Di saat janji pada masa ini hanya sebatas kata penenang tanpa bukti, novel ini menghadirkan satu sosok yang penuh keteguhan dalam memberikan tamparan akan makna janji sebenarnya. Bahwa janji bukan hanya tentang kata yang dirangkai sedemikian rupa, tapi tersimpan amanah yang perlu tak cukup hanya untuk disampaikan, tapi juga perlu dibuktikan.
Identitas Buku
- Judul: Janji
- Pengarang: Tere Liye
- Penerbit: PT Sabak Grip Nusantara
- Tahun Terbit: 2021
- Tebal Halaman: 488 halaman
- Genre: Fiksi, Inspiratif
Setelah sekian lama menghadirkan karya-karya dengan latar hukum, konspirasi ekonomi, dan politik global, Tere Liye akhirnya kembali pada akar karyanya yang paling menyentuh. Kisah perjalanan batin dan spiritual, penuh nilai kehidupan yang meresap tanpa terkesan menggurui. Janji adalah bukti nyata bahwa “Tere Liye yang lama” kembali—dengan kekuatan penceritaan yang tenang, reflektif, dan menyala dalam kesunyian pembaca.
Mengenal Bahar Safar: Murid Penuh Luka, Lelaki Teguh Pendirian
Tokoh utama dalam novel ini, Bahar Safar, diperkenalkan secara misterius—dalam mimpi Buya, pimpinan pondok pesantren. Sebuah permintaan muncul: menemukan Bahar. Dari situlah tiga santri bermasalah (yang menjadi elemen hidup dalam cerita) menjalani perjalanan menelusuri jejak masa lalu Bahar.
Bahar bukan karakter “baik sejak awal”. Ia penuh luka, kemarahan, dan pemberontakan. Namun perlahan, lewat lapisan cerita yang dibuka Tere Liye secara sabar, kita memahami bahwa setiap kemarahan menyimpan rasa kecewa yang dalam. Bahar adalah seseorang yang memegang teguh sebuah janji, bahkan saat dunia tidak lagi berpihak padanya. Janji yang menjadi kompas hidupnya, membawanya ke jalan yang terjal, namun tak membuatnya menyerah.
Kisah Penelusuran yang Sarat Nilai
Layaknya Rembulan Tenggelam di Wajahmu atau Tentang Kamu, Janji dibangun dari struktur naratif penelusuran masa lalu. Namun, kali ini konteksnya religius dan lebih personal. Setting pondok pesantren, pencarian jati diri, dan kisah orang-orang yang terluka, membentuk narasi yang penuh pesan namun tetap membumi.
Kekuatan Tere Liye di sini bukan sekadar pada alur, melainkan kemampuannya menjahit hikmah tanpa terasa menggurui. Kalimat-kalimat yang tertulis terasa seperti nasihat dari orang tua yang hangat: tidak keras, tapi menempel lama di benak pembaca.
Salah satu kutipan yang membekas di novel ini yaitu:
“Kita selalu bisa memilih, bersabar atau marah. Bersyukur atau ingkar. Bahkan saat situasi itu menyakitkan, boleh jadi tetap ada kebaikan di sana…”
Di tengah gejolak hidup, pembaca diajak percaya bahwa kesabaran dan syukur bukan tanda kelemahan, tapi kekuatan untuk bertahan. Janji menjadi cermin untuk menilai ulang: kepada siapa kita pernah berjanji, dan apakah kita telah sungguh-sungguh menepatinya?
Detail yang Nyaris Sempurna
Satu hal yang patut diapresiasi: Janji disusun selama dua tahun oleh Tere Liye. Tak heran, dari sisi struktur, ritme, dan emosi, novel ini terasa matang. Ia memadukan gaya bercerita kontemplatif khas Rindu, kompleksitas tokoh ala Tentang Kamu, dan sentuhan mistik ringan seperti di Rembulan Tenggelam di Wajahmu.
Meski demikian, pembaca sempat mengeluhkan kesalahan kecil seperti penulisan nama tokoh yang tertukar di beberapa bagian. Hal ini bisa mengganggu, namun tidak merusak esensi cerita.
Kembali ke Titik Awal dengan Cara yang Lebih Dalam
Bagi penggemar lama Tere Liye, Janji adalah pelepas rindu sekaligus penegasan bahwa kekuatan tulisannya bukan sekadar pada cerita cinta atau plot twist—melainkan pada nilai-nilai universal yang ditulis dengan rendah hati. Buku ini mengajak kita untuk tidak sekadar mengingat janji, tapi memeluknya erat, bahkan ketika kita harus merangkak sambil menangis untuk menepatinya.
Dalam dunia yang cepat lupa dan mudah menyerah, Janji hadir sebagai pengingat bahwa setia itu mahal, dan hanya mereka yang punya hati teguh yang bisa menjaganya sampai akhir.