Review Ipar Adalah Maut, Film Sakit Jiwa yang Bikin Emosi Tingkat Dewa!

Hayuning Ratri Hapsari | Athar Farha
Review Ipar Adalah Maut, Film Sakit Jiwa yang Bikin Emosi Tingkat Dewa!
Foto Poster Ipar Adalah Maut (Dokumentasi Pribadi: Athar Farha)

"Ipar Adalah Maut" merupakan film drama-romance dengan sentuhan religi dan perselingkuhan buatan Sutradara Hanung Bramantyo, yang sudah menghiasi layar bioskop-bioskop Tanah Air sejak 13 Juni 2024.

Film ini diproduksi oleh MD Picture, dibuat berdasarkan kejadian nyata yang viral di TikTok dari kisah milik Elizasifaa, dan juga telah terbit dalam bentuk novel.

Film Ipar Adalah Maut dibintangi oleh tiga bintang utama ternama, di antaranya: Deva Mahenra sebagai Aris, Michelle Ziudith sebagai Nisa, dan Davina Karamoy sebagai Rani. Selain mereka bertiga, masih banyak bintang-bintang pendukung lainnya. 

Cerita Film Ipar Adalah Maut berpusat pada pasangan suami istri, Aris (Deva Mahenra) dan Nisa (Michelle Ziudith), yang menjalani kehidupan harmonis dan bahagia dalam berumah. Namun, kedatangan Rani (Davina Karamoy), adik Nisa, mengubah segalanya. 

Rani, awalnya dianggap sebagai sosok baik, polos dan nggak mungkin jadi racun dalam rumah tangga kakaknya. Namun, seiring waktu berjalan dan dikarenakan banyaknya kesempatan dirinya mengenal Aris, dan kejadian demi kejadian yang membuat Rani bersinggungan dengan Aris, membuat keduanya bermain api asmara yang menggairahkan. Ups. 

Nisa, perlahan-lahan mulai menyadari adanya perubahan sikap Aris dan kecurigaan dirinya pada Rani. Ya, tanda-tanda perselingkuhan mulai tercium, dan memaksa Nisa menghadapi kenyataan pahit tentang pengkhianatan yang terjadi di rumahnya.

Perselingkuhan antara Aris dan Rani benar-benar mengguncang pondasi rumah tangga yang selama ini Nisa jaga. Perselingkuhan itu menjadi semacam bom yang memicu konflik besar dan menghancurkan rumah tangga. 

Buat emak-emak yang baca ringkasan kisahnya sudah pada emosi belum? Sabar dan tahan emosinya ya. Eh. 

Review Film Ipar Adalah Maut

Buat yang nggak mau banyak kena spoiler, tenang saja, karena ulasan ini nggak akan mengumbar spoiler karena aku sendiri memang benci spoiler berlebihan. 

Bisa kubilang, ini adalah salah satu film Hanung Bramantyo yang cukup berani dan agak frontal sekaligus sakit jiwa dan menjijikkan, tapi berhasil menaikkan derajat film bertema perselingkuhan.

Kok bisa gitu ya? Ya, biarpun mengangkat tema yang sudah umum, lagian juga ini berdasarkan kisah nyata, Film Ipar Adalah Maut menawarkan lebih dari sekadar sensasi skandal perselingkuhan.

Perasaan jijik terhadap dua karakter sentral (Aris dan Rani) yang timbul di benak penonton (termasuk aku), termasuk scene perselingkuhan berkali-kali yang sangat ‘sakit jiwa’ itu, justru itulah bentuk keberhasilan film atas performa akting para bintangnya. 

Bahkan yang membuat film ini menonjol bukan hanya karena ‘tema’ semata, tapi berkat chemistry kuat para bintang, juga oleh karena build up kisahnya yang dibangun dengan perlahan tapi sangat mengena.

Hanung Bramantyo tampak mampu mengarahkan aktor dan aktrisnya, sehingga karakter yang mereka bawakan jadi terasa nyata, natural, dan berkembang secara organik, sehingga aku bisa merasakan kedalaman emosi yang ditampilkan.

