Dalam dunia literatur roman modern, Helen Hoang berhasil menciptakan cerita unik dengan menghadirkan karakter-karakter neurodivergen yang autentik. Melalui The Bride Test, Hoang tidak hanya menyajikan kisah komedi romantis yang manis, tetapi juga sebuah eksplorasi mendalam tentang autisme, pengorbanan imigran, dan definisi cinta yang melampaui kata-kata.
Cerita berpusat pada Khai Diep, seorang pria sukses di California yang menderita autisme. Khai percaya bahwa dirinya "rusak" karena ia tidak bisa merasakan emosi seperti orang normal lainnya. Ia tidak merasa sedih saat pemakaman dan tidak memahami konsep cinta. Khawatir anaknya akan hidup sendirian selamanya, ibunya yang berkemauan keras pergi ke Vietnam untuk mencarikan istri bagi Khai.
Di sana, ia bertemu dengan Esme, seorang ibu muda yang bekerja sebagai pembersih toilet di sebuah hotel. Demi masa depan putrinya yang lebih baik di Amerika, Esme setuju untuk mengikuti "tes pengantin" selama musim panas di rumah Khai. Pertemuan dua dunia yang sangat berbeda ini menjadi inti dari dinamika cerita yang memikat.
Salah satu kekuatan utama novel ini adalah bagaimana Helen Hoang menggambarkan pikiran Khai. Khai bukan sekadar karakter yang "pemalu" atau "aneh"; ia memiliki kebutuhan sensorik yang spesifik, rutinitas yang kaku, dan cara memproses informasi yang sangat literal.
Hoang dengan sangat apik menunjukkan bahwa ketidakmampuan Khai untuk mengekspresikan emosi secara konvensional bukan berarti ia tidak punya perasaan. Khai menunjukkan cintanya melalui tindakan, memastikan keamanan Esme, mengatur jadwal, dan memberikan perhatian pada detail kecil. Ini memberikan perspektif baru bagi pembaca tentang bagaimana spektrum autisme memengaruhi hubungan interpersonal.
Jika Khai mewakili isu neurodivergensi, Esme mewakili perjuangan imigran. Sebagai wanita Vietnam tanpa pendidikan tinggi, Esme datang ke Amerika dengan beban harapan keluarga dan rasa tidak aman yang besar. Ia harus menghadapi hambatan bahasa, budaya, dan prasangka sosial.
Esme adalah karakter yang sangat kuat dan tangguh. Ia tidak membiarkan dirinya hanya menjadi objek perjodohan. Meskipun awalnya ia merasa rendah diri di hadapan kekayaan Khai, perlahan ia mulai membangun kepercayaan diri, belajar bahasa Inggris, dan mencari jati dirinya sendiri. Karakter Esme memberikan kedalaman emosional yang menyeimbangkan sisi teknis dan kaku dari karakter Khai.
The Bride Test mengikuti kiasan "pernikahan kontrak" atau "perjodohan", namun dieksekusi dengan sangat segar. Ketegangan antara Khai dan Esme dibangun dengan sangat sabar. Karena Khai sangat menghindari sentuhan fisik yang tidak terduga, setiap kemajuan dalam kedekatan mereka terasa sangat berarti dan bermakna.
Ketertarikan mereka bukan hanya sekadar fisik, melainkan tentang bagaimana mereka belajar berkomunikasi. Esme belajar untuk tidak tersinggung oleh kejujuran Khai yang terkadang menyakitkan, sementara Khai belajar bahwa kehadirannya sangat berarti bagi orang lain. Adegan-adegan romantis dalam buku ini ditulis dengan intensitas tinggi namun tetap mempertahankan sisi emosional yang kuat.
Sepanjang novel, Khai terus-menerus bertanya pada dirinya sendiri apakah ia bisa mencintai. Ia mengira cinta adalah sebuah perasaan yang meledak-ledak. Namun, melalui hubungannya dengan Esme, pembaca diajak memahami bahwa cinta sering kali muncul dalam bentuk yang paling tenang, kenyamanan saat bersama, kerinduan saat jauh, dan keinginan untuk melindungi.
Helen Hoang memiliki gaya penulisan yang sangat visual dan lugas. Alurnya bergerak dengan kecepatan yang pas dan tidak terlalu terburu-buru namun tidak membosankan. Penggunaan sudut pandang orang ketiga yang bergantian antara Khai dan Esme memungkinkan pembaca memahami kesalahpahaman yang sering terjadi di antara mereka karena perbedaan cara berpikir. Kehadiran karakter pendukung, seperti saudara-saudara Khai (Michael dan Quan), memberikan unsur komedi dan kehangatan keluarga yang membuat cerita ini terasa lebih hidup dan tidak terlalu berat.
The Bride Test adalah sebuah karya yang hangat dan sangat manusiawi. Helen Hoang berhasil membuktikan bahwa setiap orang, bagaimanapun cara kerja otaknya atau dari mana pun asalnya, berhak atas cinta dan kebahagiaan. Buku ini bukan hanya tentang bagaimana mendapatkan pasangan, tetapi tentang bagaimana memahami diri sendiri agar bisa mencintai orang lain dengan benar.
Identitas Buku
Judul: The Bride Test
Penulis: Helen Hoang
Penerbit: Berkley
Tanggal Terbit: 7 Mei 2019
Tebal: 320 Halaman