Film Laapata Ladies, merupakan karya terbaru dari Sutradara Kiran Rao yang menandai dirinya kembali selepas Film Dhobi Ghat (2010). Film ini merupakan adaptasi dari cerita pendek berjudul: “Two Brides” karya Biplab Goswani, yang diperoleh dari kompetisi menulis. Penasaran dengan film yang diproduseri Amir Khan dan impresi selepas nonton film ini? Lanjut baca sampai akhir ya.
Sinopsis Film Laapata Ladies
Kamu akan dibawa pada kisah dua pengantin perempuan, Phool (Nitanshi Goel) dan Jaya (Pratibha Ranta), yang tertukar setelah pernikahan mereka.
Deepak (Sparsh Shrivastav), yang menikahi Phool, secara nggak sengaja membawa pulang Jaya, istri dari Pradeep (Bhaskar Jha), karena mereka—‘baik Phool maupun Jaya’ sama-sama mengenakan ghoonghat—penutup wajah tradisional yang membuat kedua perempuan terlihat sama (identik). Ketegangan pun muncul saat Deepak dan Pradeep menyadari kesalahan itu.
Asli, ringkasannya bikin mau ngakak tapi ‘agak tragis’ sih. Masa sampai ada istri yang tertukar? Eh. Okelah, kita kupas yuk beberapa hal yang menarik dari film ini.
Tradisi Ghoonghat
Film Laapataa Ladies jelas mengangkat isu penting tentang peran perempuan dalam tradisi pernikahan, dan menggambarkan bagaimana adat istiadat seringnya membatasi identitas dan hak-hak perempuan.
Seperti halnya Tradisi ghoonghat, di mana pengantin perempuan menutupi wajahnya dengan kain. Gambaran dalam film menjadi simbolisasi nyata, yang nggak cuma menyiratkan ketidakberdayaan, tapi juga memperlihatkan bagaimana perempuan seringnya "disembunyikan" dalam konteks pernikahan. Menjadikan perempuan sebagai objek ketimbang individu yang memiliki suara dan keinginan sendiri.
Bahkan insiden tertukarnya istri (Phool dan Jaya) menggambarkan bagaimana perempuan diperlakukan sebagai barang yang mudah ditukar, (kayak nggak ada identitas dan nilai sebagai).
Ketika Deepak, nggak dapat membedakan (yang mana istrinya) karena kedua perempuan itu sama-sama mengenakan ghoonghat, hal demikian seolah-olah menunjukkan betapa lekatnya perempuan dengan simbol-simbol adat yang membuat mereka sulit dikenali sebagai pribadi yang utuh.
Memang benar, terkadang film bisa semenggemaskan itu deh!
Konsekuensi Budaya Patriarkal
Ada momen ketika Jaya berusaha mengungkap identitasnya, terus nyebut nama si pria yang salah ‘bawa pulang istri’, eh, Jaya malah ditegur begini: "Istri yang baik nggak seharusnya dengan mudah menyebut nama suami". Kebayang nggak, sih? Itu gambaran patriarkal yang menempatkan perempuan dalam posisi subservien, kan? Begitulah.
Omong-omong, posisi subservien mengacu pada keadaan perempuan, yang dianggap lebih rendah atau inferior dibandingkan dengan laki-laki. Perempuan dianggap cenderung tunduk atau patuh kepada otoritas dan nggak ada kekuatan atau kontrol atas keputusan dalam hidup mereka. Dalam banyak tradisi patriarkal, perempuan seringkali dipandang sebagai subjek yang harus mengikuti kehendak suami atau keluarga, yang membuat mereka kehilangan suara dan identitas.
Menyedihkan memang, tapi begitulah fenomena tersebut masih ada. Dalam konteks Film Laapata Ladies, perempuan dianggap sebagai harta milik suami, dan hak perempuan untuk mengekspresikan diri atau mengakui identitas mereka sendiri pun terhambat.
Humor dalam Kritik Sosial
Kiran Rao menggunakan humor yang menggelitik untuk melunakkan kritiknya terhadap struktur sosial yang menindas perempuan. Karakter Inspektur Shyam Manohar (Ravi Kishan), yang gemar mengambil keuntungan dari kasus yang ditanganinya, menghadirkan tawa sambil menyindir egoisme manusia. Memang semenarik itu!
Dengan sentuhan humor dan kritik sosialnya, bagiku Film Laapata Ladies adalah film yang nggak cuma ditonton, tapi juga bisa jadi renungan buat kita. Skor: 8/10. Selamat nonton ya.
Cek berita dan artikel lainnya di GOOGLE NEWS.