayang 'pertama kali di layar lebar Amerika pada 23 November 2012 (penayangan internasional termasuk di Indonesia berbeda tanggal). Film Hugo menggambarkan perjalanan seorang anak yatim piatu di tengah-tengah Kota Paris pada tahun 1930-an. Dengan sentuhan magis dan keindahan visual yang memukau, film ini berhasil menyajikan pengalaman sinematik yang mendalam dan memikat. 

Berbagai penghargaan yang didapatkan merupakan bukti nyata bahwa Film Hugo memang nggak ‘omong doang’. Film Hugo memperoleh pengakuan gemilang dari industri film melalui serangkaian penghargaan prestisius. Dalam ajang Academy Awards, film ini meraih kemenangan untuk Desain Produksi terbaik, Sinematografi yang memikat hati, serta Tata Artistik yang mengesankan.

Prestasi gemilang juga terukir dalam BAFTA Awards (British Academy of Film and Television Arts), di mana "Hugo" mendapat penghargaan untuk Desain Produksi Terbaik dan Tata Artistik Terbaik. Pengakuan tambahan datang dari Critics' Choice Movie Awards yang memberikan apresiasi untuk Tata Artistik Terbaik. 

"Hugo" mengisahkan petualangan magis tentang seorang anak yatim piatu, Hugo Cabret (Asa Butterfield) yang tinggal di Stasiun Kereta Api Paris pada tahun 1930-an. Dengan tekad untuk memperbaiki mesin misterius yang ditinggalkan oleh ayahnya, Hugo tanpa sengaja terjerat dalam misteri yang lebih besar. Dalam perjalanannya, Hugo bertemu Isabelle (Chloe Grace Moretz), seorang gadis muda yang menjadi kawan setianya. Dengan dukungan karakter-karakter unik, seperti George Melies yang (diperankan oleh Ben Kingsley) dan Inspektur Stasiun yang eksentrik (diperankan oleh Sacha Baron Cohen), Hugo pun mengungkap rahasia-rahasia masa lalu yang mengubah hidupnya.

Ulasan:

Salah satu kekuatan utama "Hugo" terletak pada penyutradaraan Martin Scorsese yang berhasil menangkap esensi dari novel sumbernya, "The Invention of Hugo Cabret", dan menghadirkannya ke layar dengan keajaiban visual yang menakjubkan. Terlepas sang sutradara nggak mendapatkan kemenangannya, hanya masuk dalam nominasi Sutradara Terbaik dalam ajang Golden Globe, tetapi Film Hugo memang punya daya pikatnya sendiri. 

Meskipun Martin Scorsese terkenal dengan filmnya dalam ‘genre drama dan crime’, tetapi rupanya Scorsese bisa bertransisi ke dunia drama dengan sentuhan fantasi dan petualangan. Scene yang mencakup elemen fantasi dalam film ini: Munculnya mesin misterius yang menjadi obsesi Hugo dan perjalanan magis Hugo melintasi atap kota. Selain itu, kehadiran tokoh-tokoh yang eksentrik dan suasana ajaib, dalam hal ini, penggabungan elemen-elemennya memberikan nuansa fantasi yang membedakan "Hugo" dari film-film yang sepenuhnya berfokus pada realisme.

Penampilan Asa Butterfield sebagai Hugo memberikan kedalaman emosional pada karakter anak yang berusaha memahami identitas dan tujuannya dalam kehidupan. Dukungan dari pemain veteran seperti Ben Kingsley dan Sacha Baron Cohen juga memberikan kekuatan tambahan pada ensambel pemeran.

Sebagian besar setting film berlangsung di Stasiun Kereta Api Paris yang ramai. Kerennya, lokasi syutingnya benar-benar dirancang dengan detail yang luar biasa. Desain produksi oleh Dante Ferretti membawa penonton ke atmosfer Kota Paris pada tahun 1930-an, sementara sinematografi oleh Robert Richardson menangkap keindahan magis dengan pencahayaan yang memukau.

Jujur, ya, kisah filmnya bisa membentuk kombinasi yang menyentuh antara petualangan, misteri, dan keajaiban teknologi (sebuah mesin berbentuk manusia). Selain itu, efek visualnya yang impresif, memberikan dimensi tambahan pada narasi. Adegan di dalam jam raksasa yang menakjubkan dan perjalanan Hugo melintasi atap Paris memberikan pengalaman nonton yang mahal. Scoring musik yang indah karya Howard Shore juga melengkapi keajaiban visual dengan nada yang pas dan mendalam.

Walau demikian, sebenarnya aku merasa tempo cerita terasa lambat pada beberapa bagian. Dan keseruannya di akhir film kayak kurang tuntas menembus ekspektasiku. Dengan hal positifnya yang mendominasi, skor dariku: 8/10. Buat yang suka film isinya adu otot sepanjang durasi, ini nggak akan cocok buat kamu. Eh. 

Cek berita dan artikel lainnya di GOOGLE NEWS.

Tulisan ini merupakan kiriman dari member Yoursay. Isi dan foto artikel ini sepenuhnya merupakan tanggung jawab pengirim.

Tampilkan lebih banyak