Scroll untuk membaca artikel
Hernawan | Budi Prathama
Ilustrasi sistem masuk PTN. (Pixabay/@nikolayhg)

Memasuki tahun penerimaan mahasiswa baru di perguruan tinggi negeri (PTN) telah menjadi dambaan bagi anak-anak bangsa untuk bisa juga mengenyam pendidikan di perguruan tinggi/kampus. Mengapa tidak? Upaya agar generasi muda mesti bisa melanjutkan pendidikan di kampus menjadi amat penting dan juga bagian dari tuntutan zaman. 

Hingga hari ini memang tidak heran jika berbagai promosi (baik secara online maupun offline) seleksi masuk di perguruan tinggi telah terjadi. Sejatinya perguruan tinggi mesti hadir sebagai wadah untuk mendidik anak-anak bangsa, lahir untuk merangkul tanpa pandang bulu. Namun fakta di lapangan, masih banyak siswa yang justru tidak bisa melanjutkan pendidikan di perguruan tinggi hanya karena persoalan ekonomi. 

BACA JUGA: Rencana Kenaikan Gaji PNS, Bagaimana Urgensi dan Dampaknya?
 

Problem itulah, pada era sekarang di perguruan tinggi ada banyak beasiswa yang memang diperuntukan untuk masyarakat yang ekonominya tidak mampu dalam hal membayar biaya pendidikan. Sehinga dengan adanya program beasiswa (baik dari pemerintah maupun swasta) mesti tercover secara tepat sasaran. 

Selain itu, seleksi masuk di perguruan tinggi masih perlu untuk dipertanyakan dan menggugat terkait keadilannya. Perguruan tinggi mesti hadir untuk membuka pintu selebar-selebarnya kepada siapa saja, dan merangkul kepada mereka yang mengalami kendala untuk melanjutkan di perguruan tinggi. Buka hanya karena faktor kedekatan pada birokrasi kampus, lantas mengorbankan pihak lain yang lebih berhak mengenyam pendidikan di perguruan tinggi. 

Seleksi masuk di perguruan tinggi negeri (PTN) 

Sejarah masuk di perguruan tinggi negeri di Indonesia dimulai sejak didirikannya PTN di negara kita ini. Awalnya, ujian masuk di PTN dilakukan secara mandiri pada setiap PTN. Namun seiring berjalannya waktu, sistem masuk di perguruan tinggi mengalami perubahan dan membuka kesempatan yang luas kepada setiap lulusan SMA/MA/SMK atau sederajat. 

Menyadur tulisan dari Syamsir Alam, Dewan Pengawas Yayasan Sukma, yang dimuat di Media Indonesia (22/05/2023), disebutkan ada bebepa sistem masuk di perguruan tinggi seiring berjalannya waktu. Tahun 1978, dari kerjasama antar perguruan tinggi yang dikenal dengan Sekretariat Kerja Sama Antar Sepuluh Universitas (SKASU), dalam sistem SKASU itu, calon mahasiswa diperbolehkan memilih program studi yang berbeda di tiga universitas. 

Lebih lanjut, Syamsir menyebut, tahun 1984 sistem seleksi masuk di PTN berubah menjadi seleksi penerimaan mahasiswa baru (Sipenmaru). Kemudian, tahun 1989, Sipenmaru diganti menjadi ujian masuk di perguruan tinggi negeri (UMPTN), dilaksanakan secara nasional dengan pengelompokan peserta ujian sesuai program studi yang dipilih. 

Tahun 2013, sistem seleksi diubah menjadi seleksi bersama masuk perguruan tinggi negeri (SBMPTN), barulah pada tahun 2018 SBMPTN menggunakan ujian tertulis berbasis cetak (UTBC) dan ujian tulis berbasis komputer (UTBK). Terakhir, tahun 2022 Kemendikbud-Ristek mengeluarkan peraturan tentang seleksi masuk PTN. Peraturan tersebut mengenalkan seleksi nasional berdasarkan prestasi (SNBP) dan seleksi nasional berdasarkan tes (SNBT). 

Sistem masuk PTN, mampukah secara berkeadilan? 

Jalur SNMPTN sebagai alternatif dalam sistem seleksi untuk mendapatkan kandidat mahasiswa yang layak dan terbaik untuk belajar sesuai dengan bidang yang diminati. Mestinya dengan sistem SNMPTN ini diharapkan mampu memberikan penialaian yang standar, objektif, dan berkeadilan bagi semua calon kandidat. 

Tentunya dengan sistem SNMPTN ini masih perlu untuk mendapatkan evaluasi, terutama dengan jalur undangan. Dengan terbatasnya kuota kursi di PTN papan atas bisa saja menyebabkan akses yang tidak merata bagi semua kandidat/siswa. Ditambah pula dengan mutu sekolah pada semua wilayah belum merata. 

Mestinya dengan jalur undangan, harus lebih memprioritaskan untuk daerah-daerah tertentu yang kualitas belajarnya masih tertinggal, ini demi menjaga keseimbangan dan prinsip keadilan. Karena selama ini, jalur undangan masih didominasi para siswa yang belajar di sekolah-sekolah unggulan dan yang ada di kota-kota besar. 

Sistem masuk di PTN bergantung pada faktor tujuan dan prioritas pergurua tinggi, kebututan, kemampuan mahasiswa, dan sumber daya serta kapasitas universitas. Dengan faktor ini penting untuk memperhatikan sistem transparan, adil, dan setara untuk semua siswa. 

Sistem masuk di pergurua tinggi mesti dilengkapi denga jalur alternatif untuk bisa memastikan dalam merangkul semua siswa dan memiliki kesempatan yang sama secara adil untuk bisa masuk di PTN. Termasuk memastikan adanya pemberian beasiswa yang tepat sasaran bagi siswa yang kurang mampu, dan memastikan agar tidak ada siswa yang putus pendidikan hanya karena terkendala maslalah ekonomi. 

Kondisi demikian ini jelas menjadi tanggung jawab pemerintah dan PTN untuk bisa memastikan semua anak bangsa bisa melanjutkan pendidikan di perguruan tinggi, sehingga Indonesia benar-benar bisa dikatakan “mencerdaskan seluruh kehidupan bangsa.” 

Budi Prathama