Waktu, bagi sebagian orang, adalah sesuatu yang terus bergerak ke depan, tak bisa disentuh apalagi diulang. Namun dalam dunia fiksi, waktu adalah sesuatu yang lentur, bisa dijelajahi, diputar, bahkan dihampiri kembali.
Jepang memang terkenal dengan kisah novelnya yang menyentuh hati.
Di bawah ini, ada tiga rekomendasi novel Jepang yang menyingkap perjalanan waktu bukan sekadar sebagai alat untuk kembali ke masa lalu, tapi juga sebagai cara untuk menyentuh perasaan terdalam tentang kehilangan, penyesalan, dan harapan.
1. The Vanishing Cherry Blossom Bookshop

Bayangan masa lalu memang kadang terlihat samar dan tidak sepenuhnya jelas. Seperti kelopak bunga sakura yang gugur tertiup angin.
Itulah nuansa utama dalam The Vanishing Cherry Blossom Bookshop, sebuah novel yang menyandingkan keajaiban dan nostalgia dalam balutan toko buku tua yang misterius.
Toko buku ini hanya muncul bagi mereka yang tengah kehilangan arah dalam hidupnya. Di dalamnya, para pengunjung bisa menemukan buku-buku yang membawa mereka pada kenangan yang terlupakan, atau malah belum sempat mereka alami.
Lewat buku-buku tua yang dibacanya, ia menjelajah momen-momen penting dalam hidup, bukan untuk mengubah, tapi memahami.
Dengan prosa lembut dan nuansa magis, novel ini menyiratkan bahwa yang kita butuhkan bukanlah kesempatan memperbaiki masa lalu, melainkan keberanian untuk menerimanya.
2. Before the Coffee Gets Cold oleh Toshikazu Kawaguchi

Sebuah kafe kecil tersembunyi di sudut kota Tokyo menawarkan hal tak biasa, kursi khusus yang memungkinkan pengunjungnya melakukan perjalanan ke masa lalu.
Tapi ada syarat yang harus diikuti. Mereka tidak bisa mengubah apa pun, dan mereka harus kembali sebelum kopi yang disajikan menjadi dingin.
Toshikazu Kawaguchi menulis novel ini dengan pendekatan teatrikal dan emosional.
Setiap bab berisi cerita dari orang-orang yang ingin kembali ke masa lalu, seorang wanita yang ingin mengucapkan selamat tinggal, seorang pria yang ingin menepati janji, atau seorang ibu yang berjuang sendirian.
Alih-alih fokus pada paradoks waktu atau dilema ilmiah, Before the Coffee Gets Cold menyentuh sisi manusia yang paling universal, yaitu kerinduan.
Ini adalah novel yang lembut namun menggetarkan, mengingatkan kita bahwa waktu bisa jadi kejam, tapi kenangan selalu punya tempat untuk kembali pulang.
3. The Lantern of Lost Memories oleh Sanaka Hiiragi

Novel The Lantern of Lost Memories berkisah tentang lentera kuno yang bisa memunculkan ingatan masa lalu yang hilang. Bahkan pemiliknya bisa melintasi waktu untuk kembali ke masa kenangan itu dibuat.
Saat lentera menyala, mereka akan dibawa kembali ke masa sebelum kejadian itu, dan perlahan menemukan bagian dari dirinya yang selama ini hilang. Namun, ada resiko yang perlu ditanggung. Tinggal terlalu lama di masa lalu bisa berarti melupakan masa kini.
Dengan gaya penulisan yang puitis dan penuh imajinasi, Sanaka Hiiragi membawa pembaca masuk ke dunia yang halus namun sarat emosi.
Bukan sekadar soal mengingat, tapi juga tentang memilah mana yang layak dikenang dan mana yang sebaiknya dilepas.
Ketiga novel ini tidak hanya menawarkan kisah tentang kembali ke masa lalu, tapi juga pelajaran mendalam tentang memori, kehilangan, dan penerimaan.
Waktu, dalam kisah-kisah ini, bukanlah alat untuk menghindar dari kenyataan, melainkan cermin yang memperlihatkan siapa diri kita sebenarnya.
Bila kamu sedang mencari bacaan yang menyentuh hati dan membuatmu merenungi arti dari setiap detik yang pernah ada, ketiga novel ini patut untuk kamu selami.