Emosional yang Begitu Sesak dalam Film Bila Esok Ibu Tiada

Hernawan | Athar Farha
Emosional yang Begitu Sesak dalam Film Bila Esok Ibu Tiada
Poster Film Bila Esok Ibu Tiada (Dokumentasi Pribadi/Athar Farha)

Kita pastinya pernah kehilangan begitu dalam, sampai-sampai merasa segala yang ada di dekat kita terasa jauh dan nggak terjangkau. Ya, setidaknya gambaran suram dan menyedihkan itu ada dalam Film Bila Esok Ibu Tiada, yang mana, mengajak kita untuk merasakan hal demikian melalui kisah keluarga yang dihantui duka begitu kompleksnya. 

Disutradarai Rudy Soedjarwo dan diadaptasi dari novel karya Nagiga Nur Ayati, Film Bila Esok Ibu Tiada telah mengukuhkan dirinya sebagai film paling dicari pada November 2024! Pertanyaannya, kesuksesan film ini apakah serasi dengan kritik penonton atau justru sebaliknya? Kita bahas lebih dalam lagi ya!

Sinopsis Film Bila Esok Ibu Tiada 

Kamu akan diperlihatkan momen meninggalnya Haryo (Slamet Rahardjo), ayah sekaligus suami yang menjadi perekat keluarga. Kematiannya, meninggalkan Rahmi (Christine Hakim) yang terperosok dalam duka terdalam dan belum pernah ada sepanjang hidupnya. 

Nah, di sini, Haryo dan Rahmi memiliki empat anak: Ranika (Adinia Wirasti), pengusaha sukses yang menyimpan kelelahan emosional; Rangga (Fedi Nuril), musisi idealis; Rania (Amanda Manopo), aktris penuh ambisi; dan Hening (Yasmin Napper), si bungsu, terlalu peka dan cenderung suka mengalah dan apa-apa selalu dirasakan sendiri. 

Keempat anak itu sudah jarang berkumpul, saking sibuknya. Parahnya, mereka bahkan sampai terlambat menghadiri ulang tahun Rahmi. Momen ulang tahun itu menjadi salah satu titik konflik dan membuka hubungan dingin mereka satu sama lain, serta mengupas rasa kesepian sang ibu. 

Emosional yang Begitu Sesak

Eksekusi teknis terbilang oke saja. Khususnya, pada adegan ulang tahun Rahmi yang direkam dengan teknik single take. Sinematografinya itu loh, benar-benar menciptakan suasana emosional sesak dalam ruang makan sempit, tapi juga menggambarkan konflik antar anggota keluarga. Dan jujur saja, aku sangat suka dengan penampilan Christine Hakim, yang tampil penuh perasaan yang rapuh tapi berusaha kuat. Eh, Slamet Rahardjo kendatipun tampil sedikit-sedikit, tapi dia juga bagian penggerak konflik film ini. Keren, dah!

Bukan cuma aktris dan aktor seniornya yang bersinar kok. Adinia Wirasti, Fedi Nuril, Amanda Manopo, dan Yasmin Napper, mereka tampil prima dan bisa bikin gemas penonton kok. Saat mereka berbicara, berargumen, dan bertindak, benar-benar kayak ‘tektokan’ keluarga nyata (yang saling memendam konflik ya).

Sayangnya, transisi antar adegan kadang kelihatan kasar. Belum lagi terkait skripnya, meski berhasil membangun emosi, tapi lagi-lagi masih ada beberapa kelemahan dalam menggerakkan cerita dengan mulus. Berasa yang dijual cuma kesedihan dari kisah ibu dan anak-anaknya. 

Biarpun begitu, Film Bila Esok Ibu Tiada, pesan utama yang salah satunya tentang, bagaimana ketidaksempurnaan dan kekhilafan manusia itu nyata, terasa begitu relevan. Film ini bagus, tapi nggak bagus banget. Nggak perlu menuntut lebih dari film ini, dan jangan lupa bawa tisu. 

Skor: 6,9/10. Selamat nonton ya. 

Tulisan ini merupakan kiriman dari member Yoursay. Isi dan foto artikel ini sepenuhnya merupakan tanggung jawab pengirim.

Tampilkan lebih banyak