'Rantau 1 Muara' adalah novel ketiga dari trilogi A. Fuadi setelah sebelumnya sukses dengan novel Negeri 5 Menara dan Ranah 3 Warna.
Novel ini menceritakan lanjutan dari kisah hidup dan perjuangan Alif sekembalinya di tanah rantau. Saat berhasil menyelesaikan studi di Unpad, ia merasa percaya diri dengan segudang prestasi yang telah ia miliki.
Namun siapa sangka, takdir membawanya pada latar waktu saat terjadi pergolakan politik dan ekonomi tahun 1998. Sebagai imbasnya, ia jadi sulit untuk mendapatkan pekerjaan yang layak dan sesuai passion-nya.
Bahkan, ia yang memiliki latar belakang pendidikan hubungan internasional harus rela banting setir di bidang jurnalistik dengan gaji yang pas-pasan demi bisa menyambung hidup.
Saat itu, Alif seolah tertampar dengan realita hidup yang tak seindah mimpi-mimpinya. Apalagi ketika ia kembali membandingkan dirinya dengan sosok Randai, kawan masa kecil sekaligus rival abadinya.
Randai seolah menjadi tokoh yang merebut semua mimpi masa remajanya. Randai berhasil menyelesaikan studinya di ITB, kampus yang dulunya begitu didambakan oleh Alif. Randai dengan sangat menyebalkan juga berhasil menikahi Raisa, seorang gadis yang dulunya sangat memikat hati Alif.
Oleh karena itu, Alif bertekad tidak akan kalah dengan Randai, bahkan dengan dirinya sendiri yang terpuruk. Berbekal mantra yang dia peroleh dari ajaran pesantren, Alif berusaha untuk bangkit.
"Man saara ala darbi washala
Siapa yang berjalan di jalannya akan sampai di tujuan"
Mantra itulah yang terus diyakini oleh Alif. Pada akhirnya, jalan panjang yang ia tempuh perlahan menunjukkan muara dari tujuannya. Ia mendapatkan beasiswa S2 ke Washington, dan ia pun bertemu dengan tambatan hatinya yang baru, Dinara. Seorang gadis yang merupakan rekan kantornya sendiri, dan kelak akan menjadi istrinya.
Secara umum, novel ini penuh dengan hal-hal yang menginspirasi. Pengalaman hidup Alif yang sedikit banyak diadaptasi dari pengalaman hidup penulis sendiri memberikan banyak insight mengenai pencarian muara dari perjalanan hidup, serta kegigihan dalam berjuang dan meraih cita-cita.
Membaca novel ini ibarat mendapatkan suntikan semangat dari sosok Alif versi dewasa yang telah mengecap manis getir dan asam garam kehidupan. Bagi yang sedang merasa terpuruk, novel ini bisa menjadi bacaan yang mendongkrak semangat untuk bangkit kembali!
CEK BERITA DAN ARTIKEL LAINNYA DI GOOGLE NEWS