Scroll untuk membaca artikel
Tri Apriyani | Evangelia
Kanoena, Evangelia. Korea, 2017. (Dokumentasi Pribadi)

“Apa sih bagusnya Korea.” Pola pikir itu tersimpan dalam pikiran ini selama bertahun-tahun sebelum si yang tak pernah diundang datang. Iya, aku adalah salah satu oknum yang suka menilai teman-teman pengagum Pop Korea ataupun Drama Korea sebelah mata, atau lebih spesifiknya: alay.

Walau tidak pernah mengatakannya secara frontal, teman-temanku pastinya bisa membaca dari raut muka ini, reaksi atau respon yang muncul setiap kali mereka mengangkat topik apapun yang mengandung “Korea”. 

Walaupun begitu, aku dapat dibilang seseorang yang beruntung dibandingkan teman-temanku pada umumnya. Pada tahun 2017, Korea Selatan resmi menjadi negara diluar Asia Tenggara yang pertama kali kukunjungi. Saat itu, aku dan keluargaku disambut oleh matahari musim panas di bulan Juli, juga istri dari adik bungsu ibuku dan keluarganya: warga negara Korea Selatan tembak langsung.

Aku sekeluarga dilayani dengan hidangan pembuka, utama, sampai penutup khas Korea Selatan yang tak dapat terlupakan. Kami juga berkesempatan untuk menggunakan pakaian tradisional khas Korea Selatan, yaitu Hanbok jika diucapkan dengan aksen Indonesia.

Tidak banyak yang dapat diceritakan saat itu. Tentunya, kami sangat senang untuk diberi kesempatan seperti itu, namun pengalaman itu hanyalah sebatas liburan biasa pada umumnya tanpa adanya gairah ataupun perasaan disaat seseorang mengunjungi tempat yang dia impikan atau tempat yang sepertinya sudah ada ikatan pribadi dengan dirinya. 

Berbeda dengan perasaan senang sewaktu kunjungan ke Korea Selatan pada tahun 2017, kunjungan si yang tak pernah diundang pada awal tahun 2020 merubah perasaan senang menjadi perasaan cinta. Disaat semuanya tampak tak ada bedanya, sama saja -membosankan- akibat terlalu lama dikurung dalam zona nyaman, belum lagi saat kegiatan sehari-hari berubah 180 derajat karena kehadiran virus yang tak diundang, hal yang dulu dianggap hanya dapat dinikmati oleh oknum-oknum “alay” nyatanya dapat memuaskan kebosanan diri ini.

Crash Landing on You, serial drama Korea yang crash landing on me atau mungkin lebih tepatnya, I crash landed onto it. Layaknya Yoon Se Ri yang ditakdirkan untuk jatuh di Korea Utara terus lanjut jatuh hati pada Ri Jeong Hyeok, begitupun diri ini hanya butuh satu serial untuk mampu menaklukkan diri ini untuk jatuh pada puluhan serial drama lainnya.

Banyak yang berkata “Halah drakor ya drama banget. Lebay.” Mungkin itulah mengapa alasan diri ini jatuh hati. Antara hidup yang terlalu dramatis ini bisa merasakan ikatan atau hidup yang terlalu hampa ini ingin setidaknya menikmati bumbu-bumbu, serta warna-warni Drama Korea, walau hanya melalui layar komputer jinjing. Saat diri ini hanya dapat ditemani oleh musim hujan dan panas selama setahun, dia -Drama Korea- mengajakku untuk bersama merasakan kerasnya perjuangan Seo Dal Mi dari musim semi ke musim semi berikutnya.

Saat masyarakat lebih menganggap eksistensi kaum lelaki, Do Bong Soon mematahkan pandangan itu. Saat seakan dunia bersikap tak adil pada yang tertindas, Park Sae Ro Yi membuktikan bahkan bahwa pada akhirnya yang kebenaranlah yang akan menang. Dan datangnya Sung Bo Ra dengan teman-teman Ssangmundong membuat diri ini tak sendirian namun cemburu pada saat yang bersamaan. 

Hingga sekarang, kilas balik tentang pandangan pribadiku pada hal-hal yang berbau Korea terlihat lucu bila diingat. Apalagi jika mengimajinasikan skenario dimana diri ini bertemu dengan aku sebelum Maret pada tahun 2020 - Apakah aku yang sebelumnya akan segampang itu memasang kesan “alay” pada aku yang sekarang, yang notabenenya sudah lebih dewasa? Setiap cerita punya makna, begitu juga dengan drama Korea. Melihat kembali, rasanya dahulu diri ini takut mencoba karena stigma yang sudah dipasang sebelum betul-betul mengenal. Tapi ternyata, stigma itu berubah jadi cinta.

Evangelia

Baca Juga