Kemunculan aksi seni mural yang mirip Presiden Joko Widodo (Jokowi) dan kemudian diikuti oleh hadirnya sejumlah mural di berbagai tempat merupakan suatu bentuk kritik sosial melalui seni. Pasalnya, aksi seni mural merupakan cara lain dari rakyat untuk melakukan protes terhadap kegelisahan dari berbagai kebijakan pemerintah selama ini. Termasuk ingin memberitahukan bahwa masih banyak persoalan riil rakyat yang belum tersentuh sama sekali. Dengan cara seperti inilah rakyat ingin meminta pemerintah agar dapat lebih memperhatikan nasib rakyatnya.
Tentulah kritikan yang dipoles dengan karya seni ini sebagai bukti tumbuhnya kepedulian masyarakat terhadap nasib rakyat yang artinya partisipasi aktif masyarakat kian terlembaga dengan baik. Apalagi selama ini Presiden Jokowi pernah menyatakan bahwa pemerintah selalu membuka ruang yang luas agar publik untuk melakukan kritik. Artinya, kritikan melalui balutan seni harus diambil hikmahnya sebagai bentuk perhatian publik terhadap jalannya pemerintahan.
Dengan kata lain, kritik sosial dengan aksi seni seperti mural, tidak perlu ditanggapi secara berlebihan. Lagipula aksi seni mural ini merupakan sebuah hal yang wajar dan justru harus terus dibangun dalam iklim demokrasi. Sebab di era demokrasi, semakin banyak kritik yang bermunculan dari rakyat, semakin membuktikan bahwa proses demokratisasi di Indonesia kian terlembaga dengan baik.
Apalagi saat ini partisipasi publik itu semakin tumbuh karena didorong oleh budaya digital sebagai dampak dari kehadiran media sosial. Budaya digital yang terlahir dari media sosial, salah satunya adalah kian menguatnya kultur partisipasi dalam nalar kewargaan. Sebagai dampak dari partisipasi ini, apabila ada upaya penekananya, maka akan timbul perlawanan. Artinya, bila kemudian aksi seni mural ini dibungkam, tentu akan semakin banyak bermunculan aksi serupa dilarang tentu akan semakin bermunculan aksi protes seperti ini.
Dengan demikian, sudah tidak tepat lagi aksi seni seperti ini kemudian harus kita lawan dengan segala bentuk pembungkaman. Justru sebaliknya pemerintah kedepan harus dapat membuka ruang dialog yang seluasnya agar kebijakan yang diciptakan tetap merakyat dan bukan hanya kepentingan segelintir elite politik semata.
Tag
Baca Juga
-
Ancaman Sanksi dari PDIP Soal Capres Terkesan Lebay
-
Mengapa Video Santri Tutup Telinga saat Dengar Musik Begitu Viral?
-
Gegara Bentangkan Poster ke Jokowi, Akhirnya Suroto Diundang ke Istana
-
Pejabat Negara Makin Kaya Raya Selama Pandemi, Bagaimana Sikap Publik?
-
Partai Demokrat Ditantang oleh Rakyat untuk Menjadi Oposisi?
Artikel Terkait
-
Berita dari Kebayoran: Sebuah Kritik Sosial Karya Pramoedya Ananta Toer
-
Review Novel 'Makhluk Bumi': Jadi Alien demi Bertahan di Dunia yang Gila
-
Rina Nose Nyanyikan Lagu 'Bangun Orang Waras' Bareng Band Methosa, Publik: Ini Bakal Diintimidasi Juga?
-
Ketika yang Ditindas Balas Menindas: Review Novel 'Kita Pergi Hari Ini'
-
Ironi dan Penuh Plot Twist dalam Buku Kisah Muram di Restoran Cepat Saji
Kolom
-
Buku Mahal, Gaji Kecil: Apakah Membaca Hanya untuk yang Punya Uang?
-
Di Balik Tren Quiet Quitting: Tanda Karyawan Lelah atau Perusahaan Gagal?
-
Tren "In This Economy": Gaya Hidup Minimalis Jadi Pilihan Anak Muda
-
Menyikapi 'Film Ozora - Penganiayaan Brutal Penguasa Jaksel'
-
Sirine Bahaya Krisis Iklim Berbunyi Keras: Saatnya Pendidikan Jadi Garda Terdepan!
Terkini
-
PSIS Semarang vs PS Barito Putera: Pekan Hiburan bagi Laskar Mahesa Jenar
-
Ulasan Buku 'Who Are You?', Cara Memahami Pikiran Bawah Sadar Seseorang
-
Justin Hubner Putuskan untuk Hengkang, Wolves Bakal Kehilangan Permata Terbaiknya!
-
Review Film Sayap-Sayap Patah 2 - Olivia: Kisah Baru, Luka Lama
-
Cillian Murphy dan Daniel Craig Diincar Main dalam Film Berlatar Penjara