Tepat pada tanggal 24 Februari 2022, pemerintah Rusia menyatakan secara resmi, melancarkan invasi terhadap negara tetangganya, Ukraina. Konflik ini disulut oleh pernyataan Vladimir Putin mewakili pemerintahan Federasi Rusia terhadap pengakuan kedaulatan dua entitas negara separatis dari wilayah kedaulatan Ukraina, yakni Republik Donetsk dan Republik Luhansk.
Seiring dengan memanasnya konflik antara kedua negara tersebut, pemerintah Rusia akhirnya menyatakan perang dan militer Rusia mulai memasuki perbatasan Ukraina. Berbagai serangan dilakukan, terutama penyerangan melalui udara, terhadap kekuatan darat Ukraina di berbagai kota padat penduduk.
Alhasil, para rakyat sipil yang berada di kota-kota lokasi konflik terancam keamanannya karena serangan tersebut. Hari demi hari, mereka mendengar desing peluru dan letusan misil yang menghantui mereka. Tidak jarang, mereka berada di tengah pertempuran tersebut yang tentunya membahayakan nyawa. Pengalaman tersebut tentu membekas dalam benak para warga sipil yang tidak berdaya dan akhirnya menjadi sebuah luka trauma yang mendalam.
Munculnya lelucon perang Ukraina-Rusia di linimasa media sosial dalam negeri
Berita mengenai perang Ukraina vs Rusia menjadi sebuah topik yang hangat dan terekspos ke publik di penjuru dunia. Ratusan informasi membanjiri media sosial dan masyarakat berbondong-bondong memperoleh berita tersebut. Berbagai tanggapan muncul dari para warganet yang memberikan komentar melalui akun media sosial masing-masing.
Sayangnya, tidak semua komentar memuat ucapan simpati terhadap rakyat sipil yang terdampak perang. Banyak kita temukan lelucon sebagai bentuk tanggapan terhadap peristiwa perang yang terjadi. Seperti yang dilaporkan oleh Pikiran Rakyat Cianjur (24/2/2022), komentar bernada humor membanjiri linimasa media sosial dalam negeri. Banyak gif dan gambar meme dibagikan melalui berbagai akun pribadi dari pengguna media sosial yang merupakan orang Indonesia.
Dalam berita yang sama, salah satu warganet lokal membagikan cuitannya melalui media sosial Twitter yang berbunyi "Selamat, kita berhasil melewati pandemi dan reward-nya adalah World War 3."
Beberapa akun lain juga memberikan lelucon mengenai potensi berkecamuknya Perang Dunia 3 dan mereka tidak ingin itu terjadi karena alasan pribadi yang konyol seperti belum menikah dan kalimat bernada lelucon lainnya, seperti "Dunia mau perang, tapi kalian belum move-on."
Lebih miris lagi, cuitan-cuitan tersebut sampai ke linimasa para warganet Ukraina yang memantau komentar warganet dunia. Melalui fitur terjemahan di Twitter, para warganet dapat menerjemahkan cuitan berbahasa asing ke dalam bahasa yang mereka gunakan. Sehingga, mereka dapat memahami cuitan warganet Indonesia. Masih dari berita yang sama, salah satu warganet Ukraina menyayangkan lelucon tersebut sama sekali tidak lucu. Sebab, warga di sana panik karena harus menghadapi bahaya yang mengintai mereka setiap waktu.
Lelucon sebagai coping mechanism bagi mereka yang mengalami tragedi
Memang tidak dapat dipungkiri, humor menjadi salah satu "senjata" dalam melawan trauma dan menghibur diri saat menghadapi kejadian traumatis. Namun, hal ini hanya berlaku pada mereka yang secara langsung menghadapi tragedi tersebut. Ketika lelucon tersebut muncul dari orang lain, maka hal itu sudah menjadi sebuah hinaan nirempati.
Membuat lelucon terhadap tragedi yang orang lain alami merupakan bentuk perundungan. Ucapan bernada humor tentu akan melukai perasaan mereka yang menghadapi tragedi. Bak mengusap garam di atas luka, ketika kita sendiri tidak mengalami tragedi tersebut, maka yang kita lakukan hanya mengolok-ngolok musibah yang mereka alami.
Biarkan para korban menghadapi tragedi yang mereka alami dengan langkah mereka sendiri. Membuat humor mengenai peristiwa tersebut adalah hak mereka, bukan kita. Ketika mereka belum siap secara emosional dan psikis untuk menanggapi tragedi yang dialami dengan lelucon dan kita mendahului mereka, maka yang kita lakukan hanyalah memperburuk trauma yang mereka alami.
Lantas bagaimana kita menyikapi peristiwa perang Ukraina-Rusia?
Sikap paling tepat bagi kita yang tidak mengalami perisitwa tersebut adalah memberikan empati. Kita tidak perlu memihak pemerintah siapa yang paling benar, tetapi keberpihakan atas asas kemanusiaan adalah sesama warga sipil yang tidak berdaya. Masyarakat sipil adalah pihak yang paling terdampak, karena mereka tidak memiliki kekuatan untuk melawan dan harus kehilangan penghidupan karena perang.
Kita perlu membayangkan ketika kita ada di posisi mereka. Setiap malam dihantui oleh letusan bom dan suara jet tempur yang bising. Ketika kita mengalami suatu musibah yang memberikan trauma dan ada orang lain membuat lelucon atas yang kita alami, tentu menyakitkan bukan? Maka, harapannya kita dapat bijak menanggapi peristiwa ini dan tetap memberikan empati terhadap para warga sipil yang terdampak.
Baca Juga
-
Modal Rp7 Juta Bisa Dapat Motor Gahar Apa? Ini 5 Rekomendasi Paling Gagah
-
Tips Ngabuburit dari Buya Yahya: Menunggu Berbuka tanpa Kehilangan Pahala Puasa
-
Mengenal Orang Tua Alyssa Daguise: Calon Besan Ahmad Dhani Ternyata Bukan Sosok Sembarangan
-
Profil Hestia Faruk: Tante Thariq yang Dahulu Sempat Dikenalkan ke Fuji
-
Menentukan Monster Sesungguhnya dalam Serial Kingdom: Manusia atau Zombie?
Artikel Terkait
Kolom
-
Potret Kemunduran Demokrasi dan Menguatnya Corak Otoritarian di Indonesia
-
Harapan di Penghujung 2025: Kekecewaan Kolektif dan Ruang Refleksi Pribadi
-
Tahun Baru dan Identitas Diri: Kenapa Banyak Orang Ingin Jadi 'Versi Baru'?
-
Darurat Sampah 2025: Saat Kantor Pejabat Jadi Tempat Pembuangan Akhir
-
Self-Love Bukan Egois tapi Cara Bertahan Waras di Tengah Tuntutan Hidup
Terkini
-
Song Mino WINNER Didakwa atas Dugaan Pelanggaran Wajib Militer
-
Anti Bingung Outfit Liburan, Intip 4 Look Kasual ala Minnie I-DLE ini!
-
Kerasukan Siluman Ular di dalam Kelas
-
4 Outfit Harian ala Nayeon TWICE, Gaya Hangout sampai Party Look!
-
Trailer Ditonton 15 Juta Kali, Ini Sinopsis Drama Korea The Kings Warden