Ulasan Novela Pirgi dan Misota, Tiga Perempuan dengan Tiga Luka

Hikmawan Firdaus | Rie Kusuma
Ulasan Novela Pirgi dan Misota, Tiga Perempuan dengan Tiga Luka
Cover buku Pirgi dan Misota.[Dok. Ipusnas]

Novela Pirgi dan Misota merupakan karya dari Yetty A.KA yang diterbitkan oleh DIVA Press (2019). Novela setebal 133 halaman ini terbagi dalam tiga bab, yaitu: Tentang Aku dan Nodee, Zo dan Misota dari Rumah Bordil, dan Catatan Ibu.

Dalam novela ini, penulis mengisahkan tentang seorang gadis 22 tahun bernama Pirgi. Sedari kecil, Pirgi memiliki impian menjadi penjaga toko roti dan memakai topi jamur. Sebuah keinginan yang ditentang oleh ibunya yang berharap Pirgi menjadi sekretaris di kantor besar.

Ibu Pirgi memiliki Rumah Jahit dengan penghasilan lebih besar dari sang ayah, yang bekerja sebagai pegawai kantor pos. Sejak kecil, ayah Pirgi tak pernah mengurusinya. Gadis itu tumbuh tanpa kasih sayang seorang ayah dan Ibu yang keras kepala, menyebalkan, tapi sekaligus penyabar.

Ayahku nyaris tidak tahu apa yang terjadi padaku. Ayahku hanya menghitung angka-angka yang sudah ia keluarkan untukku dan bersungut betapa borosnya aku bulan kemarin, bulan kemarin, dan bulan ini. (Hal. 70)

Keinginan Pirgi untuk menjadi penjaga toko roti akhirnya terwujud. Ia lalu menikah dengan Nodee, seorang penulis berusia 45 tahun, yang dikenalnya saat makan siang di kafe tak jauh dari tempat kerjanya.

Pirgi dan Nodee jatuh cinta. Pirgi nekat menikah dengan lelaki yang seusia ayahnya itu meskipun sang ibu tak merestui. Ia keluar dari rumah orangtuanya dan tinggal di pemukiman padat bersama Nodee.

Namun, pernikahan mereka ternyata tak seindah bayangan Pirgi. Nodee lebih suka mengurung diri dalam ruang kerja untuk membaca atau mengerjakan novel. Lalu Pirgi akan memecahkan barang-barang untuk mencari-cari perhatian Nodee.

Kadangkala Nodee menyakiti Pirgi. Seringkali pula Nodee menghendaki perpisahan yang hanya dianggap gurauan oleh Pirgi. Gadis itu tak bisa menceritakan masalahnya pada sang ibu yang tak menyukai berita buruk. Pirgi jadi lebih sering menumpahkan perasaannya pada Misota, perempuan yang bekerja sebagai operator telepon di rumah bordil.

Baik Ibu Pirgi maupun Nodee sama-sama tak menyukai Misota. Namun, hanya Misota-lah yang selalu hangat dan mau mendengarkan Pirgi walaupun ia tak bisa diandalkan.

Sampai suatu hari, Nodee menginginkan Pirgi menjadi jamur besar untuk dijadikan bahan tulisannya. Pirgi menuruti ide gila Nodee. Gadis itu yakin dirinya jamur. Ia bahkan membuat kekacauan di toko roti tempatnya bekerja, yang membuatnya sampai dirawat di rumah sakit jiwa selama tiga bulan.

“Aku tidak kacau!” teriakku sekali lagi dan mendadak rasanya tubuh jamurku membesar—sangat besar—dan aku menyerang temanku yang di mataku berubah menjadi seekor ulat yang mau memakanku. (Hal. 63)

Tak lama selepas keluar dari rumah sakit jiwa, Misota menghubungi Pirgi. Perempuan itu mengaku bertemu kembali dengan seseorang yang dahulu memerkosanya dan menjadikannya pelacur. Misota yang selama ini menjadi tempat Pirgi berbagi, ternyata menyimpan masa lalu kelam.

Masa lalu kelam ternyata juga dimiliki Ibu Pirgi. Perasaan tak diinginkan, ditinggalkan oleh orang terkasih, membuat sang ibu terjerumus dalam dunia hitam. Ibu Pirgi juga menyimpan rahasia kecil mengenai jati diri putrinya tersebut.

Novela ini selain memiliki sisi absurditas, juga kental dengan nuansa kesedihan. Tiga perempuan dengan tiga luka membagikan ceritanya kepada pembaca. Plot twist yang berada di akhir cerita, benar-benar menjadi elemen kejutan yang mencengangkan. Bravo!

Cek berita dan artikel lainnya di GOOGLE NEWS.

Tulisan ini merupakan kiriman dari member Yoursay. Isi dan foto artikel ini sepenuhnya merupakan tanggung jawab pengirim.

Tampilkan lebih banyak