Hargai Pilihan Anak dalam Buku "Parade Kisah Hari Pertama Anakku Sekolah"

Hikmawan Firdaus | Fathorrozi 🖊️
Hargai Pilihan Anak dalam Buku "Parade Kisah Hari Pertama Anakku Sekolah"
Buku Parade Kisah Hari Pertama Anakku Sekolah (Dok.Pribadi/Fathorrozi)

Tidak selamanya sesuatu yang orangtua ajukan demi kebaikan anak selalu mendapat anggukan kepala si anak. Terkadang, terdapat anak yang tidak mau diarahkan oleh orangtua kepada hal yang diyakini baik untuk perkembangan anaknya. Seperti beberapa cerita yang terangkum dalam buku "Parade Kisah Hari Pertama Anakku Sekolah" ini.

Ada banyak kisah orangtua saat mengantarkan si buah hati sampai ke depan pintu kelas, namun akhirnya berbalik seratus delapan puluh derajat sebab potret sekolah yang hendak ia jadikan tempat belajar tidak sesuai keinginannya.

Hal ini seperti dikisahkan oleh Fransiska dalam buku ini dengan judul cerita Ada Sesuatu di Sekolah Itu. Sebelum mendaftarkan anaknya, si ibu terlebih dahulu meninjau sekolah. Bangunan fisik sekolah itu amatlah megah dengan gedung bertingkat, desain eksterior dan interior yang terlihat berkelas, serta cat dindingnya yang merona menambah daya tarik tersendiri. 

Sistem jajan untuk siswa di sekolah itu pun bagus. Jajan hanya di hari-hari tertentu dengan sistem giliran setiap kelas. Jika bukan waktu siswa kelas tersebut yang jajan, mereka bawa bekal dari rumah masing-masing. Uang jajan juga dibatasi. Sistem jajan di sekolah tersebut sudah cocok bagi kedua orangtua itu.

Namun, saat hendak didaftarkan tiba-tiba si anak menangis meraung-raung. Kedua kakinya bertumpu di lantai, sementara badannya dalam kondisi duduk di kursi. Matanya memerah. Hidungnya kembang kempis dengan napas yang tidak beraturan.

Saat ditanya, "Kenapa menangis?" Anak itu menjawab, "Saya tidak mau sekolah di sini. Saya tidak suka sekolah ini."

Sebagai orangtua yang tidak mau memaksa anak, mereka akhirnya melakukan survei sekolah lagi. Di sekolah kedua ini, si anak tampak ceria, minta turun sendiri dari motor dan langsung bermain dengan teman-temannya. Tidak sama dengan saat mendaftar di sekolah pertama yang masih minta gendong kepada orangtuanya. Usut punya usut, ternyata si anak tidak ingin sekolahnya berpisah dengan teman-temannya semasa belajar di Taman Kanak-Kanak.

Hari pertama sekolah, saat teman-temannya banyak yang menangis sebab tidak ditemani orangtua mereka, namun tidak bagi si anak itu, ia tetap sangat energik dan semangat bersekolah di hari-hari pertama. Tidak hanya itu, beberapa hari kemudian, sang ibu menulis surat lamaran ke sekolah tersebut untuk menjadi tenaga pendidik dan ternyata diterima.

Kisah ini mengajarkan kepada kita agar sebagai orangtua dapat menghargai pilihan anak, serta tidak memaksakan kehendak orangtua terhadap anak. Dan yang tak kalah penting juga, luruskan niat mencari ilmu saat pertama kali mendaftarkan anak ke sekolah agar ilmu yang didapat seiring dengan rida Tuhan dan menjadi ilmu yang membawa kemanfaatan untuk orang lain.

Cek berita dan artikel lainnya di GOOGLE NEWS.

Tulisan ini merupakan kiriman dari member Yoursay. Isi dan foto artikel ini sepenuhnya merupakan tanggung jawab pengirim.

Tampilkan lebih banyak