Ulasan Novel Olga: Freelance, Warisan Humor dari Penulis Ngocol

Hikmawan Firdaus | Rie Kusuma
Ulasan Novel Olga: Freelance, Warisan Humor dari Penulis Ngocol
Cover novel Olga: Freelance.[Dok. Ipusnas]

Novel Olga: Freelance merupakan karya dari Hilman yang diterbitkan pertama kali oleh Gramedia Pustaka Utama di tahun 1998. Perlu diketahui, sang penulis dahulu dikenal sebagai Raja Ngocol se-Indonesia lewat serial Lupus yang bergenre komedi.

Dalam novel seri Olga ini, Hilman masih setia dengan genre komedi yang menjadi ciri khas beliau. Dikisahkan tentang Olga yang kembali jadi penyiar di Radio Ga Ga setelah bosan jadi pembawa acara di TV swasta.

Di Radio Ga Ga, Olga punya penggemar setia yang tergila-gila dengannya bernama Somad. Perjaka bangkotan ini selalu hadir di jam siaran Olga dan pasti selalu membawakan Olga buah tangan.

Selain Somad yang ngeselin dan sering ngajak kawin, di Radio Ga Ga juga ada Jo, penyiar lain yang suka sirik sama Olga dan pernah culas tapi kena batunya. Belum lagi ada satpam yang juga naksir Olga.

Namun, perkara Olga dikelilingi cowok-cowok penggoda kalah heboh dengan masalah yang dialami Papi Olga, Pak Mintoro yang seorang dosen matematika di sebuah universitas swasta.

Papi Olga diancam oleh pacar salah satu mahasiswinya yang ketahuan nyontek saat ujian. Papi bakal diisukan melakukan pelecehan seksual terhadap mahasiswinya tersebut, yang bisa mencemarkan nama baik Papi di kampus.

Papi mengembuskan napas. “Sebetulnya Papi bisa aja kasih mahasiswi itu nilai bagus. Dia senang, pacarnya senang, Papi juga aman. Tapi Papi nggak bisa begitu. Nggak sejalan dengan hati nurani Papi.” (Hal. 56)

Novel Olga: Freelance menyuguhkan beberapa konflik intern baik yang dialami tokoh utama maupun para tokoh pendukung. Setiap konflik tetap menyisipkan humor disertai penyelesaian yang tak berlarut-larut.

Komedi dalam novel Olga sedikit banyak serupa dengan novel Lupus, pendahulunya. Setiap tokoh juga dibekali karakter yang memiliki ciri khas yang mudah dikenali pembaca.

Olga sebagai tokoh utama memiliki karakter kuat dengan kebiasaannya yang gemar bersepatu roda ke mana-mana. Tapi, tokoh Mami Olga yang ternyata menarik perhatian saya, dengan cara bicaranya yang unik, yaitu menggunakan tiga bahasa sekaligus, yaitu bahasa Indonesia, Sunda, dan Belanda.

Namun, perkara berbahasa si Mami ini agaknya juga menjadi kekurangan dalam novel ini. Sebab, tidak ada catatan kaki yang bisa menerjemahkan ucapan Mami Olga, karena tidak semua kalimat Mami diterjemahkan secara langsung dalam percakapan.

Otomatis saya bolak-balik mengecek google translate karena ingin tahu kalimat apa yang diucapkan Mami Olga dalam bahasa Belanda. Sedangkan mengenai bahasa Sunda saya masih bisa sedikit memahaminya.

Meskipun demikian, sedikit kekurangannya tersebut sama sekali tak mengganggu kenikmatan saat membaca novel Olga: Freelance. Buku ini juga menjadi salah satu warisan buku humor yang berharga dari almarhum Hilman Hariwijaya, si Raja Ngocol se-Indonesia.

Cek berita dan artikel lainnya di GOOGLE NEWS.

Tulisan ini merupakan kiriman dari member Yoursay. Isi dan foto artikel ini sepenuhnya merupakan tanggung jawab pengirim.

Tampilkan lebih banyak