Film horor Indonesia terbaru, "Pasar Setan," yang rilis pada 29 Februari, mengajak penontonnya menelusuri misteri kaki Gunung Salak, di mana kisah mistis dan kejadian supranatural berpadu dalam setting yang menegangkan. Disutradarai oleh Wisnu Surya Pratama, film ini mencoba meramu konsep found footage dengan nuansa horor yang intens.
Kisahnya diawali Rani (Michelle Tahalea), polisi yang dimutasi ke daerah kaki Gunung Salak. Meski tegas, Rani terlihat kurang memahami masalah lokal. Saat menemukan kasus pembunuhan yang melibatkan vlogger Tamara (Audi Marissa), Rani nggak berdiam diri, dia bersikeras mengungkap kebenaran.
Rani penasaran dengan mitos pasar setan, saat menyelidiki tiga rekan Tamara yang tewas misterius. Tamara, satu-satunya yang selamat, ditahan warga setempat yang meyakini dirinya jelmaan penguasa Pasar Setan. Dalam konflik ini, Rani berjuang keras untuk mengungkap kebenaran di balik peristiwa mistis yang menghantui Tamara.
Ulasan:
Mitos tentang Pasar Setan, sering dikaitkan dengan tempat-tempat tertentu yang diyakini memiliki keterkaitan dengan kejadian-kejadian supranatural atau kehadiran makhluk mistis. Cerita-cerita semacam ini sering menjadi bagian dari warisan budaya dan folklore di berbagai masyarakat. Dalam konteks film "Pasar Setan," mitosnya diadaptasi dengan sentuhan fiksi dan elemen horor untuk menciptakan cerita yang cukup menarik.
Sebagaimana diinterpretasikan dalam film, berkaitan dengan kepercayaan lokal tentang makhluk supranatural dari Pasar Setan yang harus dikembalikan agar nggak membahayakan warga. Sementara mitos asli mungkin mengandung akar budaya yang lebih dalam, sedangkan film, lebih fokus pada pengembangan cerita horor modern dengan mengambil kebebasan kreatif.
Terkait memadukan mitos lokal tentang Pasar Setan dengan narasi horor modern, kehadiran Nyi Salimah, penunggu atau pemilik Pasar Setan, menjadi elemen yang menarik. Namun, eksposisi karakter ini terasa kurang, dan penjelasan mengenai motivasinya yang sadis kurang tersampaikan dengan baik. Mungkinkah akan dijelaskan lebih rinci pada sekuelnya? Semoga saja dibuat, ya.
Hal yang bagiku cukup menarik adalah, film ini nggak hanya menciptakan suasana horor dengan kejadian mistis di gunung, tetapi juga menyelipkan ‘komentar sosial’ tentang tekanan popularitas di era digital.
Selain itu, "Pasar Setan" juga memperlihatkan alur maju mundur untuk menggambarkan kronologi peristiwa. Ini yang membuat penonton kepo dengan hal-hal apa saja yang sebenarnya terjadi. Namun, sayangnya, eksekusi transisi antara kamera asli dan rekaman terasa kurang halus. Sehingga mengurangi dampak dari konsep found footage yang diusung.
Aku cukup suka dengan sajian gore dalam film ini. Berbagai aksi sadis seperti membelah perut, mencabut usus, dan kepala yang dipenggal memberikan nuansa horor yang ‘nggilani’. Meskipun efek visualnya, sesekali bikin aku mumet dan agak mual, tapi aku terus dibuat duduk untuk tahu endingnya. Hanya saja, entah mengapa, fokus film yang menjurus pada adegan-adegan gore, tampaknya mengaburkan eksplorasi karakter yang lebih mendalam.
Secara subjektif, "Pasar Setan" memberikan pengalaman horor yang menarik. Meskipun memiliki kekurangan dalam eksekusi konsep found footage dan eksplorasi karakter, film ini tetap menawarkan premis menarik dan adegan horor yang ngeri. Pada akhirnya, film ini memberikan gambaran tentang bagaimana mitos lokal bisa diolah dan diinterpretasikan dalam konteks horor modern, meskipun dengan beberapa kelemahan eksekusi.
Skor dariku: 6/10. Selamat menonton, ya!
Cek berita dan artikel lainnya di GOOGLE NEWS.