Di babak pertama, jujur ceritanya terkesan berjalan cepat, terutama saat memperkenalkan hubungan antara Aris dan Nisa hingga ke pernikahan mereka. Adegan-adegannya disajikan secara intercut dengan iringan musik yang, sayangnya, terasa kurang pas. 

Kukasih tahu ya. Intercut itu, dalam konteks sinematografi adalah teknik penyuntingan di mana adegan-adegan yang berbeda, dipotong-potong secara cepat tapi efektif, dan kemudian disusun atau disatukan. Buat apa sih? Biasanya untuk menciptakan ketegangan dan membangun narasi yang kompleks.

Selain itu, untuk menunjukkan simultanitas pergerakan alur yang terjadi di tempat-tempat atau waktu yang berbeda-beda. Nah, yang ini tampak diaplikasikan pada scene Aris dan Nisa yang dipercepat hingga mereka menikah. 

Perihal perkara lagunya. Momen-momen indah dan bahagia Aris dan Nisa seharusnya diperkuat dengan pilihan lagu yang tepat. Namun, entah mengapa, lagu dan lirik yang mengiringi malah terasa nggak mendukung suasana.

Padahal, momen-momen Aris dan Nisa yang dipercepat itu menarik banget, sehingga nggak butuh waktu lama untuk masuk ke babak berikutnya. 

Namun, plot berjalan dengan mulus setelah itu. Saat karakter Rani muncul, alasan dirinya ada di sana terasa masuk akal dan nggak terkesan dipaksakan.

Selain itu, aku lumayan terkesan dengan perkembangan karakter Aris yang ditampilkan. Dari sosok suami baik hati bak idaman istri, menjadi seseorang yang terjerumus dalam hubungan terlarang dengan Rani (kesetanan oleh kenikmatan). Transformasinya bertahap gitu, nggak tiba-tiba berubah. 

Akting Deva Mahenra dan Michelle Ziudith sangat believable sebagai pasutri. Pokoknya semengalir itu. Mereka berhasil menunjukkan emosi yang kompleks.

Momen ketika Nisa marah mengetahui perselingkuhan suaminya adalah salah satu puncak emosional film ini, dan menampilkan performa yang dahsyat dan mengoyak hati penonton.

Film ini jelas bukan tontonan untuk anak-anak karena mengandung unsur dewasa. Buatku yang nggak terlalu suka film-film yang mengandung atau mengedepankan seksualitas, cukup bisa menerima adegan dewasa dalam film ini. Ya, adegannya disajikan dengan cukup realistis dan bisa diterima karena kebutuhan narasi dan tentunya sesuai konteks. 

Selain unsur 21+, di sini juga penonton diperlihatkan cara-cara berselingkuh biar nggak ketahuan, dari cara paling basi pun ada. Aku yakin tutorial menjaga perselingkuhan itu ditujukan buat menambah wawasan penonton biar ‘ngeh gitu’, bahwa faktanya selingkuh itu punya banyak trik dan jalannya. Ups. 

Meski begitu, Film Ipar Adalah Maut nggak sempurna kok. Adegan di mana Nisa menemukan gelang Rani, menurutku itu terlalu klise dalam penyajiannya.

Selain itu, ada momen yang terasa seperti sinetron dan FTV, seperti adegan terpeleset, sehingga jadi terpeluk, dan bibir saling nempel. Duh, klasik banget deh. Adegan semacam itu sudah ada di banyak film.

Belum lagi terkait ending, karakter Aris dan Nisa, naskahnya cukup memanusiawikan mereka, tapi sayangnya nggak buat Rani. Entahlah, masa sih nggak ada akhir kisah yang menarik buat nasib sang perebut suami kakaknya sih?

Okelah, skor dariku: 7/10. Buat kamu yang ingin emosi dan memaki-maki, silakan tonton filmnya karena sesungguhnya memang bagus kok. Selamat nonton ya. 

Cek berita dan artikel lainnya di GOOGLE NEWS

Tulisan ini merupakan kiriman dari member Yoursay. Isi dan foto artikel ini sepenuhnya merupakan tanggung jawab pengirim.

Tampilkan lebih banyak