Review Drama No Next Life: Suara Jujur Perempuan Hadapi Bias Gender di Usia 40-an

Sekar Anindyah Lamase | Ernik Budi Rahayu
Review Drama No Next Life: Suara Jujur Perempuan Hadapi Bias Gender di Usia 40-an
Drama Korea No Next Life (Soompi)

Drama Korea yang berjudul "No Next Life" telah menyelesaikan episode terakhirnya beberapa hari lalu. Dalam episode kedua terakhir dari drama TV CHOSUN "No Next Life" mencapai jumlah penonton tertinggi hingga saat ini.

Penayangan pada 15 Desember tersebut mencetak rating rata-rata nasional sebesar 3,4 persen, meningkat 0,1 persen dari rekor terbaik episode yang sebelumnya tayang.

Secara garis besar, "No Next Life" adalah drama komedi yang dibintangi oleh Kim Hee SunHan Hye Jin, dan Jin Seo Yeon sebagai tiga wanita berusia 41 tahun yang lelah dengan rutinitas harian mengasuh anak dan bekerja.

Saat masing-masing menghadapi tantangan baru, drama ini menggambarkan kebingungan dan kecemasan memasuki usia 40-an dengan cara yang menyentuh hati namun tetap humoris.

Yan menarik dari drama ini adalah drama ini hadir sebagai potret getir tentang perempuan dewasa yang hidup di antara ekspektasi sosial, dunia kerja yang maskulin, dan identitas diri yang kerap dipinggirkan.

Judulnya sendiri sudah menjadi pernyataan tegas: sebuah penolakan terhadap label yang mereduksi perempuan hanya pada status usia atau peran domestik.

Review Drama Korea No Next Life

Sejak awal penayangan, drama ini tidak menawarkan konflik besar yang sensasional. Sebaliknya, drama No Next Life membangun ceritanya dari ketegangan sehari-hari yang sering dianggap sepele, tetapi sangat nyata bagi banyak perempuan.

Konfliknya juga tidak cukup berat, melainkan seperti mulai dari panggilan yang merendahkan, perlakuan tidak adil di kantor, hingga tekanan sosial untuk "tahu diri" karena usia atau status pernikahan. Walaupun sepele hal ini tentu sangat berat untuk para perempuan yang terus mengalami tekanan.

Tokoh utama dalam drama ini digambarkan sebagai perempuan profesional yang kompeten, berpengalaman, namun terus-menerus harus membuktikan diri di lingkungan kerja yang bias gender dan umur.

Ia bukan karakter yang vokal atau heroik secara konvensional. Perlawanan yang ia lakukan bersifat sunyi yakni melalui kerja keras, keteguhan sikap, dan keberanian mempertahankan martabat.

Kekuatannya terletak pada cara dramanya memotret permasalahan gender. Drama ini dengan cermat menunjukkan bahwa diskriminasi tidak selalu hadir dalam bentuk konflik besar, melainkan dalam kebiasaan sehari-hari yang terus diulang.

Dari segi penulisan karakter, drama ini terasa matang dan realistis. Para tokohnya tidak hitam-putih. Ada rekan kerja yang tidak sepenuhnya jahat, tetapi turut melanggengkan budaya patriarkal karena merasa itu "normal".

Ada pula perempuan lain yang memilih diam demi bertahan hidup. Semua pilihan ini digambarkan tanpa penghakiman, membuat ceritanya terasa dekat dengan realitas.

Kehidupan para tokoh juga cukup kompleks. Mulai kehidupan pernikahan yang ternyata merubah hidup sang tokoh dari perempuan mandiri menjadi ibu rumah tangga yang tak bisa menikmati kehidupannya, tokoh yang lain yang sendiri juga harus menghadapi kesunyiannya, maupun tokoh lainnya yang mengalami permasalahan terhadap pasangganya. 

Semuanya digambarkan dengan baik, penonton seakan dibuat relate terhadap masalah setiap perempuan ketika mereka memilih kehidupannya.

Akting para pemain menjadi kekuatan utama. Emosi tidak ditampilkan secara meledak-ledak, melainkan lewat ekspresi tertahan, nada suara yang dijaga, dan dialog singkat yang sarat makna. Penonton diajak memahami bahwa kelelahan emosional sering kali lebih berat daripada konflik terbuka.

Baik Kim Hee Sun, Han Hye Jin dan Jin Seo Yeon mereka semua tampil dengan baik. Berhasil membuat penonton seakan relate dengan kehidupan mereka.

Dari sisi alur, "No Next Life" berjalan dengan tempo tenang dan konsisten. Drama ini memberi ruang untuk refleksi, bukan kejutan.

Beberapa episode mungkin terasa lambat, namun ritme tersebut justru memperkuat pesan bahwa perubahan sosial tidak terjadi dalam semalam.

Visual drama ini sederhana namun efektif. Kantor, ruang rapat, dan rumah digambarkan dengan nuansa realistis tanpa glamorisasi. Musik latar digunakan seperlunya, membiarkan dialog dan keheningan bekerja menyampaikan emosi.

Meski demikian, drama ini mungkin terasa kurang "menghibur" bagi penonton yang mengharapkan romansa dominan atau konflik besar.

Namun "No Next Life" memang tidak bertujuan menjadi tontonan ringan. Ia hadir sebagai cermin untuk mengajak penonton, terutama perempuan, untuk melihat ulang pengalaman hidup mereka sendiri.

Secara keseluruhan, penulis memberikan skor 4/5 untuk drama ini. Bagi penulis drama ini adalah drama yang keren karena berani menyajikan ide tentang gender yang sangat tabu di Korea Selatan.

Drama ini adalah drama komedi kompleks yang tenang, tajam, dan relevan secara sosial. Ia tidak berteriak, tetapi moralnya cukup jelas bahwa penghormatan bukan soal usia atau status, melainkan pengakuan atas kapasitas dan kemanusiaan seseorang.

Drama ini cocok untuk kalian yang menyukai cerita berbasis karakter, isu gender di dunia kerja, dan narasi yang jujur tanpa dramatisasi berlebihan.

CEK BERITA DAN ARTIKEL LAINNYA DI GOOGLE NEWS

Tulisan ini merupakan kiriman dari member Yoursay. Isi dan foto artikel ini sepenuhnya merupakan tanggung jawab pengirim.

Tampilkan lebih banyak