Menembus Batas Imajinasi dalam Film Harold and the Purple Crayon

Hernawan | Athar Farha
Menembus Batas Imajinasi dalam Film Harold and the Purple Crayon
Foto Film Harold and the Purple Crayon (IMDb)

Ketika krayon ungu Harold mulai beraksi, kita (penonton) seketika disambut dengan dunia penuh warna, yang seolah-olah melompat keluar dari buku cerita anak-anak. Ya, Film Harold and the Purple Crayon, merupakan adaptasi dari buku klasik anak-anak karya Crockett Johnson. Wah, semenarik apa, sih?

Film yang rilis sejak 23 Agustus 2024 berdurasi ± satu setengah jam. Kisahnya tentang Harold, karakter dari buku anak-anak yang kini sudah dewasa, tapi masih selalu ditemani krayon ungu ajaibnya. Selama ini, Harold hidup di dunia imajinasi dengan bimbingan sosok narator yang telah dianggap sebagai orangtua.

Namun, ketika sang narator tiba-tiba menghilang, Harold terpaksa keluar dari dunia imajinasi dan memulai petualangan di dunia nyata. Terbiasa hidup dengan kekuatan imajinasinya yang penuh warna, Harold agak merasa kesulitan menyesuaikan diri dengan realitas yang nggak sesuai dengan harapannya.

Ulasan

Apa yang membuat film ini berbeda adalah dari bagaimana film ini menangani transisi dunia imajinasi ke dunia nyata.

Momen transisi yang menarik terjadi ketika Harold memutuskan untuk membuka pintu menuju dunia nyata. Kita diperlihatkan bagaimana elemen dari dunia fiksi bisa masuk ke realitas manusia. Keajaiban itu tercipta tentunya dari teknologi CGI (Computer Generated Imagery) yang digunakan dengan penuh imajinatif. Sketsa-sketsa dua dimensi yang diciptakan oleh krayon ungu, tiba-tiba berinteraksi dengan elemen-elemen dunia nyata, yang menjadikannya ‘sungguhan’ itu cukup mengesankan. 

Kebayang nggak, sih? Saat Harold dan Moose bertemu dengan karakter Terri (Zooey Deschanel) dan anaknya, Mel, di dunia nyata. Krayon ungu Harold, yang awalnya hanya menciptakan objek-objek fiksi, justru menjadi alat yang secara efektif berfungsi dalam interaksi nyata. Ini menunjukkan bagaimana dunia fiksi dan dunia nyata bisa berkolaborasi dengan cara yang imajinatif dan menyenangkan. 

Sutradara Carlos Saldanha tampaknya berhasil memvisualisasikan isi novel menjadi film yang cukup segar. Peralihan dari dunia fiksi ke dunia nyata dalam film ini nggak terasa dipaksakan, melainkan mengalir dengan lancar dalam alur cerita. Terlepas, candaan atau komedinya agak kurang masuk ‘di aku’—pada beberapa momen menghibur dan bikin senyum-senyum kok, tapi memang aku nggak merasakan sesuatu yang benar-benar lucu. Sebenarnya wajar karena candaan ‘orang luar’ nggak sama dengan situasi komedi orang-orang Indonesia. 

Dengan segala pertimbangan, yang mana bagiku, Film Harold and the Purple Crayon berhasil menyajikan visual yang imajinatif dan nggak membosankan, meskipun lucunya cuma gitu-gitu doang. Namun, yang jelas ini bukan film sempurna, tapi juga bukan film jelek. Jadi, bila kamu mau nonton pastinya ini sangat layak ditonton buat hiburan di waktu senggang. Skor: 7/10. Jika kamu berbeda pandangan terkait film ini, nggak masalah, yang penting jangan julid ya. Selamat nonton. 

Tulisan ini merupakan kiriman dari member Yoursay. Isi dan foto artikel ini sepenuhnya merupakan tanggung jawab pengirim.

Tampilkan lebih banyak