Tentang Merangkul Kehilangan dan Penerimaan: Review Novel 'Serangkai'

Hikmawan Firdaus | Sabit Dyuta
Tentang Merangkul Kehilangan dan Penerimaan: Review Novel 'Serangkai'
Novel 'Serangkai' (Gramedia)

Bagaimana seseorang menghadapi kehilangan? Apakah melupakan adalah cara terbaik, atau justru dengan menerima dan memberi ruang bagi perasaan itu?

Novel "Serangkai" karya Valerie Patkar menawarkan eksplorasi mendalam tentang proses menghadapi duka dan bagaimana seseorang menemukan kembali dirinya setelah kehilangan yang mendalam.

Kisah ini berpusat pada Kai Deverra, seorang pembalap Formula 1 berbakat yang masih terjebak dalam bayang-bayang mantan kekasihnya, Claire Paveitria. 

Meski waktu terus berjalan, pikirannya masih tertinggal di masa lalu, seolah-olah kebahagiaan hanya bisa ditemukan dalam kenangan yang sudah lewat.

Namun, takdir membawanya bertemu dengan Karina Maladivas Nota, atau Divas, seorang dokter muda yang juga menyimpan luka mendalam akibat kehilangan kakaknya, Zacchio.

Dua orang asing ini dipertemukan dalam keadaan yang sama-sama rapuh, lalu perlahan belajar memahami bahwa kehilangan bukan sesuatu yang bisa dihindari atau disangkal—melainkan harus diterima dan dihadapi.

Novel ini menggambarkan bahwa duka bukan sesuatu yang bisa hilang begitu saja hanya karena waktu berjalan. Tidak ada cara instan untuk move on, karena setiap orang memiliki waktu dan cara masing-masing dalam menghadapi kehilangan.

Dari karakter Kai dan Divas, novel ini menunjukkan bahwa perasaan sedih, marah, atau bahkan tidak berdaya setelah kehilangan seseorang adalah hal yang wajar. Namun, menekan perasaan itu justru bisa membuat luka semakin dalam.

Selain bicara soal kehilangan, "Serangkai" juga menyoroti bagaimana lingkungan sekitar sering kali tidak memahami bahwa seseorang masih berjuang dalam kesedihannya.

Divas, misalnya, berasal dari keluarga yang tampak baik-baik saja, tetapi di dalamnya ada banyak perasaan yang terpendam dan luka yang tak terucapkan. Ini menggambarkan realitas banyak orang yang harus menghadapi duka sendirian karena orang-orang di sekitarnya lebih memilih berpura-pura bahwa semuanya baik-baik saja.

Novel ini juga relevan dengan kehidupan banyak orang, terutama dalam hal kesehatan mental. Sering kali, seseorang yang sedang berduka justru mendapat tekanan untuk segera melupakan dan melanjutkan hidup, padahal menerima kehilangan adalah sebuah proses yang butuh waktu.

Kai dan Divas memperlihatkan bahwa menerima luka bukan berarti menjadi lemah, tetapi justru menjadi langkah awal untuk benar-benar sembuh.

Sebagai kesimpulan, "Serangkai" bukan hanya kisah tentang dua orang yang saling jatuh cinta, tetapi juga tentang bagaimana manusia menghadapi duka dan menemukan harapan setelah kehilangan.

Novel ini mengingatkan bahwa merelakan bukan berarti melupakan, tetapi memberi ruang bagi diri sendiri untuk tetap melangkah, meskipun ada bagian dari hati yang tetap menyimpan kenangan.

Sebuah kisah yang penuh makna, yang mungkin bisa menjadi teman bagi siapa saja yang masih belajar menerima kehilangan.

Tulisan ini merupakan kiriman dari member Yoursay. Isi dan foto artikel ini sepenuhnya merupakan tanggung jawab pengirim.

Tampilkan lebih banyak