Review Film Death Whisperer 3: Hadir dengan Jumpscare Tanpa Ampun!

Hayuning Ratri Hapsari | Ryan Farizzal
Review Film Death Whisperer 3: Hadir dengan Jumpscare Tanpa Ampun!
Poster film Death Whisperer 3 (instagram.com/primacinema.id)

Dalam dunia sinema horor Thailand yang kian mendominasi pasar Asia Tenggara, trilogi Death Whisperer telah menjadi fenomena tak terbantahkan.

Dimulai dari Death Whisperer (2023) yang mengguncang dengan cerita kutukan desa terpencil, diikuti sekuel Death Whisperer 2 (2024) yang lebih intens dengan elemen gore dan balas dendam, kini bagian ketiga ini hadir sebagai penutup epik yang penuh kejutan.

Disutradarai oleh Narit Yuvaboon produser dari dua film sebelumnya yang kini debut sebagai sutradara Death Whisperer 3 (atau Tee Yod 3 dalam bahasa Thai) dirilis pada 1 Oktober 2025 di Thailand dan secara serentak di Indonesia melalui jaringan bioskop XXI.

Film ini bukan sekadar kelanjutan, melainkan evolusi genre horor supernatural yang memadukan mitos rakyat Thailand dengan aksi thriller modern, membuatku terjebak dalam pusaran ketakutan yang tak terlupakan.

Cerita Death Whisperer 3 melanjutkan nasib keluarga Yak, yang telah lama dihantui oleh bisikan kematian sebuah kutukan gaib yang berasal dari roh jahat berpakaian hitam.

Setelah mengalahkan ancaman utama di akhir bagian kedua, Yak (diperankan karismatik oleh Nadech Kugimiya) berusaha kembali ke kehidupan normal. Sebagai mantan tentara yang trauma, ia mulai merencanakan masa depan, termasuk kembalinya ke dinas militer.

Namun, kedamaian itu buyar ketika adik bungsunya, Yee (Natcha Nina Jessica Padovan), diculik oleh sekelompok kultus misterius yang menyembah entitas kuno.

Kultus ini, yang disebut sebagai "Penjaga Bisikan", memuja ruh-ruh pendendam dari desa terkutuk yang pernah menjadi medan perang keluarga Yak di film sebelumnya.

Bersama rekannya, Sersan Paphan (Ong-art Jeamjaroenpornkul), Yak memasuki desa angker itu—sebuah labirin hutan lebat penuh ritual kuno, patung-patung batu berlumur darah, dan bisikan-bisikan halus yang merayap di telinga seperti angin malam.

Plot film ini dibangun dengan cermat, menggabungkan elemen folk horror ala The Wailing Korea Selatan dengan sentuhan aksi ala Train to Busan.

Narasi dibagi menjadi tiga babak yang ketat: pencarian awal yang penuh ketegangan emosional, eksplorasi desa yang memuncak dengan jump scare brutal, dan klimaks ritual massal yang melibatkan seluruh penduduk desa.

Tidak seperti dua film sebelumnya yang fokus pada kepemilikan ruh individu, bagian ketiga ini memperluas skala ke tingkat komunal, di mana seluruh desa menjadi korban kutukan yang saling terkait.

Yee, yang awalnya tampak sebagai korban polos, ternyata menyimpan rahasia keluarga yang mengguncang. Sebuah twist yang mengungkap bahwa kutukan ini bukan sekadar balas dendam ruh, melainkan warisan dosa leluhur Yak.

Penulis skenario, terinspirasi dari novel Tee Yod: The End of Madness karya Krittanon, berhasil menyatukan benang merah trilogi tanpa terasa dipaksakan, meski beberapa subplot kultus terasa agak bertele-tele sih di tengah film.

Review Film Death Whisperer 3

Salah satu adegan di film Death Whisperer 3 (instagram.com/primacinema.id)
Salah satu adegan di film Death Whisperer 3 (instagram.com/primacinema.id)

Pemeran utama menjadi tulang punggung kekuatan di film ini. Nadech Kugimiya, bintang idola Thailand yang dikenal dari The Con-Heartist, semakin matang sebagai Yak.

