Scroll untuk membaca artikel
Hernawan | Christof
Ilustrasi Belanja Online. (freepik)

Laju pesat perkembangan internet kini kian menggurita dan menjalar dalam setiap sendi kehidupan manusia. Tak hanya dalam aktivitas pendidikan, pemerintahan, pelayanan publik dan sosial, internet juga telah merambah aktivitas ekonomi.

Internet bahkan sudah meluas dalam urusan jual beli, produksi, transaksi, distribusi hingga promosi. Aktivitas ekonomi ini masuk dalam satu genggaman berbasis elektronika yang sering disebut E-commerce. Salah satu bawaan dari dunia E-commerce adalah promosi dan periklanan yang kini terus berkembang dengan pesat serta cepat.

Para produsen, agen promosi, hingga pelaku perniagaan elektronik kini belomba mengemas sebuah media periklanan yang memiliki daya pikat dan ketertarikan, sehingga mampu membius alam persepsi serta kesadaran masyarakat.

Bahkan perlahan namun pasti, dunia periklanan di jagat maya ini mampu menciptakan sebuah kebutuhan dan gaya hidup tersendiri, seperti layaknya iklan kecantikan serta perawatan kulit di layar televisi.

Pergerakan kegiatan periklanan di media sosial seperti YouTube, Instagram, hingga Facebook ini pengaruhnya bahkan lebih massif dan dahsyat melebihi daya pikat iklan di majalah, tabloid, radio, dan televisi.

Upaya menggaet minat konsumen di media sosial seperti YouTube dan TikTok dan sebagainya, ternyata sangat kuat membius cara berifikir konsumen. Yang tadinya sifatnya tidak urgen dan penting, kini meningkat menjadi kebutuhan tersendiri.

Lihat saja bagaimana kaum perempuan yang setia bertahan menonton tutorial make up, bahkan informasi perkembangan produk produk kecantikan tebaru di media sosial. Lihat juga bagaimana mereka, kalangan penggila belanja, tak sabar menunggu lonceng notifikasi dari aplikasi jual beli online berbunyi, menghujani ponselnya dengan tawaran produk baru, dan deretan diskon menarik di dalamnya.

Lihat pula mereka para petualang dan traveller rela menonton tayangan yang begitu lama dan membosankan untuk melihat ulasan lokasi favorit yang akan dikunjunginya. Lihat pula mereka kalangan milenial yang tak bisa menahan jemarinya untuk menelusuri film-film baru, tend fesyen terupdate, hingga kafe unik nan keren untuk segera diserbu.

Bisa dilihat bagaimana iklan yang bertebaran di media sosial memiliki tempat tersendiri di hati dan benak masyarakat masa kini. Selain mengarahkan pihak konsumen ke produk impiannya, ternyata iklan mampu menancapkan efek psikologis dan presepsi yang sangat kuat, hingga mendorongnya menjadi sebuah gaya hidup tersendiri.

Kuatnya dorongan ini, membuat mereka yang sebelumnya tak sedikitpun menoleh dan menengok produk atau jasa tertentu, kini menjadi sedikit iseng mengulik dan membukanya. Gencarnya iklan ini semakin meluas, bahkan membuat sebuah budaya ‘gatal berjemaah’ untuk sedikit meluangkan waktu menonton iklan tertentu. 

Tak disadari, dunia periklanan E-Commerce menjadi magnet dan satu komponen penentu agar produk mauun jasa laris manis dibeli. Semakin membesar hingga menjadikan sebuah industri dan ladang usaha tersendiri bagi pemikir kreatif sekaligus pelaku media periklanan professional.

Sementara di sisi masyarakat, mereka kini dituntut untuk memiliki rem kendali, agar tidak terlalu termakan dan menjadi korban iklan dengan latah, membeli tanpa melihat unsur kebutuhan yang mendesak di dalamnya. Yah, jika masyarakat ingin tetap menjaga keseimbangan pendapatan dan pengeluarannya, tentunya tidak semua produk itu wajib dibeli maupun dimiliki, walau bius kuat media iklan sudah kadung merasuk di kepala. (NATA)

Christof