Satu lagi film animasi musikal yang tak boleh kamu lewatkan, apa lagi kalau bukan Thelma the Unicorn! Film yang naskahnya digarap Jared dan rekannya, Jerusha Hess ini disutradarai oleh Jared Hess bersama Lynn Wang, lho!
Film dengan alur yang bisa membuat orang dewasa termenung ini, dimeriahkan oleh sederet pengisi suara hebat seperti Brittany Howard, Will Forte, Jemaine Clement, Edi Patterson, sampai Jon Heder. Kisahnya sendiri mengikuti perjalanan seekor kuda poni dan teman-temannya dalam mewujudkan impian sebagai pemusik terkenal.
Sinopsis Thelma the Unicorn
Alkisah, di sebuah peternakan, hiduplah seekor kuda poni betina bernama Thelma. Ia sangat periang, bersuara emas dan mampu menciptakan lirik yang menggetarkan hati pendengar. Bersama rekannya, Otis si keledai dan Reggie si llama, Thelma membuat grup band bernama The Rusty Buckets. Ketiganya memiliki impian yang sama yakni membawakan musik mereka di atas panggung megah SparklePalooza.
Demi mewujudkan impian, ketiganya mengikuti sebuah kontes pencarian bakat. Mereka telah bersiap dari jauh-jauh hari demi tampil prima di hadapan juri. Sayangnya kendati demikian, para juri tak sudi mendengar musik mereka, hanya karena Thelma hanyalah kuda poni yang tidak menarik secara visual.
Suatu hari tanpa diduga, sebuah insiden yang terjadi secara kebetulan mengubah penampilan Thelma besar-besaran. Ia yang semula hanyalah kuda poni tak menarik secara visual, mendadak mencuri perhatian lewat penampilan barunya sebagai unicorn pink yang menawan. Kejadian itu pun dimanfaatkan Thelma sebagai jalan pintas menggapai impian.
Ulasan Film Thelma the Unicorn
Menurut saya, Thelma the Unicorn adalah film animasi yang sampaikan spoiler kehidupan manusia dewasa lewat perjalanan meraih impian si kuda poni imut bernama Thelma. Film ini pada dasarnya bukan film beralur ringan, sebagian besar berisi tentang standar kecantikan, intrik dalam industri hiburan sampai gangguan rasa tidak percaya diri. Hanya saja karena kisahnya divisualkan ke dalam animasi yang menggemaskan, tema cerita yang sebenarnya berat jadi terasa ringan dan cocok saja dijadikan tontonan bagi anak-anak sampai orang dewasa.
Pesan yang paling kuat dari film ini adalah ujaran untuk menjadi diri sendiri dan menerima diri walau bagaimana pun keadaannya. Berpura-pura jadi orang lain untuk diterima dan dicintai pada akhirnya akan membuat jati diri jadi bias, melukai diri sendiri, juga menipu orang lain.
Menariknya, entah benar atau tidak. Saya merasa film ini mengandung satire, jika boleh dikait-kaitkan dengan kondisi industri musik saat ini. Bagaimana pun dari yang saya amati, kebanyakan penikmat musik (katanya) saat ini lebih tergila-gila pada visual si pemusik dibandingkan dengan lagu/musik yang dibawakan. Agensi industri musik saat ini (meski tak semua) pun terkesan lebih berfokus pada penyempurnaan penampilan visual si pemusik, ketimbang memproduksi musik yang tak lekang dimakan jaman. Entah benar atau tidak, tapi demikian adanya kesan yang saya tangkap dari film ini. Lantas, bagaimana dengan pendapatmu?
Cek berita dan artikel lainnya di GOOGLE NEWS.