Ia bukan lagi pahlawan macho semata, tapi pria rapuh yang bergulat dengan rasa bersalah, terlihat dari tatapannya yang penuh beban saat menghadapi bisikan ruh. Peran ini memberinya ruang untuk aksi fisik dan pertarungan tangan kosong melawan pendeta kultus, sekaligus monolog emosional yang menyentuh.

Jelilcha Kapaun sebagai saudari Yak yang selamat dari film sebelumnya, menambahkan lapisan dramatis dengan karakternya yang tangguh namun rentan.

Natcha Nina Jessica Padovan mencuri perhatian sebagai Yee, dengan transformasi dari gadis remaja polos menjadi wadah ruh yang mengerikan; ekspresinya saat berbisik berhasil menciptakan momen ikonik.

Pendukung seperti Kajbhandit Jaidee sebagai pemimpin kultus dan Peerakrit Pacharabunyakiat sebagai anggota tim Yak, memberikan dinamika kelompok yang solid, mirip ensemble di The Conjuring.

Peran Arisara Wongchalee sebagai dukun desa terasa kurang dieksplor, meski chemistry-nya dengan Kugimiya menambah kedalaman mitologi film sih.

Bisa kubilang, Death Whisperer 3 adalah lompatan besar dari pendahulunya. Sinematografi oleh tim M Studio menangkap keindahan gelap desa Thailand kabut pagi yang menyelimuti sawah, cahaya rembulan yang menyusup melalui pepohonan, dan close-up makab pada ritual pemotongan hewan yang membuatku perut mules.

Efek suara di film ini sangat berpengaruh dan menjadikannya curi has seperti bisikan kematian dirancang dengan lapisan audio 3D yang terasa seperti berhembus langsung ke telingaku, terutama di format IMAX yang tersedia di XXI Indonesia.

Sound design ini, dikombinasikan dengan skor orkestra gelap ala Hildur Guðnadóttir, menciptakan atmosfer claustrophobia yang superior.

Efek visualnya campuran praktis dan CGI seperti ruh yang muncul dari tanah berlumpur—lebih halus daripada bagian kedua, meski ada beberapa glitch minor di adegan klimaks. Durasi 104 menit terasa pas, dengan pacing yang lebih cepat, menghindari kelemahan lambatnya film pertama.

Jadi bisa kusimpulkan, Death Whisperer 3 layak mendapat 8.5/10 dariku. Ini adalah penutup trilogi yang memuaskan, lebih menekankan tema keluarga dan penebusan dosa daripada sekadar jumpscare murahan.

Bagi penggemar horor Asia, film ini wajib tonton ya karena ia melampaui ekspektasi dengan gore yang visceral (adegan pengorbanan manusia tak kalah brutal dari Midsommar) dan pesan moral tentang bagaimana trauma masa lalu bisa "berbisik" hingga generasi berikutnya.

Kekurangannya? Beberapa twist bisa diprediksi bagi yang sudah baca novel asli, dan akhir terbuka sedikit (menggoda spin-off Saming Khao Khwang mungkin mengecewakan pencari resolusi total. Namun, secara keseluruhan, ini adalah kemenangan bagi genre horor Thailand yang kian global.

Buat penonton Indonesia, Death Whisperer 3 tayang perdana mulai tanggal 1 Oktober 2025, secara eksklusif di bioskop XXI seluruh negeri, termasuk format IMAX untuk pengalaman imersif dengan Dolby Atmos.

Jadwal tayang dimulai pukul 10.00 WIB di pusat-pusat seperti XXI Royal Plaza Surabaya, Cuputra World XXI , dan Mall Grand City XXI, dengan tiket reguler Rp35.000–Rp100.000.

Jangan lewatkan! Karena film ini bukan hanya horor, tapi pengingat bahwa bisikan kematian bisa datang kapan saja, bahkan di tengah hiruk-pikuk kota-kota besar. Siapkan jantungmu ; trilogi ini berakhir dengan ledakan yang akan bergema lama.

Tulisan ini merupakan kiriman dari member Yoursay. Isi dan foto artikel ini sepenuhnya merupakan tanggung jawab pengirim.

Tampilkan lebih banyak